'Wonderful Company' di Sektor Konstruksi

Kalau kita bicara sektor konstruksi, maka perhatian investor dalam 1 – 2 tahun terakhir ini hanya terfokus pada emiten-emiten konstruksi BUMN, karena di lapangan kita bisa melihat bahwa pembangunan infrastruktur terus dikebut oleh Pemerintah, dan yang diuntungkan tentunya adalah Waskita Karya dkk. However, perusahaan konstruksi sebenarnya tidak melulu membangun jalan tol dll, melainkan ada juga konstruktor spesialis membangun gedung dan properti. Hanya memang, seiring dengan masih lesunya industri properti itu sendiri, maka kinerja emiten konstruktor gedung ini juga ikut melambat dalam 1 – 2 tahun terakhir, demikian pula saham mereka ikut turun. Namun ternyata masih ada satu perusahaan konstruksi gedung yang kinerjanya baik itu dari sisi pendapatan, laba bersih, nilai kontrak, hingga nilai dividen yang dibayarkan, hingga Kuartal III 2018 kemarin hampir semuanya konsisten naik meski tipis (tapi masih lebih baik dibanding kinerja konstruktor lain yang turun). Perusahaan apakah itu?

Jawabannya adalah Total Bangun Persada (TOTL). Yup, berikut adalah rangkuman kinerja perusahaan dalam 5 tahun terakhir, angka dalam milyaran Rupiah kecuali dividen. Angka pendapatan dan laba bersih untuk tahun 2018 adalah berdasarkan laporan keuangan Kuartal III yang sudah disetahunkan.

Tahun
2014
2015
2016
2017
2018*)
Nilai Kontrak
3,400
3,800
4,500
4,600
4,600
Pendapatan
2,106
2,266
2,379
2,936
2,686
Laba Bersih
161
191
223
245
257
Dividen (Rp per saham)
35
30
40
45
50
*) Pendapatan dan Laba Bersih disetahunkan

Nevertheless, seperti juga saham-saham konstruksi lainnya, sejak akhir 2014 lalu TOTL tetap turun dari 1,100-an hingga mentok di 500, Oktober 2018 kemarin, sebelum kemudian naik sedikit ke level sekarang (590). Biasanya sih, kalau ada saham udah turun banyak ketika di periode yang sama kinerja perusahaannya masih tumbuh lancar, maka valuasinya bakal jadi murah. Namun dengan PBV yang masih 2.0 kali pada harga 590, maka apakah TOTL sudah bisa dikatakan murah, terutama mengingat PBV saham-saham konstruksi lainnya saat ini hanya 1 koma sekian? Untuk menjawab ini maka mari kita pelajari lagi TOTL dari awal.

Total Bangun Persada adalah salah satu perusahaan konstruksi swasta tertua di Indonesia yang sudah berdiri sejak tahun 1970, namun baru muncul ke permukaan setelah perusahaan menyelesaikan kontrak besar pertamanya, yakni Gedung Bank Buana di Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, pada tahun 1986. Setelah itu TOTL banyak menyelesaikan pengerjaan gedung bertingkat seperti Wisma GKBI, Hotel Crowne Plaza, Apartemen Regatta, Superblock Central Park, dan The City Tower, kesemuanya di Jakarta. Mayoritas gedung yang dibangun TOTL memiliki citarasa arsitektur yang modern dan mewah, sehingga TOTL kemudian dikenal sebagai konstruktor gedung-gedung kelas premium atau ‘Grade-A’. Ibaratnya jika konstruktor lain bisa membangun rumah susun, maka TOTL hanya membangun kondominium. Beberapa proyek prestisius yang saat ini sedang digarap perusahaan adalah Thamrin Nine Tower, Millenium Village Lippo Karawaci, Verde II Condominium, dan Chitaland Tower. Selain menjadi kontraktor tunggal, TOTL juga menggarap beberapa proyek kerjasama operasi dimana kontraktornya ada dua atau tiga (misalnya ketika perusahaan membangun Menara Astra di Jln. Sudirman, Jakarta), dan yang dibangun adalah tetap gedung kelas premium.


Beberapa proyek yang tengah dikerjakan oleh TOTL

Dan mungkin karena perusahaan bermain di segmen konstruksi gedung premium, sekaligus satu-satunya konstruktor lokal dengan track record panjang di bidang ini, maka perusahaan bisa kasih harga tinggi ke developer pemilik gedung, dan alhasil margin laba TOTL jauh lebih baik dibanding perusahaan konstruksi lain pada umumnya. Kemudian satu lagi: Karena material yang dibutuhkan untuk membangun gedungnya seringkali harus spesifik dan unik (untuk keperluan desain arsitekturnya tadi), maka TOTL biasanya meminta pihak developer untuk menyediakan material tersebut, dan alhasil TOTL gak perlu ngutang ke toko bahan bangunan, sehingga di neraca laporan keuangannya, utangnya terbilang kecil, dan bahkan tidak ada hutang bank, dimana hal inipun menyebabkan margin labanya menjadi besar (karena tidak ada beban bunga). Sebelumnya sedikit catatan, kalau konstruktor yang lain, biasanya pihak pemilik gedungnya mau tau beres saja, sehingga untuk bahan baku material pembuatan gedungnya ditalangi oleh si konstruktor itu sendiri, dengan cara ngutang dulu ke pabrik semen dll. Inilah yang menyebabkan liabilitas WSKT dkk jauh lebih besar dari ekuitasnya, karena adanya utang usaha yang besar.

Faktor-faktor lainnya yang juga penting untuk diperhatikan.
  1. TOTL hanya fokus membangun gedung bertingkat kelas premium (high-rise premium building) saja. Berdasarkan pengalaman, perusahaan dengan jenis usaha yang sangat spesifik seperti TOTL ini kinerjanya bagus dan kosisten dalam jangka panjang, dan dalam kasus TOTL memang benar demikian (bahwa kinerjanya bagus). TOTL juga tidak punya catatan pernah mengalami hambatan tertentu dalam menyelesaikan proyek: Rata-rata semua proyeknya selesai sesuai target dan tepat waktu.
  2. Tidak ada informasi marketshare TOTL di pasar konstruksi gedung di Indonesia, namun kemungkinan perusahaan adalah nomor dua setelah Wijaya Karya Gedung (WEGE). However, WEGE unggul karena banyak pegang proyek Pemerintah, dan WEGE tidak selalu membangun gedung Grade-A. Sedangkan di pasar konstruksi gedung premium milik swasta, maka TOTL adalah nomer satu.
  3. Pemilik perusahaan, Pak Reyno Adhiputranto, sampai saat ini (usia 75 tahun) masih menjabat langsung sebagai Komisaris Utama, dan kelihatannya beliau juga gak punya usaha lain kecuali fokus di TOTL ini. Dan karena ownernya memang ‘orang teknik’ dan bukannya investment banker atau semacamnya (Pak Adhiputranto dulu lulusan Teknik Sipil ITB), maka TOTL dari dulu dikelola dengan cara tradisional seperti seharusnya perusahaan konstruksi: Ikut tender, terima kontrak, kerjakan gedungnya, selesai, terima bayaran. TOTL dari dulu gak pernah ambil utang berlebihan atau investasi yang aneh-aneh, melainkan sekali lagi, hanya membangun gedung saja.
  4. Seiring dengan profitabilitasnya yang sangat baik (ROE TOTL rata-rata lebih dari 20% dalam 10 tahun terakhir), maka TOTL juga termasuk royal dividen, dimana dividend payout ratio-nya mencapai 50 – 60% dari laba bersih perusahaan setiap tahun. Terakhir, TOTL membayar dividen Rp50 per saham pada Mei 2018. Thus, meskipun valuasi TOTL mungkin tampak tidak murah dari sisi PBV atau PER, namun dengan dividend yield 50 / 590 = 8.5%, maka sahamnya tetap sangat menarik.
  5. Meski sahamnya tampak turun dalam 5 tahun terakhir seiring dengan lesunya industri properti, tapi jika kita tarik datanya lebih jauh, maka pada Januari 2009 lalu TOTL masih berada 63, sehingga dengan demikian sahamnya sudah naik hampir 10 kali lipat dalam 10 tahun terakhir, dan itu belum termasuk dividen, dimana jumlah dividen inipun sangat besar. Jika memperhitungkan dividen ini, maka besar kemungkinan bahwa TOTL adalah tetap merupakan salah satu saham yang memberikan total gain paling besar bagi para investor di pasar saham dalam 10 tahun terakhir di BEI, dimana itu selaras dengan catatan kinerjanya yang memang juga ‘Grade-A’.
  6. Berbeda dengan saham konstruksi lainnya terutama konstruksi BUMN yang sering ‘diserang’ rumor aneh-aneh, dan juga sahamnya sangat fluktuatif (gampang naik tapi gampang juga turunnya), maka TOTL ini pergerakannya lebih adem, dan juga gak pernah diserang berita negatif apapun. Thus, sahamnya sangat cocok bagi anda yang masih gampang jantungan atau belum bisa menganalisa news: Beli saja, lalu silahkan tidur.
Kemudian, setelah melewati masa-masa ‘kering’ dalam beberapa tahun terakhir, barulah pada tahun 2019 ini TOTL kembali mentargetkan perolehan kontrak yang lebih tinggi, dalam hal ini Rp5.0 trilyun, dengan target pendapatan Rp3.1 trilyun. Hal ini seiring dengan mulai meningkatnya permintaan konstruksi untuk proyek-proyek apartemen, perkantoran, kawasan terpadu, pusat perbelanjaan, hingga hotel. Dan menariknya, dari tender-tender konstruksi yang diikuti perusahaan, 65% diantaranya berasal dari pelanggan baru dan hanya 35% yang berasal dari pelanggan lama. Ini artinya ada cukup banyak developer properti yang baru muncul, yang berpotensi menjadi pelanggan tetap TOTL untuk jangka panjang kedepannya, sehingga portofolio proyek milik TOTL akan meningkat signifikan. Manajemen TOTL sendiri mengatakan bahwa mereka sebenarnya tidak pernah kekurangan permintaan konstruksi, tapi kemarin-kemarin itu ada banyak konsumen yang menunda pelaksanaan proyeknya karena mereka belum ada dananya. Tapi sekarang, para konsumen ini mulai agresif membangun lagi. Jadi, yep, prospek TOTL untuk 1 – 2 tahun kedepan juga cukup cerah, dimana laba bersih perusahaan bisa diharapkan akan naik signifikan.

Okay, lalu bagaimana dengan sahamnya?

Karena TOTL ini memang barangnya bagus, boleh dibilang tanpa cela sama sekali, maka valuasi sahamnya pun dari dulu selalu premium, dengan rata-rata PBV diatas 3 kali, bahkan pernah mencapai 5 kali pada tahun 2013 lalu, yakni ketika booming properti mencapai puncaknya (jaman-jaman Feni Rose selalu ngomong ‘Senin harga naik!’ Masih inget gak??). Kelemahannya hanya di nama perusahaannya yang meski sangat populer di kalangan developer properti, tapi merk ‘Total BP’ kurang terkenal di telinga orang awam ataupun investor pasar saham, dan demikian pula sahamnya gak likuid, jauhlah kalau perbandingannya Waskita Karya dkk. Nevertheless, dengan melihat sahamnya yang tetap ikut naik sejak Oktober 2018 kemarin, maka mungkin PBV 2.0 kali bagi TOTL sudah cukup murah, karena memang kinerjanya juga no problem at all. Kemudian karena Mei nanti perusahaan juga harusnya bakal bayar dividen dalam jumlah besar yakni sekitar Rp50 per saham, maka dia menjadi salah satu dividend stock yang belum naik banyak sejak akhir 2018 kemarin, dan biasanya cuma soal waktu saja sebelum investor akan menyadari hal ini, lalu mereka akan ramai-ramai memborong sahamnya, terutama setelah mereka melihat bahwa sudah agak terlambat kalau mau masuk ke dividend stock yang lain (seperti ADMF, BJTM, atau MYOH). Thus, jika tidak ada force majeure, dan pasarnya tetap bergerak normal, maka TOTL ini menawarkan profit lumayan dalam 3 – 4 bulan kedepan. Dan kalau anda berniat menjadikannya pegangan jangka panjang maka itu juga boleh, karena TOTL ini, meski jenis usahanya adalah konstruksi dan bukannya consumer goods, tapi kinerjanya terbilang sangat konsisten dalam jangka panjang.

Hanya satu hal lagi: Pada Agustus 2018 kemarin, manajemen mengatakan bahwa perolehan laba bersih TOTL untuk tahun penuh 2018 ini mungkin akan sedikit turun dibanding 2017, karena ada sebagian proyeknya yang belum bisa diselesaikan karena masalah perizinan, sehingga perusahaan juga belum bisa menagih bayaran ke pemilik proyek, dan laba tersebut baru akan naik lagi pada Kuartal I 2019. Nah, sebenarnya kalau kita lihat kinerja TOTL di Kuartal III 2018 dimana labanya masih naik, maka kita bisa katakan bahwa proyeksi manajemen tersebut mungkin terlalu pesimis, namun jika beneran itu yang terjadi (laba TOTL turun di Kuartal IV 2018), maka sahamnya bisa jadi batal naik meski juga tidak turun (karena sudah murah, dan karena investor publik yang pegang belum banyak). In short, meski TOTL ini tengah dalam momentum kenaikan menjelang pembayaran dividennya, dan prospeknya untuk jangka panjang juga tampak cerah, namun ada sedikit risiko jangka pendek terkait kinerjanya untuk Kuartal IV 2018 nanti. Sudah tentu, jika dibanding dengan peluang profitnya maka risiko tersebut tetap worth it, namun ini harus tetap menjadi bahan pertimbangan sebelum anda mengambil keputusan.

Untuk ulasan minggu depan, ada usul saham apa yang akan kita bahas selanjutnya?

PT. Total Bangun Persada, Tbk
Rating Kinerja pada Q3 2018: AAA
Rating saham pada 590: A

Buku Analisis 30 Saham Pilihan (‘Ebook Kuartalan’, atau ‘Ebook Investment Planning’) edisi Kuartal IV 2018 sudah terbit! Dan anda bisa langsung memperolehnya disini.

Jadwal Seminar Value Investing: Untuk saat ini belum ada jadwal lagi, tapi anda bisa memperoleh rekaman/audiobook seminarnya saja dulu (terbaru tahun 2019). Info selengkapnya baca disini.

Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini: Instagram

Komentar

Albertus Alarik mengatakan…
Terima kasih analisisnya pak Teguh...
Unknown mengatakan…
Pak bisa analisa SRIL atau SIDO kok saham nya sideways lama ya
..gk kemana2 disitu situ aja
Leonardo mengatakan…
PTSN dong pak Teguh
tya-tieria mengatakan…
Ptba Ptba myoh pak
Raihan mengatakan…
Terbukti emang perusahaan2 yg besar dengan sedikit atau tanpa bunga bank memang rata2 perusahaan yg bagus pak hahah, berlaku jg utk negara dan bahkan pribadi, khususnya investor yg selalu kita bilang jangan pernah pakai marjin kan :D
Intinya semakin jauh dari riba semakin mantap~~~
Markus A. mengatakan…
Analisa saham ADMG dong Pak
Unknown mengatakan…
Pak Teguh, seingat saya yang mbangun gedung Orange County di blok Meikarta nya LPCK itu TOTL..
dengan adanya pemberhentian pekerjaan sementara (ngga tau juga sampai kapan), apakah ada imbas negatif ke kinerja TOTL?
karena dari rumor-rumornya ada problem penagihan juga disini yang macet..

mohon pencerahan pak..
terima kasih
Anonim mengatakan…
Saham doid dong pak teguh
Unknown mengatakan…
Saham aces atau lppf dong pak. Trims
Unknown mengatakan…
Ada misinformasi di sini. Tahun 2019 menargetkan kontrak 4 triliun, bukan 5 triliun

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?