Cara Beli Saham Persis Pada Harga Terendahnya

Beberapa waktu lalu penulis menonton film berjudul Sully, yang bercerita kisah nyata (meski ditambah sedikit bumbu-bumbu fiksi) tentang seorang pilot bernama Capt. Chesley ‘Sully’ Sullenberger, yang pada Januari 2009 mendaratkan pesawat terbang secara darurat di Sungai Hudson, Kota New York, setelah pesawat tersebut sebelumnya menabrak kawanan burung di udara (bird strike). Oleh publik, Kapten Sully dianggap sebagai pahlawan, karena ia berhasil menyelamatkan nyawa seluruh penumpang serta kru pesawat, totalnya berjumlah 155 jiwa. Namun investigasi lanjutan oleh otoritas berwenang menunjukkan bahwa pesawat masih bisa berputar kembali ke bandara, dan tidak harus mendarat darurat di air.

Jadi ceritanya, investigasi dalam bentuk simulasi komputer yang dilakukan National Transportation Safety Board (NTSB), menunjukkan bahwa setelah terjadi bird strike, maka pesawat masih punya cukup waktu untuk berputar dan kembali ke Bandara La Guardia (bandara dimana pesawatnya take off), atau ke Bandara Teterboro di New Jersey. Simulasi lanjutan yang dilakukan oleh pilot sungguhan juga menunjukkan bahwa pesawat bisa mendarat dengan aman di kedua bandara tersebut. Thus, keputusan Capt. Sully untuk mendaratkan pesawat di air, meski itu sukses menyelamatkan seluruh penumpang dan kru, namun tetap dianggap sebagai pilot error. Karena rusaknya pesawat serta cedera-nya sejumlah penumpang (karena pesawatnya mendarat di air) menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi pihak maskapai US Airways.

Cuplikan selengkapnya bisa ditonton di video berikut.


Nah, di video diatas, Capt. Sully (diperankan oleh Tom Hanks), menyampaikan pembelaannya sebagai berikut (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia).

‘Kita sudah mendengar tentang simulasi pendaratan pesawat oleh komputer, dan sekarang kita melihat simulasi oleh pilot itu sendiri. Namun semua simulasi itu tidak menyertakan faktor manusia.’

‘Sebelum pesawat menabrak kawanan burung, tidak ada seorangpun yang mengingatkan kami untuk waspada terkait ini sebelumnya. Tidak ada yang mengatakan, kedua mesin pesawat anda akan rusak karena ditabrak oleh kawanan burung pada ketinggian yang amat sangat rendah. Tapi, okay, kita santai saja. Sekarang kita langsung putar balik ke bandara, seperti kalau kita mengambil barang yang ketinggalan di rumah.’

‘Ini adalah kondisi dimana pesawat kehilangan kedua mesinnya sekaligus, pada ketinggian hanya 2,800 kaki, disusul oleh pendaratan darurat di air dengan 155 jiwa penumpang dan kru didalam pesawat. Tidak pernah ada seorangpun yang dilatih untuk insiden seperti itu. Tidak seorangpun.’

‘Aku tidak mempertanyakan kualitas pilot dalam simulasi ini. Mereka pilot yang kompeten. Namun di simulasinya, mereka langsung berputar dan kembali ke bandara segera setelah pesawat mengalami bird strike. Mereka tidak terlebih dahulu melakukan analisa atau pengambilan keputusan soal apa yang harus dilakukan. Dan itu tidak seperti manusia normal, terutama yang mengalami peristiwa darurat seperti ini untuk pertama kalinya.’

Setelah itu, simulasi kembali dilakukan namun kali ini dengan menambahkan jeda waktu selama 35 detik, dimana 35 detik ini adalah waktu bagi pilot untuk melakukan analisa soal apa yang harus dilakukan. Jadi berbeda dengan simulasi sebelumnya, pilot baru berputar dan kembali ke bandara 35 detik setelah pesawat bertabrakan dengan kawanan burung. Dan hasilnya pesawat gagal mendarat dan malah menabrak gedung, sehingga kerusakan yang terjadi lebih besar hingga timbul korban jiwa.

Memahami ‘Jeda Waktu’ Dalam Investasi Saham

Film ‘Sully’ diatas menunjukkan bahwa ketika seseorang mengalami suatu peristiwa darurat atau emergency, apalagi jika ia mengalami peristiwa itu untuk pertama kalinya, maka sangat tidak realistis jika ia langsung mengambil tindakan, melainkan ia akan butuh waktu untuk menganalisa soal apa yang seharusnya dilakukan. Dengan kata lain, akan selalu ada jeda waktu sebelum seseorang mengambil keputusan krusial tertentu. Dan meski jeda waktu yang digunakan oleh Capt. Sully untuk melakukan analisa menyebabkan ia tidak punya cukup sisa waktu untuk berputar dan mendarat dengan aman di bandara (sehingga kemudian terpaksa mendarat di air), namun ia harus melakukan analisa tersebut. Karena justru akan menjadi keputusan yang amat sangat berisiko jika sang Kapten, tanpa mempelajari ketinggian pesawat dll, langsung saja berputar balik ke bandara. Dalam situasi dimana tindakan seorang pilot menentukan hidup matinya 155 orang termasuk dirinya sendiri, maka tidak mungkin bagi Capt. Sully untuk mengambil keputusan se-gegabah itu.

Dan satu hal lagi: Waktu 35 detik itu sebenarnya sangat mepet bagi sang pilot untuk mengambil keputusan. Jika saja pesawat yang menabrak burung itu tidak dikemudikan oleh Capt. Sully, melainkan oleh pilot lain dengan jam terbang yang lebih sedikit, maka bukan tidak mungkin ia akan butuh waktu lebih lama untuk menganalisa dan alhasil, jangankan berputar dan kembali mendarat di bandara, pilot ini bahkan belum tentu punya cukup waktu untuk mendaratkan pesawat secara darurat di Sungai Hudson.

Lalu bagaimana dengan investasi kita di pasar saham?

Berbeda dengan mengendarai pesawat terbang dimana seorang pilot jarang mengalami kondisi darurat, maka disini kita sering mengalami kondisi darurat yang bisa berujung pada kerugian jika kita salah mengambil keputusan, yakni jika IHSG/pasar atau saham yang kita pegang sedang turun/terkoreksi. Dalam keadaan ‘darurat’ inilah, para investor akan melakukan analisa ulang untuk menentukan apakah sebaiknya hold, beli lagi, atau jual saja. Yup, jadi sama seperti analisa yang dilakukan Capt. Sully diatas, dimana ia harus segera mengambil keputusan soal apakah pesawat bisa terus melanjutkan penerbangannya, kembali ke bandara, atau mendarat darurat di air.

Dan semakin darurat kondisi pasar, alias semakin dalam penurunan harga saham, maka akan semakin lama jeda waktu yang dibutuhkan para investor/trader untuk melakukan analisa, untuk cari informasi/berita kesana kemari Sekarang gini: Ketika pasar dan harga-harga saham lagi naik semua, maka orang-orang biasanya akan dengan santai beli saham ini itu, seringkali hanya dengan bekal analisa sekilas saja (hanya dengan melihat RTI atau semacamnya), atau bahkan tanpa analisa sama sekali. Dan ketika saham itu kemudian naik, maka ia kemudian masih santai-santai saja/tetap nggak mempelajari perusahaannya dst.

Tapi ketika kemudian sahamnya itu turun, maka barulah si investor ini akan baca-baca lagi laporan keuangan, termasuk kasak kusuk cari berita di grup dan forum-forum: Ini ada kejadian apa?? (Bener gitu kan? Hayo ngaku, siapa disini yang beli saham dulu lalu baru baca laporan keuangannya belakangan, itupun kalau sahamnya turun??) Dan selama si investor ini melakukan analisa, maka selama itu pula ia tidak akan membeli atau menjual saham tertentu, alias wait and see saja.

Fenomena wait and see inilah, yang kemudian menyebabkan saham tertentu bisa lanjut turun, atau tidak segera naik lagi, bahkan meski valuasinya sudah sangat murah (dan fundamentalnya/prospeknya bagus). Sebab ketika sejumlah investor menjual suatu saham karena panik, maka investor lainnya yang melihat bahwa saham itu sudah murah tidak langsung masuk, karena mereka masih sibuk menganalisa (atau tunggu keadaan membaik. Misalnya jika saham yang turun itu sedang diserang berita negatif tertentu, maka tunggu dulu beritanya akan hilang/dilupakan orang, lalu baru masuk), dan alhasil sahamnya turun lebih rendah lagi, atau tidak juga naik meski saham-saham lain sudah naik duluan.

Jadi balik lagi: Dalam value investing, tugas kita adalah membeli saham bagus pada valuasi murah, lalu tunggu saja, dimana waktu tunggu ini bisa sebentar, tapi bisa juga lama. However, jika anda termasuk yang berpikir bahwa investasi saham itu idealnya membeli saham persis pada harga terendahnya, jualnya nanti persis pada harga tertingginya, dan belinya juga persis sebelum saham itu naik (jadi nunggunya gak pake lama!), maka seperti yang dikatakan oleh Capt. Sully, anda tidak bisa melakukan itu, karena anda harus juga memasukkan faktor manusia, dalam hal ini kecenderungan orang untuk wait and see sehingga timbul jeda waktu, faktor panik, faktor serakah, dan seterusnya. Faktor-faktor manusia disini tidak berhubungan dengan fundamental perusahaan, namun tetap berpengaruh terhadap kinerja portofolio kita, terutama dalam jangka pendek. Contohnya, ketika kita beli saham A di harga 1,000 karena menganggap bahwa harga 1,000 itu sudah murah, maka bukan berarti saham A tidak bisa turun sampai 900, 800, atau lebih rendah lagi. Dan itu seringkali bukan karena kita salah hitung PBV-nya atau apa, tapi karena adanya jeda waktu ketika orang-orang wait and see tadi.

Namun dalam jangka panjang, maka selama kita memilih saham yang tepat, pada harga beli yang tepat, dan tidak terjadi perubahan fundamental terhadap perusahaannya, maka anda tetap akan memperoleh profit yang layak. Nah, jadi balik lagi ke judul diatas, bagaimana cara membeli saham persis pada harga terendahnya? Maka jawabannya, meski anda mungkin pernah membeli saham pada harga terendahnya, tapi secara umum anda tidak bisa melakukan itu. Demikian pula, meski penulis beberapa kali beli saham pada hari tertentu dan besoknya saham itu langsung naik, tapi itu hanya kebetulan, dan saya beli saham itu bukan karena tahu bahwa dia akan naik besoknya (dan gimana juga caranya saya bisa tahu??). Terakhir, penulis juga sering profit taking saham A pada harga 2,000 karena menganggap bahwa harga 2,000 itu sudah mahal, tapi ternyata dia masih naik lagi sampai 2,500, sehingga dalam hal ini profitnya jadi nggak maksimal.

Tapi meski profitnya tidak maksimal, namun itu masih lebih baik dibanding rugi bukan? Jadi sama seperti kisah Capt. Sully diatas: Meski pihak investigator menganggap bahwa idealnya pesawat bisa kembali mendarat dengan aman di bandara La Guardia, dan simulasi komputer menunjukkan bahwa sang pilot bisa melakukan itu, namun pada akhirnya mereka menyadari bahwa itu tidak realistis, karena mereka belum memasukkan human factor. Thus, meski pihak maskapai menderita kerugian karena pesawatnya mendarat di air, tapi itu masih lebih baik, bahkan sangat jauh lebih baik dibanding kemungkinan terburuknya, yakni jika pesawatnya gagal mendarat dan semua penumpangnya tewas. Nah, dalam berinvestasi di saham juga sama: Kita sering mengeluh kenapa profitnya kok kecil, sayang banget kemarin waktu sahamnya turun kita gak berani masuk, atau ini kenapa saham saya gak naik-naik juga, atau kenapa ini cut loss, tanpa menyadari bahwa kita masih lebih beruntung dibanding investor lain, yang bisa jadi menderita kerugian lebih besar. Well, ujung-ujungnya memang kita harus inget lagi sama nasihat orang tua dulu: Harus banyak-banyak bersyukur!

Untuk minggu depan kita akan membahas prospek salah satu dari sektor berikut, silahkan anda pilih di kolom komentar: 1. Properti, 2. Konstruksi, 3. Perkebunan kelapa sawit, 4. Pembiayaan /multifinance.

Buletin Analisis IHSG & stockpick saham bulanan edisi Maret 2019 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini, gratis konsultasi/tanya jawab saham untuk member.

Jadwal Kelas Value Investing Advanced, Sabtu & Minggu, Jakarta, 23 - 24 Maret 2019. Info selengkapnya baca disini.

Follow/lihat foto-foto aktivitas penulis di INSTAGRAM, klik 'View on Instagram' dibawah ini: Instagram

Komentar

Anonim mengatakan…
Tolong bahas sektor perkebunan kelapa sawit pak Teguh. Thanks.
Troy Richardo Mulyono mengatakan…
kelapa sawit pak uda lama nda bahas
andik kuncoro mengatakan…
Pembiayaan /multifinance.
Eurisko mengatakan…
Trimakasih untuk inspirasinya dari kisah Sully, Pak Teguh. Saya sendiri juga merasakan moral story dari kisah tersebut dengan portofolio yang saya pegang sekarang. Saya sudah terapkan kaidah value investing tapi malah besoknya turun, tapi benar kata Bapak market timing is impossible. Request untuk dibahas sektor 2. Konstruksi.
Unknown mengatakan…
Request pembahasan untuk sektor:
1. Batubara. Karena mayoritas saham batubara turun, musim dividen (denger2 perusahaan batubara loyalis dividen), dan news pembatasan import Aussie ke Tiongkok.
2. Energy terbarukan. Karena lagi gencar nih issue lingkungan. Mungkin bisa diulas faktor apa saja yang harus diperhatikan jika invest ke sektor ini. Jika tdk salah hanya ada satu perusahaan green energy yg listing di BEI, yaitu JSKY.
3. Kontruksiiiiiii. Penasaran juga karena valuasinya sdh menarik. Oh ya juga diulas dampak holding yang baru dilkaukan, dampak ke kinerja perusahaan.

Terimakasih pak Teguh. Semoga selalu bahagia, sehat dan sukses :)
Babaluba mengatakan…
Pembiayaan /multifinance
Anonim mengatakan…
Selalu menarik membaca tulisan-tulisan Pak Teguh, tdk kalah asyik sm baca novel hehehe...
Hokta5 mengatakan…
Bahas aj no 123 mas.. Hehe
Anonim mengatakan…
Bahas properti konstruksi mas..
rikki mengatakan…
Bahas JPFA aja pak. Yang sudah turun cukup dalam.
Anonim mengatakan…
Opsi no 1 pak, properti.
Bhaktilata mengatakan…
Suka bacanya....
Tbla.....pak Teguh
Anonim mengatakan…
Mohon yang konstruksi ya pak, suwun
Anonim mengatakan…
Tolong bahas MMLP pak Teguh.. menurut gw gudang modern prospek cerah, dan saham pun masih undervalue.. tolong di bahas, terima kasih
Unknown mengatakan…
Multifinance. Trims
Yudi mengatakan…
Bahas konstruksi terutama acst. Acst dulu di beli anak usah untr di sekitar harga 3250 desember 2014 di pasar negosiasasi. UNTR mencoba membeli di pasar reguler namun tidak dapat karena pasar reguler harganya sdh 4000 an. Des 2014 acst pbvnya 2,9, per 17,8. roe 16,2 x dan pendapatannya 1,35 triliun. 4 tahun kemudian di 2018 kuarta 3, acst hanya di perdagangkan pada pbv 0,9 , roe 8,3%, per 10,6 sementara pendapatan 2,7 triliun di kuartal 3. Kinerja yang bagus ditunjukan oleh acst namun sayangnya laba yang dihasilkan kecil karena hutang bertambah , margin kecil. keuntungan yang di peroleh hanya untuk membayar bunga pinjaman. Instilahnya biar tekor asal tersohor. Saya tidak tau apa yang di rencanakan oleh acst, apakah suatu saat nanti acst akan meningkatkan marginnya dan memperoleh ROE yang besar seperti pada ERAA yang tahun ini marginnya operasionalnya meningkat dari sekitar 2-2,5 menjadi 4,3% ???? Harga pbv 0,8 x cukup menarik mengingat sejarahnya di masa lalu. Mungkin pak teguh bica mebahas prosepek acst kedepan?
Unknown mengatakan…
Ulasan yang sangat baik dan mengena. Mohon dibahas sektor konstruksi untuk selanjutnya.
Anonim mengatakan…
Saham ppro & elsa kedepannya gmn pak...apakah masih murah...tks
Unknown mengatakan…
Ini tentang UNTR ya? hehehe :P
Anonim mengatakan…
Dear Mas Teguh,

Terima kasih atas artikel dan pembahasan diatas.
Saya mendapatkan satu pencerahan lagi ttg cara masuk di "saat yang tepat".
Saya masih perlu belajar banyak dari yang jauh lebih senior diatas saya.
Dan akhir2 ini saya sempat memperhatikan FA dari perusahaan2 pembiayaan/multifinance yang bbrp dari mereka memiliki kualitas FA yang bagus.
Jika berkenan mungkin bisa di bahas di sektor Multifinance agar kita semua mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari mas Teguh.
Salam,


-Chris-
Unknown mengatakan…
Mohon di bahas opsi no 4 pak
Unknown mengatakan…
Tolong bahas sektor property Pak, dimana ada salah satu emiten yang menerbitkan obligasi baru untuk membayar sebagian obligasi lamanya yang akan jatuh tempo, kesannya gali lubang tutup lubang :)
Anonymous mengatakan…
Keren pembahasannya pak. Request sektor Konstruksi, byk yg lagi murah ..:-)
Michael Jeremia mengatakan…
Properti atau konstruksi mas, sdh terdiskon banyak saham2nya
justit mengatakan…
kebun pak
Unknown mengatakan…
Mohon pembahasan saham konstruksi pak Teguh
Anonim mengatakan…
konstruksi thx
adi_widyatmika mengatakan…
Terimakasih informasinya mas Teguh, mohon dibahas mengenai saham sektor properti yang sudah lama tidak naik panggung
Line mengatakan…
Multifinance pak teguh. Thank you
Anonim mengatakan…
tolong bahas saham kelapa sawit pak, saya melihat saham SIMP cukup menarik
anonim mengatakan…
bahas saham SIMP pak (saham kelapa sawit)
Griya Kreasi Prima mengatakan…
properti pak
Unknown mengatakan…
Properti Pak Teguh..
kripik singkong mengatakan…
Pak Teguh, kalau boleh bpk cerita donk masalah kejadian warrent buffet di kraft Heinz supaya bisa jadi pelajaran dan bahan pertimbangan. Thx
Aturportomu mengatakan…
terima kasih pak insightnya, dan memang itu fakta yg benar terjadi. contohnya saja LPPF kemarin dan hari ini. Banyak yg berpikir sudah murah tapi ternyta makin turun. Memang faktor manusia jd faktor yg tidak mudah utk dipahami.
Unknown mengatakan…
Aali compare lsip please. Tks

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Terbit 8 November

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 12 Oktober 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Mengenal Saham Batubara Terbesar, dan Termurah di BEI

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia