Peluang di Saham Multifinance
Warren Buffett pernah mengatakan bahwa, ketika
menghitung valuasi sebuah saham, maka kita jangan hanya melihat aset-aset
berwujud milik perusahaan seperti pabrik, persediaan, piutang dst, melainkan
kita juga harus melihat aset-aset tidak berwujud seperti reputasi, kekuatan
merk, dan keunggulan kompetitif. Singkatnya, jika ada dua perusahaan dengan
nilai buku yang persis sama, namun perusahaan A memilik reputasi yang lebih
baik, dan produknya pun lebih dikenal masyarakat dibanding perusahaan B, maka
Buffett akan memilih perusahaan A, bahkan meski harganya lebih tinggi.
Dan ini menjelaskan mengapa saham-saham paling populer di Indonesia
seperti Bank BCA, Astra International, hingga Telkom, valuasinya jauh lebih
tinggi dibanding rata-rata valuasi saham lain yang tidak begitu populer. Contohnya,
anda mungkin bisa membeli saham dari perusahaan kecil yang kurang terkenal pada
PBV kurang dari 1 kali, namun harga terendah yang bisa anda peroleh untuk saham
Astra adalah PBV 2 koma sekian kali, itupun Astra hanya akan turun ke harga
tersebut jika pasar sedang bearish.
Tapi bagaimana kalau saya beri tahu anda bahwa
ada satu saham, dimana perusahaannya merupakan yang terbesar di bidangnya,
memiliki reputasi baik dan merk yang kuat plus track record kinerja yang
konsisten, namun valuasinya jauh lebih rendah dibanding Astra dkk?
Yup, saham itu adalah Adira Dinamika
Multifinance (ADMF). Dengan total aset Rp30.7 trilyun per 30 September 2018,
dan sudah berdiri dan beroperasi sebagai perusahaan pembiayaan otomotif sejak
tahun 1991, Adira adalah perusahaan pembiayaan terbesar dan ter-mapan di
Indonesia, dan kinerja perusahaan terbilang bagus dalam jangka panjang dimana
ROE-nya mencapai 20 – 25% per tahun (hanya pernah sekali turun menjadi 15% di
tahun 2014 dan 2015, ketika itu karena terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi
di Indonesia, dan pengetatan penyaluran kredit oleh Bank Indonesia). Namun lebih
dari itu, Adira adalah juga perusahaan pembiayaan paling terkenal di Indonesia,
dengan reputasi yang juga baik (perusahaan tidak pernah terlibat masalah yang
serius baik secara hukum maupun dengan para pelanggannya), dan memiliki
jaringan kantor cabang yang sudah tersebar di seluruh Indonesia. Dan bisnis
pembiayaan itu sendiri terbilang sangat
menguntungkan, karena bunga pinjamannya sangat tinggi namun demikian non performing loan-nya tetap relatif rendah,
atau setidaknya untuk Adira dimana NPL-nya hanya 1.6% pada akhir tahun 2017. Per
30 September 2018, rata-rata bunga kontraktual pembiayaan milik Adira mencapai
18.1% per tahun untuk mobil, 34.0% untuk sepeda motor, dan 51.5% untuk
barang-barang lainnya. Maksud penulis adalah, dimana lagi anda bisa dapetin
bunga sebesar itu??
Informasi suku bunga Adira di laporan keuangannya, halaman 47 |
Dengan semua kriteria diatas, dan juga karena
perusahaan masih membukukan kenaikan laba bersih dan ekuitas pada laporan
keuangan terbarunya di Kuartal III 2018, maka normalnya anda hanya akan bisa
membeli sahamnya pada valuasi yang premium. Namun pada harganya saat ini yakni
Rp9,000 per saham, PBV Adira hanya 1.4 kali, dan PER-nya 5.0 kali. Dan dengan
mempertimbangkan dividennya sebesar Rp704.5 per saham (sebelum pajak) di tahun kemarin,
maka yield-nya juga tinggi yakni 7.8%.
Jadi apa masalahnya? Well, pertama, mungkin
karena Adira memang SEBAGUS ITU, maka Bank Danamon Indonesia sebagai pemegang saham
mayoritas memegang 92.1% saham perusahaan, dan hanya menyisakan 7.5% atau 75
juta lembar saham di pasar untuk dimiliki oleh investor publik (selebihnya
dipegang oleh Asuransi Adira), dan itu menyebabkan sahamnya menjadi tidak
likuid, dengan nilai transaksi hanya sekitar Rp1 milyar per hari, sehingga
sahamnya kurang diminati oleh para investor dan trader. Dan karena permintaannya
tidak besar, maka jadilah valuasinya menjadi tidak terlalu tinggi.
Kedua, Adira pernah membukukan penurunan laba
yang signifikan mulai tahun 2012 hingga 2015, dimana seperti yang sudah disebut
diatas, disebabkan oleh peraturan pengetatan penyaluran kredit oleh BI, dan
memang pada periode tersebut saham Adira jatuh dari 12,000 hingga mentok di
3,000. Dan meski laba bersih perusahaan naik lagi di tahun 2016 sampai
sekarang, namun kejadian ini mungkin meninggalkan pertanyaan bagi investor yang
berpikir untuk membeli sahamnya untuk jangka panjang: Bagaimana jika suatu hari
nanti BI kembali memperketat penyaluran kredit keuangan??
Namun untungnya, bahkan jika anda tidak berniat untuk memegang sahamnya
selama 5 tahun atau lebih lama lagi, Adira tetap menawarkan profit signifikan
untuk jangka yang lebih pendek, dan berikut alasannya. Pertama, meskipun
sahamnya tidak likuid, namun Adira tetap naik dari 3,000 hingga 9,000, atau profit
tiga kali lipat dalam tiga tahun terakhir (dan belum termasuk dividen!) seiring
dengan kinerja fundamental perusahaan yang memang sangat bagus. Kedua, persis Agustus
2018 kemarin, BI mengeluarkan peraturan LTV (loan to value) yang pada intinya
melonggarkan penyaluran kredit, yang memungkinkan perusahaan pembiayaan untuk
meningkatkan omzet mereka, dan tidak atau belum ada indikasi bahwa BI akan
kembali memperketat peraturan tersebut dalam waktu dekat (di tahun 2012, peraturan
LTV diperketat karena adanya kekhawatiran terjadinya credit bubble di sektor properti, dimana harga unit-unit apartemen
dll ketika itu bisa naik sampai 100% atau lebih hanya dalam hitungan bulan
karena mudahnya mengajukan kredit properti ke bank, namun untuk saat ini sudah
tidak ada lagi isu bubble tersebut). Dan ketiga, Adira terakhir kali membayar
dividen Rp704.5 per saham pada April 2018, jadi kemungkinan perusahaan akan
kembali membayar dividen di bulan April 2019 (tinggal beberapa bulan lagi),
tentunya pada nilai dividen yang lebih tinggi karena laba perusahaan masih naik
sampai tahun 2018 kemarin. Dan biasanya, sahamnya bakal naik banyak sebelum
tanggal cum dividennya, karena tingginya dividend
yield itu sendiri.
Kesimpulannya, kita sekarang punya satu saham yang menawarkan peluang
investasi baik itu untuk jangka pendek maupun panjang, dan momentumnya juga sudah
pas banget, dimana anda mungkin akan kehilangan peluang ini jika anda baru
membaca analisis ini 6 atau 12 bulan dari sekarang. Karena, sebelum tahun 2012,
Adira memang dihargai pada valuasi premium (karena merk ‘Adira’-nya yang terkenal,
plus kinerja yang konsisten), dengan PBV lebih dari 4 kali. Jadi jika
perusahaan mampu menjaga kinerjanya saat ini (yang sudah naik lagi sejak tahun
2016 lalu) sampai beberapa tahun kedepan, dan perusahaan punya peluang besar
untuk itu, maka suatu hari nanti harganya akan kembali premium seperti di masa
lalu. Singkatnya, it’s now or never!
Disclosure: Ketika analisa
ini diposting, Avere sedang dalam posisi memegang ADMF di harga 8,175. Posisi
ini bisa berubah setiap saat tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini:
Komentar
Saya mau tanya data ini dapat darimana ya pak?
"Per 30 September 2018, rata-rata bunga kontraktual pembiayaan milik Adira mencapai 18.1% per tahun untuk mobil, 34.0% untuk sepeda motor, dan 47.7% untuk barang-barang lainnya. "
Soalnya saya search2 d google, laporan tahunan, public expose tidak ketemu ttg adira kasi kredit bunga segini
Satu lagi, "kredit yg diberikan" di multifinance kalau di laporan keuangan sebelah mana ya pak? Apakah piutang yg diberikan? Soalnya saya liat di berita (kontan bisnis indo dll public expose) dan laporan keuangan "kredit yg diberikan" beda pak
Mohon bimbingannya pak
Sekali lagi trims atas remindernya ttg saham ini
Saya pribadi sangat berharap pak Teguh tidak membeli saham-saham non syariah lagi kedepannya..