Petrosea.. Lagi!
Di ulasan minggu
lalu, kita sudah membahas kemungkinan peluang di saham-saham batubara, yang
rata-rata menjadi murah kembali setelah turun signifikan karena isu pembatasan
impor batubara oleh China, namun dibagian akhir artikel penulis menyebutkan
adanya sedikit masalah di sektor ini, yakni kinerja para emiten yang kurang
meyakinkan/laba mereka banyak yang turun, sehingga otomatis dividen mereka di
tahun 2019 nanti juga bakal turun. Sementara untuk emiten batubara yang
kinerjanya bagus, valuasi sahamnya masih relatif tinggi. Jadi pilih mana?
Namun dengan
melihat rasio-rasio keuangan yang ada, maka untuk menjawab pertanyaan diatas
sebenarnya nggak terlalu sulit: Dengan kenaikan laba lebih dari dua kali lipat
pada Kuartal III 2018, ROE 12.8% dan berpeluang untuk kembali naik di masa yang
akan datang (penjelasannya dibawah), historis pembayaran dividen yang bagus,
dan yang paling penting PBV-nya juga cuma 0.65 kali (pada harga 1,750), maka
saham Petrosea (PTRO) mungkin bisa
dipertimbangkan. Okay, mari kita telisik lagi perusahaannya dari awal.
Salah satu truk pengangkut batubara (atau lapisan tanah) milik PTRO, di lokasi tambang. |
Petrosea adalah perusahaan kontraktor tambang batubara (baca: perusahaan yang menggali batubara milik perusahaan lain), jasa engineering dan konstruksi infrastruktur tambang, dan jasa pendukung kegiatan tambang migas. Namun sebagian besar pendapatan perusahaan berasal dari kontraktor tambang batubara saja, dan karena itulah kinerja PTRO hampir sepenuhnya tergantung oleh perkembangan industri batubara. PTRO dimiliki dan dikendalikan oleh Indika Energy (INDY), sekaligus merupakan bagian kecil dari jaringan usaha energi terintegrasi milik INDY (selain PTRO, INDY juga punya usaha kapal, pembangkit listrik, pelabuhan, jasa pengangkutan batubara, dan tambang batubara itu sendiri). Klien terbesar PTRO, PT Kideco Jaya Agung, adalah juga anak usaha dari INDY sejak Desember 2017 lalu (sebelum itu, INDY hanya memegang 40% saham Kideco). Dan Kideco sejak tahun 2017 lalu sudah meminta PTRO untuk meningkatkan volume produksi batubara, seiring dengan mulai naiknya harga batubara ketika itu. Sebagai perusahaan batubara terbesar ketiga di Indonesia (setelah Kaltim Prima Coal, dan Adaro Energy), Kideco sebenarnya punya beberapa kontraktor untuk menggali batubara miliknya, namun PTRO diuntungkan karena statusnya sebagai sesama anak usaha INDY.
Nah, diatas
sudah disebutkan bahwa kinerja PTRO, secara historis, tergantung oleh
perkembangan industri batubara, dalam hal ini naik turunnya harga batubara di
pasar internasional. Tapi yang juga perlu diingat, PTRO ini perusahaan jasa tambang batubara, yang baru akan
memperoleh bayaran dari klien pemilik batubaranya setelah batubara itu sendiri selesai digali dan diangkut ke pelabuhan.
Ini artinya, berbeda dengan ADRO dkk yang bakal langsung cuan kalau harga
batubara naik, maka pendapatan dan laba
PTRO baru akan tampak naik sekitar 1 – 2 tahun setelah kenaikan harga batubara
itu sendiri.
Dan itulah yang
menjelaskan kenapa pada tahun 2016 lalu perusahaan masih membukukan rugi US$
7.8 juta, meskipun di tahun tersebut harga batubara mulai naik (dari US$ 51.7
per ton pada bulan Juni, hingga sempat menyentuh US$ 102 per ton pada November),
dan PTRO baru membukukan laba di tahun 2017-nya, itupun hanya US$ 8 juta, atau
masih jauh lebih kecil dibanding rekor tahun 2011 lalu yang mencapai US$ 52.6
juta. Tapi yang terpenting adalah, pada tahun 2016 – 2017 tersebut PTRO mulai
sibuk gali batubara lagi, dimana itu bisa dilihat dari meningkatnya capex, dan perusahaan mulai mengambil utang
modal usaha dan sewa pembiayaan untuk membeli alat-alat berat (catatan: Berbeda
dengan induknya/INDY yang punya banyak utang karena memang usahanya juga ada buanyak,
manajemen PTRO terbilang lebih konservatif dan hanya mengambil utang untuk tambahan
modal usaha jika proyek galian batubaranya memang sudah ada). Alhasil sejak November
2016 lalu penulis sendiri sudah berkesimpulan bahwa PTRO berpeluang untuk
membukukan laba di tahun 2017 dan seterusnya, dan karena itulah sahamnya tetap
layak buy meski labanya ketika itu masih tampak minus, terutama karena valuasinya
masih super duper murah pada harga 750 (PBV-nya cuma 0.4 kali, dan PTRO menjadi
salah satu saham yang dibahas di Ebook
Kuartalan ketika itu).
Waktu berlalu,
dan bagaimana perkembangannya sekarang? Well, ternyata PTRO beneran kembali membukukan
laba US$ 8 juta di tahun 2017, dan sampai Kuartal III 2018 kemarin laba
tersebut naik lagi menjadi US$ 17.8 juta, sementara capex PTRO juga kembali meningkat dari US$ 78.2 juta di tahun 2017,
menjadi US$ 112.6 juta di tahun 2018. Nilai kontrak ditangan (backlog) milik PTRO per Maret 2018 juga
tercatat US$ 1 milyar, meningkat signifikan dibanding tahun 2017 yang hanya US$
696 juta, thanks to kontrak baru yang berasal dari dua pelanggan utama
perusahaan, yakni Kideco dan PT Indonesia Pratama. Dan sejak tahun 2018 kemarin
PTRO kembali membayar dividen, dalam hal ini Rp61 per saham, setelah dua tahun sebelumnya dividen itu tidak dibayarkan.
Jadi kesimpulannya,
jika tidak ada aral melintang, maka pendapatan serta laba PTRO akan kembali
naik di tahun 2019, ROE-nya yang 12.8% tadi akan naik menjadi sekitar 15 – 20%,
dan para pemegang sahamnya akan kembali menikmati dividen rutin. Sebenarnya ada
satu penjelasan kenapa beberapa perusahaan tambang batubara mengalami penurunan
laba ketika harga batubara masih stabil: Faktor alam seperti curah hujan yang
tinggi terkadang menyebabkan batubara hasil galian gak bisa langsung dikirim ke
pelabuhan untuk dijual, melainkan harus dikeringkan dulu, dan itu saja bisa
makan waktu berbulan-bulan. Tapi untungnya untuk perusahaan mining service seperti PTRO, faktor alam
seperti itu hampir tidak ada pengaruhnya. Karena asalkan batubaranya sudah digali
dan sudah ditaroh di stockpile, maka PTRO sudah bisa menagih bayaran. Sementara soal batubaranya
belum bisa dijual kerana masih basah, itu ya urusan si pemiliknya lah!
Kemudian terkait
harga beli sahamnya, maka dengan mempertimbangkan faktor-faktor diatas, tidak
realistis jika anda berharap bisa membeli PTRO di harga yang sama dengan
harganya dua tahun lalu (di 750). Tapi, hey, pada harga sekarang yakni
1,700-an, itu juga jauh lebih baik dibanding Januari lalu dimana PTRO sempat hampir
menembus 3,000 bukan? Lalu dengan PBV hanya 0.65 kali, maka PTRO jelas masih
sangat murah, malah merupakan salah satu yang termurah di sektor batubara pada
saat ini. Kemudian terakhir, kalau kita lihat lagi pergerakan historisnya, maka
saham PTRO sedang dalam trend kenaikan jangka panjang sejak akhir 2015 lalu, dimana
PTRO biasanya mengalami rally tinggi
pada awal tahun hingga sekitar bulan
April. Yup! Pada Desember 2015, PTRO berada di level 290, dan pada April
2016 sudah naik 86% ke level 560. Pada Desember 2016, PTRO sudah di 720, tapi
naik lagi hingga 95% ke 1,410 pada April 2017. Dan terakhir pada Desember 2017,
PTRO berada di level 1,660, kemudian naik sampai 1,965 di bulan April 2017,
tapi sempat menyentuh 2,900 di bulan Februari-nya, alias juga naik sekitar 75%.
Nah, karena sekarang
sudah bulan Desember, sedangkan posisi PTRO juga hanya sedikit lebih tinggi
dibanding posisinya pada Desember 2017 lalu (1,660), atau dengan kata lain sahamnya masih melanjutkan trend kenaikan
jangka panjangnya, lalu apa lagi yang anda tunggu?? Jika PTRO kembali mengulang
kebiasaan rally tinggi-nya pada awal tahun, maka disini kita punya peluang
profit 75 – 100%, hanya dalam tempo beberapa bulan kedepan.
However, seperti
halnya saham-saham lainnya, PTRO bukannya tanpa risiko, dan dalam hal ini ada
dua hal yang harus anda perhatikan. Pertama, meski diatas dikatakan bahwa
manajemen PTRO jarang ngambil utang kecuali sudah ada pekerjaannya, namun
faktanya nilai liabilitas PTRO terakhir mencapai US$ 329.7 juta, lumayan besar
dibanding ekuitasnya yang hanya US$ 185.1 juta. Namun liabilitas PTRO bisa gede
gitu karena adanya utang jangka panjang senilai US$ 115.3 juta dari INDY
melalui Indo Energy Capital BV, dimana PTRO harus membayar bunga 6.45% per tahun hingga utangnya jatuh tempo tahun 2023 nanti
(dan bisa diperpanjang). Masalahnya, tidak jelas duit US$ 115.3 juta itu dipake
buat apa, dan kelihatannya PTRO juga sama sekali gak butuh pinjaman tersebut,
karena kalau perusahaan butuh tambahan modal maka manajemen bisa nyari pinjaman
sendiri ke bank.
Jadi kemungkinan
INDY sengaja memberikan utang itu hanya agar PTRO setor bunga saban tahun ke
perusahaan, selain setor dividen. Dan memang hingga Kuartal III 2018, PTRO
membayar bunga US$ 6.0 juta atas pinjaman ini (US$ 8 juta kalau disetahunkan), dimana jika beban bunga tersebut
tidak ada, maka laba PTRO harusnya mencapai US$ 23.8 juta, dan bukannya hanya
US$ 17.8 juta. Ini sedikit tidak adil memang,
jadi kalau Pak Lo Kheng Hong baca tulisan ini, saya titip pesen sama
manajemennya, kalo bisa itu utang segera dilunasi saja lah. Beban bunga US$ 8 juta setahun itu gede banget lho, termasuk pada tahun 2016 lalu PTRO mungkin harusnya masih profit kalau beban bunga ini tidak ada.
Kemudian kedua
masih terkait harga batubara, dimana kalau besok-besok harga batubara turun lebih
lanjut, atau ada sentimen lain lagi setelah pembatasan impor China kemarin,
maka PTRO, seperti juga saham-saham batubara lainnya, akan kembali turun. Dan
mengingat likuiditasnya yang seret, maka PTRO ini bisa gampang banget turunnya
kalau para pemegang sahamnya panik jualan, karena yang pasang bid juga nggak ada.
Tapi yah, disisi
lain kalau sentimen yang keluar nanti malah positif, maka PTRO juga bakal
gampang banget naiknya. Dan diluar fluktuasi jangka pendeknya karena sentimen
bla bla bla, PTRO ini dalam jangka panjang sejak awal 2016 lalu memang naik
terus kok, dimana kenaikannya tersebut selaras dengan perkembangan positif
fundamentalnya (dan memang PTRO ini sudah jadi salah satu favorit penulis ketika itu), jadi kita juga nggak sedang berspekulasi pada saham gorengan
nggak jelas disini. Thus, your call!
PT Petrosea, Tbk
Rating Kinerja
pada Kuartal III 2018: A
Rating saham
pada 1,750: AA
Buletin Analisa IHSG & stockpick saham bulanan
edisi Desember 2018 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya
disini, gratis konsultasi saham untuk member.
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini:
Komentar
Kang Teguh, kalo boleh request lah.. minta diulasin LPPF (Matahari Department Store). Menurut kami LPPF ini capital efficient company yang dihargai cukup murah, murah kali, oleh Mr. Market. Padahal bukan kaleng-kaleng ini perusahaan. Cam mana menurut pandangan Kang Teguh?