Cara Menjadi Happy Investor!
Jika penulis
bertanya, apa atau dimana makanan terenak yang pernah anda makan? Maka setiap
orang tentu punya jawabannya masing-masing, karena selera dan kesukaan tiap
orang berbeda-beda. Namun jika penulis bertanya lagi, dalam kondisi bagaimana
makanan yang kita lahap terasa sangat nikmat dan lezat? Maka kita semua akan
memiliki jawaban yang sama: Dalam
kondisi lapar! Yakni benar-benar lapar, apalagi jika ditambah kondisi capek
setelah melakukan aktivitas fisik. Yep, sebagai penyuka kuliner, penulis bisa
katakan bahwa saya sudah mencoba hampir semua rumah makan populer di Jakarta
dan Bandung, dan beberapa restoran memang punya menu yang lebih enak dibanding
restoran lainnya.
Tapi tahukah
anda, apa makan malam terenak yang pernah saya cicipi? Jawabannya adalah
semangkuk indomie rebus yang masih
panas, yang dimakan di puncak Gunung
Salak yang dingin dalam keadaan lapar (karena memang belum makan sejak pagi
harinya), dan letih setelah mendaki seharian! Indomie rebus itu sedemikian lezatnya
hingga penulis kemudian sengaja beberapa kali mendaki gunung lainnya lagi,
hanya untuk makan mie rebus yang sama lagi. Pertanyaannya, apakah indomie-nya
beda dengan indomie yang biasa kita masak di dapur rumah? Nggak, itu indomie
yang sama kok. Dan apakah indomie itu harganya lebih mahal dibanding menu main course di restoran Italia di hotel
bintang lima? Ah, nggak juga! Sekali lagi, itu cuma mie instant dengan harga
gak nyampe Rp3,000 per bungkusnya, literally
bisa dibeli oleh siapapun.
Jadi apa yang
membuat mi rebus di puncak gunung itu terasa istimewa?? Well, kalau anda pernah
naik gunung juga, maka anda tentu tahu jawabannya: Indomie-nya sih sama saja
dengan yang biasa kita pesan di warung kopi, tapi yang membedakan adalah kondisi kitanya sendiri, yang pastinya
sudah sangat lapar, capek, plus menggigil kedinginan, setelah berjalan kaki
menanjak sejauh sekian kilometer, alias mendaki gunung. Nah sekarang bagaimana
jika kondisi kita adalah sedang duduk santai dirumah, gak lagi capek dan hanya sedang
lapar biasa saja (misalnya karena sudah jam makan siang), lalu anda makan mie
rebus yang sama: Rasanya pasti akan biasa-biasa saja bukan?
Jadi
kesimpulannya, untuk bisa mencicipi makanan yang terlezat, maka anda harus
benar-benar lapar dan capek dulu,
entah itu dengan cara mendaki gunung atau lainnya. Pertanyaannya, apakah merasa
lapar dan capek itu menyenangkan? Jelas tidak! Tidak ada seorangpun di dunia
ini yang suka merasa kelaparan, dan sebagai pendaki amatir, penulis juga selalu
ingat bagaimana rasanya ‘penderitaan’ ketika kita harus terus mendaki menuju
puncak tertinggi, ditambah membawa carrier
yang luar biasa beratnya. Tapi justru segala penderitaan itulah yang menyebabkan makan malam di puncak gunung terasa sangat nikmat, bahkan meski hanya dengan semangkuk mie rebus.
Penulis di puncak Gunung Pangrango, Kab. Bogor, dengan latar belakang Gunung Gede |
‘Semangkuk Mie
Rebus’ di Pasar Saham
Kembali ke pasar modal. Sebagai
investor, kita tentu menginginkan bahwa setiap keputusan jual beli saham
yang dilakukan selalu membuahkan profit, tapi pertanyaannya kemudian, apakah
kita bisa melakukannya? Apakah mungkin bagi seseorang untuk selalu profit dari saham, tanpa pernah rugi satu kalipun?? Meski pertanyaan ini terdengar konyol (karena anda semua tentu sudah
tahu jawabannya: Nggak mungkin,
karena bahkan Warren Buffett sekalipun kalau lagi rugi ya rugi saja), namun
nyatanya ada banyak pelaku pasar modal yang berharap seperti itu: Saya tidak
mau rugi, bahkan meski satu Rupiahpun! Kalau mereka ditanya lagi, kenapa to sampeyan gak mau rugi? Ya karena rugi itu rasanya nggak enak! Memangnya siapa yang mau kehilangan uangnya begitu saja, entah itu di saham atau lainnya?? Problemnya disini
bukan kehilangan duitnya (karena terkadang, ilangnya gak seberapa), tapi timbulnya
rasa kesal, jengkel, baper ketika
uang itu hilang, dan itu bikin kita jadi males ngapa-ngapain.
Nah, kalau anda
termasuk anggota asosiasi investor anti rugi diatas, maka penulis punya satu kabar
buruk, dan dua kabar baik. Kabar buruknya, anda
pasti akan merasakan rugi, kalau bukan karena salah pilih saham maka karena
kondisi pasarnya yang kurang bagus. Contohnya ya tahun 2018 ini, dimana IHSG
ditutup di posisi 6,194, turun 2.5%
dibanding awal tahun, dan kalau kita hitung penurunan IHSG dari posisi
tertingginya yakni 6,689 hingga posisi terendahnya yakni 5,634, maka IHSG sempat
turun total 15.8%, alias cukup
signifikan. Dalam kondisi ini maka meski sebagian investor tetap cuan, namun tentunya banyak juga yang rugi, dan itu tidak menyenangkan, mungkin juga bikin anda capek pikiran (aaand seriously, capek pikiran seperti ini
seringkali malah lebih berat dibanding capek fisik karena mendaki gunung). Lebih dari itu, jika anda sudah
membaca blog teguhhidayat.com ini sejak lama, maka terhitung sejak 2010 lalu
kita sudah mengalami setidaknya tiga
kali koreksi pasar yang berkepanjangan, yakni di tahun 2013, 2015, dan
tahun 2018 ini. Dan harus saya katakan bahwa, dari tiga kali koreksi pasar tersebut,
kesemuanya benar-benar menguras mental, tenaga, pikiran kita sebagai investor,
dimana itu, sekali lagi, rasanya tidak menyenangkan.
Jadi suka atau
tidak, anda pasti akan baper karena saham. Kabar baiknya, pasar tidak selalu
turun, melainkan pada akhirnya akan naik
lagi. Sehingga asalkan kita konsisten berinvestasi dengan cara-cara yang benar,
maka pada tahun-tahun yang sulit kita mungkin akan rugi, tapi kita akan kembali
profit ketika pasar akhirnya pulih. Yep, diluar tahun 2013, 2015, dan 2018,
maka IHSG selalu naik, dan meski kedepannya IHSG tentunya akan turun lagi pada
tahun-tahun tertentu, tapi di tahun-tahun lainnya pasar akan naik. In fact,
jika kita lihat lagi pergerakan IHSG sejak tahun 1997, maka IHSG selalu naik dan turun silih berganti
setiap tahunnya, namun dengan urutan yang acak (jadi kadang turunnya dua tahun berturut-turut,
kadang cuma setahun). Data selengkapnya sebagai berikut:
Year
|
Growth (%)
|
Year
|
Growth (%)
|
1997
|
-44.3
|
2008
|
-50.6
|
1998
|
-0.9
|
2009
|
87.0
|
1999
|
70.1
|
2010
|
46.1
|
2000
|
-38.5
|
2011
|
3.2
|
2001
|
-5.8
|
2012
|
12.9
|
2002
|
8.4
|
2013
|
-1.0
|
2003
|
62.8
|
2014
|
22.3
|
2004
|
44.6
|
2015
|
-12.1
|
2005
|
16.2
|
2016
|
15.3
|
2006
|
55.3
|
2017
|
20.0
|
2007
|
52.1
|
2018
|
-2.5
|
Itu kabar baik
pertama. Kabar baik kedua-nya adalah, ketika kita akhirnya profit lagi setelah
sebelumnya rugi, maka secara psikologis, rasanya
akan lebih menyenangkan dibanding jika kita sebelumnya profit terus, dan
penulis sendiri sudah mengalaminya berkali-kali: Itu bisa bikin kita segeeerrr
secara jasmani dan rohani! 😊 Yep, jadi sama seperti mie rebus yang kalau kita makan dalam
kondisi tidak terlalu lapar, maka rasanya akan biasa-biasa saja, tapi beda
ceritanya ketika kita makan mie rebus itu di puncak gunung setelah letih
mendaki seharian: Rasanya lebih uenak dibanding masakannya Gordon Ramsay
sekalipun! Demikian pula profit yang diperoleh setelah sebelumnya nyangkut,
maka profit itu akan terasa lebih ‘lezat’ dibanding biasanya.
Dan penulis kira
inilah salah satu alasan kenapa para value investor legendaris di seluruh dunia
rata-rata berusia panjang (Note: Warren Buffett tahun ini sudah 88 tahun, dan
masih sehat walafiat): Itu adalah karena mereka senantiasa happy, dan itu justru karena setiap beberapa
waktu sekali, pasar saham terasa lebih ‘menantang’ dibanding biasanya. Sekarang
bayangkan jika seorang investor selalu profit tanpa pernah rugi sekalipun (meski
pada kenyataannya ini gak mungkin, tapi gpp bayangkan saja), maka itu sama
seperti orang super-kaya yang kemana-mana naik pesawat jet pribadi dan setiap
harinya menjalani gaya hidup mewah tanpa pernah sekalipun makan di warteg, namun
semua kemewahan itu terkadang malah bikin dia jadi bosan
dan tidak bahagia lagi bukan?? Penulis sendiri sangat happy menjalani kehidupan sehari-hari saya saat ini, dan itu adalah karena di
tahun 2009 – 2010 saya pernah berada dalam kondisi harus masak sendiri di kamar
kost, atau kemana-mana jalan kaki alih-alih naik kendaraan umum, agar uang gaji
bulanan ketika itu masih ada sisanya untuk ditabung.
Jadi kalau saja penulis tidak pernah mengalami kondisi diatas, maka saya tidak akan menikmati kondisi sekarang ini karena saya tidak akan tahu apa bedanya.
Demikian pula kalau anda gak pernah rugi atau nyangkut, maka anda tidak
akan mengerti gimana nikmatnya cuan. Ingat ini: Happiness is like food: To really enjoy it, you must be hungry first. So to be happy and comfort, one must know what suffering is like.
Beruntung, dalam berinvestasi anda tidak akan selalu profit melainkan juga sesekali rugi, namun justru disitulah sumber kebahagiaan seorang investor karena perjalanan karier-nya tidak pernah ‘datar-datar’ saja, melainkan selalu penuh cerita dan drama yang terkadang lebih seru dibanding sinetron di Indosiar! So if you want to be happy, be an investor!
Beruntung, dalam berinvestasi anda tidak akan selalu profit melainkan juga sesekali rugi, namun justru disitulah sumber kebahagiaan seorang investor karena perjalanan karier-nya tidak pernah ‘datar-datar’ saja, melainkan selalu penuh cerita dan drama yang terkadang lebih seru dibanding sinetron di Indosiar! So if you want to be happy, be an investor!
Selamat Tahun Baru
2019! Terima kasih sudah menjadi pembaca setia TeguhHidayat.com selama ini 😊, selanjutnya bagaimana harapan anda untuk tahun 2019 nanti??
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini:
Komentar
Saya teratrik sewaktu pak teguh menyebut asosiasi investor. Apakah asosiasi ini benar2 ada di bursa saham indonesia? bagaimana cara bergabung disana?
Membaca tulisan di atas mengingatkan saya akan masa sulit sewaktu remaja di tahun 80 an. Di kala itu, makan martabak atau bakpau adalah kemewahan yg sangat nikmat, yg kenikmatan nya tidak pernah saya rasakan sekarang ini lagi. Waktu itu, selain jarang, jatah martabak atau bakpau kalaupun ada, hanya sepotong seorang, mengingat jumlah anggota keluarga yg besar. Sekarang ini dengan jumlah anggota keluarga yg kecil, 1 loyang martabak malah bikin eneg.
Pelajaran yg saya dapatkan dari situasi di atas adalah setiap momen kehidupan ada nikmat nya. Di kala sulit, kita menikmati pelajaran bersabar, bertekun, tidak menyerah dan. Kalau beli saham lalu harganya turun, Pastikan utk belajar dimana letak kesalahannya sewaktu menganalisa. Pada ada banyak pelajaran penting. Lama2 akan makin mahir bermain di jet coaster pasar saham. itulah yg saya lakukan selama sekitar 10 tahun di "permainan" ini sehingga di tahun yg sulit ini sekalipun, overall masih profit. Ciptakanlah jurus2 Anda sendiri setelah berguru ke bro Teguh yg sdh tulus membagikan ilmunya. Belajar juga ke guru yg lain ( baca buku, blog, YouTube saham ). Kalau sdh mulai konsisten untung, bagikan sebagian utk mereka yg kekurangan, itu satu lagi pengalaman yg sangat nikmat dan bisa dinikmati seumur hidup jika rajin berbagi