Prospek IPO Duck King
Kalau penulis
menyebut nama PT Jaya Bersama Indo, mungkin anda tidak tahu itu perusahaan apa.
Tapi kalau kita sebut Restoran Duck King, maka kemungkinan anda ‘ngeh nama
tersebut, apalagi jika anda adalah pecinta kuliner seperti penulis. Yup,
Restoran Duck King adalah jaringan rumah
makan spesialis menu oriental yang cukup populer di kota-kota besar seperti Jakarta,
Bandung, hingga Surabaya, karena mereka memiliki gerai di banyak mall-mall
besar di kota-kota tersebut. Dan kenapa mereka bisa punya banyak gerai
sekaligus? Ya karena memang makanan disitu enak, sehingga pelanggan setianya ada banyak. Penulis sendiri bisa katakan bahwa, sebagai penyuka dimsum dan nasi hainan, saya sudah mencoba hampir semua restoran chinese di mall-mall
di Jakarta, tapi hanya di Duck King yang saya kemudian jadi langganan.
Dan karena
perusahaan pemilik jaringan restoran Duck King ini kemudian melantai di bursa,
maka jadilah sahamnya menarik untuk dianalisa. Okay, kita coba pelajari lagi
perusahaannya dari awal.
PT Jaya Bersama Indo
(DUCK) baru didirikan pada tahun 2013 sebagai perusahaan holding dari beberapa
anak usaha di bidang usaha pengelolaan restoran Duck King, namun restoran Duck
King itu sendiri pertama kali dibuka di Senayan Trade Center, Jakarta, pada
tahun 2003. Restoran pertama itu sukses besar hingga pemiliknya, masih di tahun
yang sama, segera membuka restoran kedua, ketiga, dan seterusnya di wilayah
Jabodetabek, termasuk membuka satu gerai restoran di Surabaya pada tahun 2004.
Di tahun-tahun selanjutnya Grup Duck King terus membuka gerai baru di banyak
lokasi berbeda, hingga akhirnya perusahaan memiliki lima nama/merk gerai
berdasarkan jenis menu dan tingkat kemewahan restorannya, yakni 1. The Duck
King, 2. The Grand Duck King, 3. The Grand Duck King Signatures, 4. Imperial Chef, dan 5. The Duck King Noodle. Terakhir pada tahun 2017, DUCK
mengakuisisi 4 gerai restoran Fook Yew di Jakarta. Saat ini DUCK totalnya
memiliki dan mengoperasikan 31 gerai restoran di 9 kota di Indonesia, belum
termasuk jaringan restoran Fook Yew diatas, dimana itu mengukuhkan perusahaan
sebagai grup restoran chinese food untuk konsumen menengah keatas terbesar di Indonesia.
Dan dari dana hasil IPO-nya, perusahaan berencana untuk menambah beberapa gerai
baru termasuk membuka restoran di Vietnam, Kamboja, dan Myanmar. Dengan asumsi
selera orang disana terhadap masakan chinese kurang lebih sama seperti disini,
maka seharusnya DUCK juga bakal sukses besar dengan gerai-gerai barunya
tersebut.
Salah satu kunci
kesuksesan DUCK dalam mengembangkan jaringan restorannya adalah kemampuan
perusahaan dalam menyajikan masakan chinese tanpa menyertakan menu non-halal/babi
(untuk The Duck King dan The Grand Duck King) namun dengan citarasa yang tetap
otentik. Hal ini berbeda dengan restoran chinese food lainnya yang rata-rata masih
menyediakan menu non-halal, sedangkan kita tahu bahwa masyarakat Indonesia
adalah mayoritas muslim, sehingga isu halal ini menjadi penting. Meski demikian
DUCK tetap melakukan diversifikasi: Untuk restoran Imperial Chef juga
menyediakan menu non-halal, dan gerainya berlokasi di daerah yang terdapat
banyak warga nonmuslim.
Nah, setelah membaca
prospektusnya, berikut adalah beberapa keunggulan DUCK yang membuat sahamnya
bisa dipertimbangkan.
1.
Sejak dulu, bisnis kuliner adalah salah satu bisnis yang paling
menguntungkan terutama untuk negara dengan penduduk besar seperti Indonesia,
dimana syarat sukses sebuah restoran hanya satu: Citarasa menu yang enak dan
disukai masyarakat. Dan DUCK memiliki syarat tersebut.
2.
Posisi DUCK saat ini sudah merupakan market leader di Indonesia di
bidang restoran chinese food, dimana jumlah gerai yang dimiliki perusahaan juga
meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
3.
Merk ‘Duck King’ sudah sangat dikenal di masyarakat perkotaan sebagai jaringan
restoran chinese, lebih terkenal dibanding katakanlah Ta Wan, Din Tai Fung,
Crystal Jade, Paradise Dynasty, dst.
4.
Berbeda dengan jaringan restoran chinese food lainnya, DUCK dengan slogannya
‘no pork, no lard’ (tidak menggunakan daging dan lemak babi, kecuali untuk
Imperial Chef) sukses membuat restorannya selalu dipenuhi pengunjung, yang 70%
merupakan muslim.
5.
Dengan 5 merk restorannya, plus Fook Yew yang baru diakuisisi, kini
DUCK menjangkau semua lapisan konsumen mulai dari menengah kebawah, menengah
keatas, hingga VVIP. Ini berbeda dengan jaringan restoran lainnya yang kalau nggak
menyasar segmen menengah kebawah, ya menengah keatas.
6.
Perkembangan teknologi termasuk munculnya aplikasi pengiriman makanan seperti
Go-Food, Grab-Food dst semakin memperluas pangsa pasar perusahaan, dimana kini
konsumen yang hendak makan bebek peking panggang namun males datang ke restoran
(misalnya karena macet), tetap bisa memesan menu bebek tersebut dari rumah atau
kantor.
7.
DUCK benar-benar menggunakan dana hasil IPO-nya untuk ekspansi hingga
keluar negeri. Dan karena saat ini DUCK baru memiliki restoran di 9 kota besar
di Indonesia, maka perusahaan masih memiliki ruang yang lebar untuk membuka
gerai-gerai baru, entah itu stand-alone atau di mall.
Namun diluar ketujuh
point diatas, berikut adalah beberapa poin yang juga harus anda pertimbangkan.
Pertama, meski jaringan restoran Duck King sudah ada sejak tahun 2003, namun
karena PT Jaya Bersama Indo itu sendiri baru berdiri tahun 2013, maka perusahaan
belum memiliki track record kinerja yang cukup panjang (di prospektusnya hanya
ada catatan kinerja tahun 2015 – 2017, dan bahkan belum ada laporan keuangan
untuk Kuartal II 2018), dan itupun kinerjanya kurang bagus: Laba DUCK di tahun
2017 tercatat Rp72 milyar, turun dari tahun 2016 sebesar Rp89 milyar.
Kemudian kedua, meski
memiliki citarasa menu yang enak sehingga perusahaan memiliki banyak pelanggan
setia, namun sebagian besar konsumen DUCK adalah dari segmen menengah keatas,
karena memang harga makanan disitu nggak murah, minimal Rp100 – 150,000 per
orang sekali makan. Hal ini menyebabkan DUCK tidak akan bisa se-ekspansif
katakanlah Solaria, KFC, Pizza Hut, atau jaringan restoran lainnya yang harga
menunya lebih terjangkau, melainkan hanya bisa buka cabang di mall besar di
kota besar. Kinerja keuangan DUCK juga praktis lebih rentan terhadap risiko
penurunan daya beli masyarakat, dimana kalau ekonomi melambat maka orang tentunya
bakal tetep makan di warteg, tapi mungkin bakal mikir-mikir kalau mau makan
disana. Terkait hal ini DUCK memang sudah mengakuisisi restoran Fook Yew untuk
menjangkau konsumen menengah kebawah, tapi so far kontribusinya baru 6% dari
total pendapatan perusahaan.
Nevertheless, dengan
kembali mempertimbangkan poin-poin analisa diatas yang menyebabkan DUCK ini prospektif,
maka sahamnya secara umum tetap menarik, terutama karena penulis tidak
menemukan tanda-tanda yang mencurigakan seperti IPO Garudafood yang sudah kita
bahas sebelumnya (baca lagi ulasannya
disini), dan terutama karena penulis beranggapan bahwa, asalkan perusahaan
bisa konsisten menjaga citarasa menu restorannya selama ini (karena kadang ada
juga restoran yang dulunya enak, eh kesininya jadi gak enak lagi), dan Indonesia
tidak mengalami konstraksi ekonomi yang serius, maka gerai-gerai baru yang akan
dibangun nanti juga bakal ramai dipenuhi pengunjung, sehingga DUCK memiliki
prospek jangka panjang yang cerah.
Lalu bagaimana
dengan valuasi sahamnya?
Di IPO-nya, DUCK
melepas 403 juta lembar saham baru untuk publik, yang mencerminkan 34.4% modal
ditempatkan dan disetor perusahaan, pada harga Rp505 per saham, sehingga perusahaan akan memperoleh tambahan
ekuitas Rp259 milyar. Karena ekuitas DUCK sebelum IPO (per akhir 2017) adalah Rp318
milyar, maka setelah IPO angkanya naik menjadi Rp577 milyar. Karena jumlah
saham DUCK setelah IPO (termasuk menghitung saham employee stock allocation)
adalah 1,173.8 juta lembar, maka book value-nya adalah Rp577 milyar /
1.2 milyar lembar saham, sama dengan Rp491 per saham. Maka PBV-nya 505 / 491 = 1.02 kali. Well, surprise sodara-sodara,
ternyata harga IPO-nya terbilang murah, malah
murah banget kalau mempertimbangkan power of brand ‘Duck King’ yang
dimiliki perusahaan. Dan dalam hal ini juga penulis agak bingung: Bukannya
sebelumnya dikatakan bahwa DUCK menetapkan harga IPO-nya di rentang 1,550 – 1,950
per saham? Kenapa sekarang malah turun drastis jadi cuma 505 per saham? Ini
penjamin emisinya kagak pinter jualan apa gimana?
Tapi apapun itu,
sayangnya DUCK sudah akan melantai di bursa pada tanggal 10 Oktober ini, jadi
sudah telat kalau anda mau ikut book building-nya sekarang. Dan dengan
jumlah saham untuk publik hanya 403 juta lembar, maka penulis juga ragu kalau
ada banyak investor publik yang kebagian jatah; kemungkinan yang makan masih owner-nya
juga. Thus, ada kemungkinan sahamnya bakal digoreng seperti saham-saham
IPO sebelumnya. Tapi kalau anda, entah gimana caranya, bisa beli DUCK ini pada
harga yang tidak terlalu berbeda dengan harga perdananya yakni 505, maka anda berpeluang
untuk cuan lumayan. Satu hal lagi: Selain menerbitkan saham baru untuk publik
melalui IPO, DUCK juga akan menerbitkan saham baru untuk management-nya sendiri
(EMSOP) secara bertahap hingga dua tahun kedepan setelah tanggal IPO-nya, dalam
jumlah yang cukup besar yakni 117 juta lembar. Yang itu artinya, saham DUCK di
pasar normalnya akan naik lumayan dalam dua tahun tersebut, sehingga saham baru
yang diterbitkan nanti untuk diambil para direksinya bakal langsung membuat si
direktur cuan, minimal diatas kertas.
Anyway, seperti yang
disebut diatas, penetapan harga IPO yang kelewat murah ini justru bikin penulis
jadi bingung; Apa ada sesuatu yang kelewat dalam hitung-hitungan diatas? Dan
apakah ini karena saham Sarimelati Kencana (PZZA), yang juga perusahaan restoran
dalam hal ini restoran Pizza Hut, belakangan cenderung turun lagi? Ataukah harga
murah itu karena pasarnya memang lagi bearish? Well, apapun itu, mari
kita lihat saja bagaimana perkembangan harga sahamnya mulai hari Rabu ini,
tanggal 10 Oktober.
PT Jaya Bersama Indo, Tbk (DUCK)
Rating Kinerja pada
2017: A
Rating saham pada
505: AA
Buletin Analisis
Pasar/IHSG dan stockpick saham bulanan edisi Oktober
2018 sudah terbit! Anda bisa langsung memperolehnya
disini, gratis konsultasi tanya jawab saham untuk member.
Jadwal Kelas Investasi Saham: Value Investing Pension Class, Cara Investasi Saham Berdasarkan Metode Value Investing u/ Persiapan Dana Pensiun. Surabaya, Sabtu 27 Oktober 2018. Info selengkapnya baca disini.
Jadwal Kelas Investasi Saham: Value Investing Pension Class, Cara Investasi Saham Berdasarkan Metode Value Investing u/ Persiapan Dana Pensiun. Surabaya, Sabtu 27 Oktober 2018. Info selengkapnya baca disini.
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini:
Komentar
https://tinyurl.com/duckingresto
Apakah ada yang bisa bantu menjelaskan kira-kira kenapa angka piutang usaha Rp 145 miliar rasanya agak aneh jika dibandingkan dengan pendapatan bersih Rp 538 miliar? Bukannya business model restoran-restoran ini lebih banyak cash payment?
Begitu pula dengan angka piutang lain-lain Rp 126 miliar juga rasanya agak aneh. Jadi total kedua bentuk piutang ini Rp 270 miliar sangat besar jika dibandingkan dengan total aset Rp 529 miliar. Dan catatan laporan keuangan soal ini tidak membahas lebih detil sejarah dan siapa yang disebut pihak ketiga yang diberikan piutang besar tersebut.
Jika ditelusuri lanjut, ada catatan perihal pengampunan pajak di tahun fiskal 2015 yang besarnya Rp 192 miliar. Kemana angka ini dicatat di accounting perusahaan? Sebagian besar ke piutang di atas, mungkin?
Fellow value investor
Rasanya kedua restoran itu berbeda pemiliknya.
Terima kasih.
mesti lihat laporan keuangan lengkapnya dan di keterangannya dan definisi, nah kalo kata yang ahli justru laporan keuangan itu seninya dan tipuannya itu di keterangannya dan definisinya :D