Sharing Pengalaman: Pak Joeliardi Sunendar

Sebagai investor, ada satu ‘aset’ yang menurut penulis sangat berharga untuk dimiliki, namun sekaligus sangat sulit untuk diperoleh: Kesempatan untuk berdiskusi langsung dengan investor yang lebih senior. Berharga, karena dari mereka-lah kita bisa memperoleh sharing pengalaman, pencerahan, dan nasihat-nasihat penting, dimana itu semua sangat dibutuhkan dalam kegiatan berinvestasi itu sendiri. Namun kesempatan ini juga sulit untuk diperoleh, mengingat investor senior yang sudah berinvestasi di pasar saham sejak tahun 80-an atau 90-an (BEI itu sendiri baru buka lagi tahun 1977), dan masih aktif berinvestasi sampai sekarang, itu jumlahnya tidak banyak. Dan kalaupun ada maka biasanya mereka low profile dan cenderung tertutup, yang jangankan ditemui, untuk ditelpon saja susahnya setengah mati (dan actually penulis sendiri juga begitu, karena untuk bisa berinvestasi dengan baik dan benar, maka anda harus menghindari hiruk pikuk pasar, alias pergi menyendiri ke satu tempat yang tidak ada sinyal internet).

Jadi ketika penulis memperoleh jadwal makan siang dengan Bapak Joeliardi Sunendar, seorang (value) investor aktif yang sudah berpengalaman sejak awal tahun 90-an, maka penulis tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, dan saya juga akan men-sharing kembali hasil diskusinya disini. Tapi sebelum itu mari kita lihat dulu profil dari Pak Joel.

Joeliardi Sunendar merupakan alumni Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, lulus pada tahun 1981, dan semasa kuliah sudah aktif mengajar sebagai asisten dosen. Kemudian beliau bekerja di Ernst & Young sebagai auditor, lanjut ke PT Total Indonesie sebagai supervisor, Johnson & Johnson Indonesia sebagai chief accountant, dan Intercon Enterprise sebagai finance manager. Sukses meniti karier sebagai profesional di bidang keuangan, karier Pak Joel sebagai entrepreneur dan investor dimulai pada tahun 1988, ketika ia bersama rekan-rekannya mengakuisisi perusahaan leasing dengan nama PT Perdana Finance, dan menempati posisi komisaris. Di tahun yang sama Pak Joel mengakuisisi PT Bank Putera, dan menempati posisi presdir, dan juga mulai berinvestasi di pasar saham, terutama di Amerika Serikat. Tahun 1994, Pak Joel menjual Bank Putera ke Grup Texmaco, dan setelah itu beliau lebih banyak berinvestasi di saham saja. Selain menjadi investor, Pak Joel juga banyak menerbitkan tulisan-tulisan tentang investasi saham, dan aktif menjadi pembicara di banyak forum investasi diluar negeri. Pak Joel saat ini berstatus sebagai salah satu pemegang saham Berkshire Hathaway (BRK), perusahaan investasi milik Warren Buffett.


Penulis bersama Pak Joeliardi

Nah, karena Pak Joel sejak awal memiliki passion untuk menulis dan memberikan edukasi (beliau sudah mengajar sejak semasa kuliah), maka beliau adalah satu dari sedikit investor senior di Indonesia yang tidak hanya sarat pengalaman, tapi juga mampu menuangkan pengalamannya tersebut dalam bentuk tulisan maupun speech yang enak dibaca dan didengar, dan juga mudah dipahami. Sejak beberapa tahun terakhir Pak Joel banyak menulis di forum Stockbit.com, dan juga mengisi seminar yang dipromosikan melalui Sahamku.id. Dalam waktu dekat beliau juga akan menerbitkan buku, yang merupakan kumpulan dari tulisan-tulisannya di Stockbit.

Okay, lalu Pak Teguh, jadi sharing apa saja yang kemarin panjenengan dapet dari Pak Joel? Well, actually banyak banget yang beliau sampaikan, dimana kita diskusi beberapa saham mulai dari yang populer seperti Bank BRI, Ultrajaya, Unilever, hingga yang aneh-aneh seperti Indika Energy, Polychem, dan Modern Internasional. Karena, you know, kalau penulis sendiri sharing pengalaman dengan investor junior dimana ia antusias mendengarkan, serta mampu memahami apa yang disampaikan dengan baik, maka penulis juga jadi enjoy ngobrolnya. Nah, dalam hal ngobrol dengan Pak Joel, maka penulis-lah yang menjadi ‘junior’ tersebut.

Namun jika disimpulkan, ada tiga point penting yang disampaikan oleh Pak Joel, yang surprisingly seperti mengajak kita semua, para investor newbie, untuk lebih bersemangat berinvestasi karena sebenarnya, kita punya peluang memperoleh profit yang justru lebih baik dibanding investor kelas kakap. Okay, langsung saja.

Kelebihan Investor Ritel, Analisa Sederhana, dan Pengalaman Ketika Terjadi Krisis

Pertama, tentang bagaimana investor ritel dengan dana terbatas, mereka justru memiliki banyak keistimewaan yang tidak dimiliki oleh investor institusi. Contoh, tidak hanya mereka bisa lebih ‘lincah’ dalam melakukan jual beli saham, mereka juga tidak dibatasi oleh peraturan-peraturan tertentu yang menyebabkan kinerja portofolio menjadi tidak optimal. Misalnya, kita tahu bahwa BRK memegang saham Coca Cola (KO) senilai lebih dari US$ 15 milyar. Nah, karena BRK merupakan perusahaan publik, maka jika Buffett mulai keluar dari KO, itu harus diumumkan. Dan bisakah anda bayangkan bagaimana dampaknya terhadap saham KO itu sendiri di market, ketika keluar pengumuman bahwa BRK menjual sahamnya? Sedangkan BRK sendiri memegang KO dalam jumlah yang amat sangat besar, yang tidak mungkin bisa langsung habis dijual bahkan dalam waktu beberapa bulan. In this case, meski Buffett sebenarnya melihat banyak peluang investasi yang mungkin lebih baik dibanding KO, namun ia mau tidak mau harus menggunakan dana yang lain, karena ia tidak mungkin keluar dari KO. Lebih detil soal ini sudah disampaikan disini.

Karena itulah, dalam annual letter-nya di tahun 2015, Buffett mengatakan bahwa kinerja BRK dalam persentase profit tahunan (bukan dalam Dollar) di masa yang akan datang tidak akan sama dengan apa yang sudah dicapai sejak 50 tahun sebelumnya, yakni sekitar 19.0% per tahun, melainkan kemungkinan bakal kurang dari itu. Hal ini karena, dengan semakin membesarnya aset yang dipegang BRK, maka semakin sulit pula untuk ‘memutarnya’ sehingga bisa dihasilkan profit yang optimal. FYI, per 30 Juni 2018, BRK memegang aset total US$ 711.9 milyar, atau sekitar 6 kali lipat nilai APBN Indonesia di tahun 2018. Jadi jangankan 15 – 20%, untuk bisa mencatat profit 1 – 2% saja maka artinya BRK harus menghasilkan belasan milyar Dollar bukan?

Jadi percaya atau tidak, beruntunglah kita yang hanya mengelola dana ‘ala kadarnya’, dimana secara teori, harusnya lebih mudah bagi kita untuk menghasilkan kinerja yang satisfactory. Memang, investor institusi yang besar-besar juga punya beberapa kemudahan yang tidak dimiliki investor ritel, seperti akses informasi yang lebih baik, dan akses untuk mengelola perusahaan (jika si investor membeli sebuah saham secara mayoritas). However, kemudahan yang dimiliki investor ritel tetap lebih banyak, termasuk keputusan-keputusan investasi terbaik yang pernah dibuat oleh Warren Buffet adalah justru ketika ia hanya membeli saham sebuah perusahaan secara minoritas, alias sama seperti yang dilakukan investor ritel, dan bukannya investasi lainnya dimana ia mengakuisisi sebuah perusahaan.

Kedua, investasi saham itu jauh lebih simpel/sederhana dibanding kelihatannya, dimana cara menghitung untuk menentukan apakah sebuah saham berfundamental bagus atau tidak, dan apakah harga belinya murah atau mahal, itu sebenarnya tidak jauh berbeda dengan perhitungan yang diajarkan di matematika sekolah dasar! Yep, Pak Joel memberikan ilustrasi, di Amerika Serikat pernah diadakan suatu penelitian dimana anak-anak sekolah dasar diberikan rekening virtual/simulasi, kemudian mereka diminta untuk memilih saham-saham yang mereka sukai, dan mereka memilih saham Walt Disney, Nike, dst, yang rata-rata merupakan perusahaan populer, kemudian didiamkan saja selama beberapa tahun. Hasilnya, kinerja investasi dari anak-anak ini justru secara signifikan lebih baik dibanding para fund manager profesional di perusahaan-perusahaan asset management terkemuka. Padahal, berbeda dengan para fund manager ini yang menggunakan banyak sekali perhitungan rumit dalam memilih saham mereka, anak-anak tadi hanya diberikan pengetahuan dasar analisa fundamental seperti cara menghitung ROE, debt to equity ratio, PER, dan PBV (dan kalau anda baca lagi buku penulis yang berjudul Value Investing: Beat The Market in Five Minutes!, maka ya memang cuma angka-angka itu saja yang penulis bahas disitu, dan kita sama sekali gak pernah pake DCF, WACC, dividend discount model bla bla bla).

Pak Joel menambahkan, ‘Investasi saham itu sebenarnya sangat sederhana, namun ada banyak profesional di bidang ini yang dengan sengaja membuatnya tampak rumit untuk orang awam. Tujuannya adalah agar mereka menjadi tampak pintar, dan alhasil orang mau membayar mahal hanya untuk mendengarkan nasihat mereka.’ Well said Sir!

However, pertanyaan yang kemudian timbul adalah, kalau memang investasi saham itu (harusnya) lebih mudah bagi investor ritel, dan untuk menganalisanya juga tidak serumit yang digambarkan oleh para analis, maka kenapa banyak sekali investor ritel yang merugi? Jika memang benar bahwa investasi saham, jika berdasarkan kaidah value investing, adalah dengan memilih saham dengan ROE tinggi, DER rendah, PER rendah, dan PBV rendah, maka kenapa saham-saham yang saya pikir sudah memenuhi semua kriteria tersebut, ternyata tetap saja malah turun setelah saya membelinya? Dan bagaimana dengan krisis ekonomi, market crash, Rupiah anjlok bla bla bla??

Nah, dalam hal ini Pak Joel kemudian menambahkan, ‘Cara menganalisis saham, seperti yang sudah disebut diatas, sebenarnya mudah saja. Tapi ketika harga saham mengalami naik turun, terjadi volatilitas pasar, hingga adanya peristiwa pasang surut ekonomi, maka barulah kemampuan setiap investor berbeda-beda dalam menghadapinya. Dan biasanya mereka yang sudah pernah mengalami kondisi terburuk-lah, yang kemudian mampu berinvestasi dengan lebih baik lagi. Saya pribadi sudah pernah mengalami krisis 1998, dan mampu bertahan, dan itu saja perbedaan saya dengan investor-investor lain yang lebih junior. Bagi saya, fluktuasi pasar yang terjadi setelah tahun 1998 itu sama sekali tidak ada apa-apanya/bisa kita abaikan, jadi saya bisa tetap katakan bahwa investasi saham itu mudah dan sederhana.’

Jadi kesimpulannya untuk poin ketiga adalah, yep, investasi saham itu relatif lebih mudah bagi investor ritel, dan cara menganalisanya pun sebenarnya sangat sederhana. Namun untuk bisa menghasilkan kinerja portofolio yang memuaskan, maka yang selanjutnya dibutuhkan adalah pengalaman, lebih spesifik-nya lagi adalah pengalaman ketika terjadi market crash! Atau bahkan pengalaman ketika terjadi krisis ekonomi. Soal pentingnya pengalaman, penulis sudah banyak mengulasnya di artikel-artikel di blog ini. Namun tentang ‘pengalaman ketika terjadi market crash’, maka penulis belum pernah mengulasnya secara spesifik, karena terus terang saja, saya baru ngalamin koreksi pasar tahun 2013 dan 2015, yang tentunya tidak separah market crash di tahun 2008 dan 1998 (di tahun 2008 penulis masih pusing revisi skripsi, dan di tahun 1998 saya masih SMP kelas satu dan belum ngerti apa itu ‘emiten’).

Anyway, mudah-mudahan next time Pak Joel bisa berbagi pengalaman beliau ketika terjadi krisis 1998 dulu, dimana terjadi bank rush, Rupiah jatuh, hingga pecah kerusuhan yang memakan korban jiwa. Beruntung, karena seperti yang disampaikan diatas, Pak Joel memiliki passion dalam hal mengajar, maka dalam waktu dekat ini beliau bersama penulis akan menyelenggarakan seminar, termasuk seminar melalui video Youtube yang bisa anda tonton kapan saja dan dimana saja, dan tentunya secara gratis. Well, mudah-mudahan semuanya lancar, karena memang nulis itu gampang, tapi kalo bikin video maka itu agak ribet. Just stay tune.

Okay, untuk minggu depan kita akan update soal kurs Rupiah.

Buletin analisa IHSG & stockpick saham bulanan edisi September 2018 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini, gratis konsultasi/tanya jawab analisa saham dan konsultasi portofolio untuk member.

Penulis membuat rekaman seminar value investing: Basic and Advanced, yang bisa anda dengarkan sendiri dirumah, masing-masing berdurasi 4.5 jam. Dan anda bisa memperolehnya disini.

Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini: Instagram

Komentar

Troy Richardo Mulyono mengatakan…
pak Joeliardi Sunendar stockbit accountnya namanya apa ya pak
Anonim mengatakan…
tulisan pak joel di stokbit panjang2 banget
jadi ngga sabar liat tulisannya di bukukan
saya jadi inget salah satu narasi dari film tentang wallstreet
"orang2 itu senang menggunakan istilah2 yang seolah-olah cuma mereka yang tahu, seolah-olah cuma mereka yang bisa menerjakan. akibatnya membuat orang awam seperti kita yang awalnya antusias dan ingin tahu menjadi tidak peduli lagi dan menyerahkan segalanya kepada mereka"
Unknown mengatakan…
mantap di tunggu video2nya pak
Sagala mengatakan…
Terimakasih pak teguh dn pak joe, atas sharing pengalamannya yg tentunya sangat berharga buat kami yg lebih junior
Untouchable Investor mengatakan…
semangat suhu! 💪
One More Trade mengatakan…
Salut sama kata-kata mutiara ini. Matematika yang saya pelajari dulu waktu duduk di bangku kuliah (ilmu ekonomi) itu jauh lebih advanced dibandingkan hitungan yang saya pakai dalam analisia saham sekarang. Simple is best IMHO.
Fauzan Azis mengatakan…
Tertarik untuk membedah fundamental Garuda Food yang mau IPO pak? sebagai salah satu saham consumer sejenis UNVR atau MYOR sepertinya menjanjikan
Karim Woods mengatakan…
itu cewe di foto anaknya pak joeliardi? :D
ihsanul arifin mengatakan…
Js76115
Unknown mengatakan…
maaf pak teguh, ini akun instagramnya kok ga ada ya pak?

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?