Saham-Saham Yang Aman u/ Pensiun?
Ketika penulis lulus
SMU, tahun 2003 lalu, ibu di rumah berpesan bahwa kalau bisa kamu masuk STPDN (yang
sekarang berubah menjadi IPDN, atau Institut Pemerintahan Dalam Negeri), atau
masuk STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara). Alasannya adalah, pertama, sekolah
disitu katanya gratis, dan itu sangat menarik mengingat orang tua penulis
ketika itu tidak cukup mampu untuk mengkuliahkan putra mereka ke universitas.
Dan kedua, lulusan IPDN dan STAN juga dikatakan dijamin akan memperoleh pekerjaan
sebagai abdi negara, alias PNS. Dan apa menariknya kalau kita jadi PNS? Well, dengan
menjadi PNS maka kita otomatis menerima jaminan
keamanan finansial, termasuk kita akan tetap menerima tunjangan dari
negara, bahkan ketika nanti kita sudah tidak bekerja lagi, alias pensiun.
Sayangnya
penulis tidak cukup qualified untuk diterima di kedua perguruan tinggi
tersebut (saya langsung gagal di tes awal), namun beruntung saya masih diterima
di Unpad, yang ternyata biayanya gak semahal yang diperkirakan sebelumnya
(waktu itu SPP-nya cuma Rp375,000 per semester, thanks to government!). Namun
ketika penulis lulus kuliah tahun 2008, maka sekali lagi ibu mendorong penulis untuk
ikut CPNS, dan saya pun mematuhinya. Tapi lagi-lagi, saya langsung gagal di
tes-tes awal. I don’t know, tapi ketika beberapa orang mungkin sangat baik
dalam hal menghafal dan kemudian mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas
kertas, maka penulis sama sekali tidak punya kemampuan tersebut.
Pada akhirnya,
penulis justru masuk ke dunia yang sama sekali tidak menawarkan financial
security seperti halnya kalau kita menjadi PNS, melainkan malah sebaliknya:
Di dunia yang katanya ‘kejam’ ini, seseorang bisa dengan mudah kehilangan tabungan
yang sudah mereka kumpulkan dengan susah payah, hasil dari bekerja keras selama
bertahun-tahun, karena merugi besar-besaran. Bagi kebanyakan orang, dunia yang
disebut diatas tidak lebih dari arena
judi, dimana mereka yang meraup keuntungan hanya sekedar lebih beruntung
dibanding mereka yang menderita kerugian. Yup, dunia tersebut adalah dunia pasar modal, atau pasar saham.
Sepanjang sekian tahun karier penulis di belantara pasar saham ini, sudah tidak
terhitung berapa banyak orang yang coba-coba masuk kesini, tapi hanya sedikit
dari mereka yang bertahan. Sementara selebihnya terpaksa keluar lagi, tidak
hanya dengan tangan hampa, tapi juga dengan kehilangan sebagian dari harta yang
mereka miliki.
Jadi jika
dikatakan bahwa kita bisa invest di saham untuk tujuan persiapan dana pensiun,
maka sebagian dari anda mungkin mengernyitkan dahi: Apa gak salah? Kalau tujuannya
sekedar untuk punya cukup uang untuk kebutuhan hari tua, maka ya jangan invest
di saham. Beli tanah saja! Atau taroh deposito, emas, sawah, dan sejenisnya
yang terbilang aman. Sebab kalau di saham itu, kalau sampeyan gak jadi horang
kayah sekalian, ya jadi blangsak sekalian!
However,
fakta lainnya adalah, diluar dari mereka yang hanya datang dan pergi, ada
banyak juga investor yang tidak hanya sukses bertahan, tapi benar-benar making
money dari saham, dan beberapa diantaranya bahkan mencapai target yang
lebih tinggi dari sekedar memiliki tabungan pensiun, dimana mereka sukses punya duit yang lebih dari cukup untuk jalan-jalan keliling dunia atau semacamnya.
Jadi balik lagi: Kalau tujuan kita invest di saham adalah untuk memiliki tabungan
pensiun, dan untuk itu maka kita gak harus sampai sama kaya-nya dengan Gayus
Tambunan, maka seharusnya itu akan lebih
mudah dicapai. Karena nyatanya, ada banyak investor yang mencapai lebih
dari itu.
Thus, pertanyaannya sekarang
adalah, kalau saya mau invest di saham dengan target ‘yang penting untung’ saja,
tapi asalkan disisi lain risikonya juga amat
sangat rendah, maka adakah caranya untuk bisa seperti itu? Okay, mari kita
mulai pembahasannya dari salah satu quote gurunya Warren Buffett.
Tips Dari
Benjamin Graham
Benjamin
Graham, guru besar value investor di seluruh dunia, pernah ngomong begini: ‘Untuk
mencapai hasil investasi yang memuaskan,
itu lebih mudah dari yang disadari
kebanyakan orang. Namun untuk menghasilkan profit yang unggul/superior, maka itu lebih
sulit dari kelihatannya.’ Sekilas, kalimat ini terdengar membingungkan: Apa
maksudnya? Tapi biar penulis jelaskan disini.
Jadi begini. Berdasarkan pengalaman penulis sendiri, ketika dulu
saya untuk pertama kalinya coba-coba beli saham, maka ada satu fakta yang
menarik perhatian saya: Di BEI, setiap harinya selalu ada saja saham yang naik sampai 10%, 15%, 20%, hingga auto reject, tak peduli pada hari
tersebut IHSG naik atau turun. Ketika itu penulis langsung berpikir bahwa, seandainya
saya bisa mengidentifikasikan saham-saham apa saja yang bakal terbang dalam
satu hari, dan membeli saham tersebut, maka saya bisa profit 10 – 20% dalam sehari. Kemudian, diluar
saham-saham yang terbang pada hari-hari tertentu, penulis juga menemukan fakta
bahwa setiap tahunnya, selalu ada saja
beberapa saham yang terbang sampai 100 – 200% atau lebih tinggi lagi, hanya
dalam hitungan bulan/gak sampai setahun. Dan otak penulis ketika itu juga
langsung berpikir bahwa kalau saya beli saham tersebut, maka kita bisa profit
ratusan persen sambil ongkang-ongkang saja, alias beli sekarang, lalu jualnya
nanti tahun depan.
However, setelah berusaha menggali ilmu ‘memburu saham ARA’, ‘swing
trading harian ala Jesse Livermore’ atau semacamnya, hasilnya nol besar, malah
nyangkut dimana-mana. Kemudian untuk ‘saham-saham jangka panjang’ yang naik
ratusan persen hanya dalam hitungan bulan, yang sering terjadi adalah saya telat masuk, yakni baru beli setelah
saham itu naik banyak (ketika itu penulis belum mengerti value investing), dan
justru setelah itu sahamnya turun lagi. Tapi intinya setelah sekitar 1 – 2 tahun
trading tik tok gak jelas, maka barulah penulis mengerti bahwa, benar apa yang
dikatakan Ben Graham: Untuk bisa menghasilkan profit jumbo dalam waktu singkat,
itu lebih sulit dari kelihatannya. Yep,
hanya karena di BEI selalu ada saham yang terbang 20% dalam sehari, setiap
harinya, maka bukan berarti anda bisa profit 20% juga setiap harinya. Demikian
pula, untuk bisa mengidentifikasikan saham yang naik katakanlah 100% dalam
setahun, maka diperlukan kemampuan
analisa yang luar biasa untuk menemukan ‘satu berlian diantara tumpukan
sampah’, plus keberuntungan. Yup,
karena analisa seakurat apapun bisa menjadi mentah jika di kemudian hari
terjadi force majeure, atau pasar/IHSG
mengalami koreksi signifikan. Disisi lain, jika ada saham berpeluang untuk naik
banyak dalam jangka waktu tertentu, maka biasanya risikonya juga lebih besar dibanding saham-saham lain yang type ‘alon-alon
asal kelakon’. Faktanya, ketika sebuah saham naik dari katakanlah 500 ke 2,500
dalam waktu singkat, maka selain mereka yang profit besar karena membelinya di
harga 500 – 1,000, maka ada juga investor yang rugi besar karena mereka justru
baru masuk di harga 2,500 tersebut, dan setelah itu sahamnya turun lagi.
Jadi
dalam banyak kasus, ketika seorang investor berusaha menghasilkan profit yang
superior, maka hasilnya justru minus
alias rugi. Masalahnya, kebanyakan orang di pasar modal ya seperti itu:
Mereka selalu berusaha meraup profit sebesar-besarnya, seringkali tanpa peduli
risikonya, karena mereka berpikir bahwa gampang saja untuk bisa menemukan saham
terbang seperti itu. Dan sangat sering terjadi sebuah saham baru ramai ‘dikunjungi’
justru setelah harganya naik tinggi,
karena orang-orang penasaran apakah saham tersebut bakal naik lebih tinggi lagi
(tapi ketika saham tersebut turun, maka korban langsung berjatuhan). Dalam hal
inilah timbul kesan bahwa, investasi saham itu sulit. Karena jangankan meraup
profit 10 - 15% per tahun, yang ada orang-orang malah rugi semua.
Namun balik
lagi: Seandainya target seorang investor adalah kinerja profit yang memuaskan, maka sebenarnya itu lebih mudah dari yang kebanyakan
orang sadari. Contohnya? Well, masih ingatkah anda ketika pada Oktober 2017 lalu,
beredar cerita tentang pernikahan dengan mas kawin bukan berupa emas, ataupun seperangkat
alat sholat, melainkan saham? Dan
saham apa yang dijadikan mas kawin tersebut? Jawabannya saham Sido Muncul (SIDO) (baca lagi ceritanya disini). Yup, SIDO bukanlah type saham yang
bakal terbang 20% dalam sehari, termasuk juga belum pernah naik sampai 100%
dalam setahun, namun dalam jangka panjang ia tetap menawarkan profit yang cukup
baik, terutama dari dividen-nya. Jadi
maksud penulis adalah, ketika seorang investor memutuskan untuk membeli saham
seperti SIDO ini untuk investasi jangka panjang, termasuk berani menggunakannya
untuk mas kawin, maka cukup jelas bahwa ia
tidak mengincar profit superior, melainkan profit yang memuaskan saja, let say 15 – 25% per tahun. Dan hasilnya, ketika
orang-orang lain kena rugi di saham ini itu, namun para investor yang memegang
saham-saham seperti SIDO inilah, yang bisa tetap duduk santai sepanjang hari. Para
‘investor tradisional’ ini tahu persis bahwa mereka tidak akan meraih profit extraordinary
seperti investor lainnya yang membeli saham Indika Energy (INDY),
setahun lalu, tapi disisi lain mereka juga tidak perlu khawatir bahwa sahamnya
bakal di-suspen atau semacamnya. Sehingga meski target profitnya tampak kecil,
tapi peluangnya lebih besar, alias profit
tersebut lebih mudah untuk dicapai, tanpa perlu terlalu khawatir bakal
menderita kerugian.
Kesimpulannya,
yep, untuk mencapai hasil investasi yang memuaskan, itu lebih mudah dari yang
disadari kebanyakan orang. Namun untuk menghasilkan profit yang unggul/superior,
maka itu lebih sulit dari kelihatannya. Nah, karena dalam investasi saham untuk
tujuan menghasilkan dana pensiun maka anda tidak
harus menghasilkan profit superior (karena, sekali lagi, anda tidak harus
sekaya Setya Novanto untuk bisa pensiun), maka anda bisa mengubah target anda
menjadi menghasilkan ‘profit yang memuaskan’ saja, alias target profitnya harus
konservatif dan realistis. Dan untuk bisa menghasilkan profit yang memuaskan
tersebut, maka itu sebenarnya mudah saja, dimana anda tinggal memilih
saham-saham type low risk, bisnisnya sederhana, membayar dividen, dan satu
lagi: Berhenti mendengarkan 'kisah sukses' investor di saham INKP, TKIM, dst, karena ingat sekali lagi bahqa, gak segampang itu untuk bisa dapet jackpot seperti itu.
Okay Pak
Teguh, kalau jenengan sendiri bagaimana? Apakah pilihnya hanya saham-saham yang
aman, atau ada kejar saham terbang juga? Well, seperti yang bisa anda lihat sendiri
di blog ini, saya mengkombinasikan
keduanya, dimana kami banyak mengulas saham-saham mainstream yang
target profitnya hanya 15 – 25% dalam setahun tapi risikonya pun rendah, sementara
di lain waktu kami juga membahas saham-saham yang diharapkan menjadi ‘mutiara
terpendam’, meski risikonya pun lumayan. Dan itu karena, sebagai investor
full time, penulis dibantu dengan tim punya banyak waktu untuk mengerjakan
analisa, sehingga
kami punya peluang lebih besar untuk menemukan saham-saham jackpot, tapi disisi
lain kami juga sepenuhnya sadar bahwa saham-saham tersebut risikonya besar,
sehingga kami mengimbanginya dengan juga membeli saham-saham yang lebih aman.
Kombinasi portofolio seperti ini, pada akhirnya menghasilkan kinerja yang ‘lebih
dari sekedar memuaskan’ dalam jangka panjang.
Anyway,
jika anda terlalu sibuk untuk mengerjakan analisa, maka boleh pilih cara yang lebih
mudah: Silahkan beli/akumulasi ‘saham-saham
mas kawin’ bagi diri anda sendiri (gak harus SIDO, karena SIDO sendiri
sudah naik lumayan). Dengan cara inilah, meski anda mungkin tidak akan lagi melihat
saham anda auto reject atas atau semacamnya, tapi investasi anda di
saham akan menjadi jauh lebih aman, dan
anda tetap akan memperoleh handsome profit dalam jangka panjang. Satu-satunya
syarat yang dibutuhkan adalah, anda jangan lagi gampang tersepona dengan
saham-saham terbang, yang selalu berseliweran di market setiap hari. Dan, yap, setelah
katakanlah 15 – 20 tahun, maka dengan catatan anda rutin nyetor ‘iuran pensiun’
katakanlah setiap bulannya ke sekuritas, maka hasilnya tetap akan luar biasa, dan anda akan memiliki sejumlah aset yang
lebih dari cukup untuk dana pensiun bagi diri anda dan keluarga. Good luck!
Okay,
minggu depan baru kita akan bahas tentang Pak Joel.
Buletin Analisa IHSG & Stockpick saham bulanan edisi September sudah terbit! Anda bisa memperolehnya
disini, gratis konsultasi/tanya jawab saham untuk member.
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini:
Komentar
Thx ya pak guru...
Dulu pak teguh lebih merekomendasikan beli wismilak daripada wido muncul yang mana skrg pbv tinggal 0,4 atau tiga pilar sejahtera malah PKPU. Sungguh tidak bijak menyarankan membeli cicil perusahaan bila tidak memiliki waktu untuk memperhatikan perkembangan perusahaan.
AISA jelas sekali masalah hukumnya tidak mampu diselesaikan pengurus. Malah perang tanding antara CEO dan Dewan Komisaris. WIIM kenapa turun tajam? Apa skala ekonominya kalah jauh dari pesaingnya sehingga kalah bersaing dan terpaksa jualan dengan margin keutungan rendah?
@Teguh Hidayat - Avere Investama: