Cara ‘Membuka Payung’ Ketika Sudah ‘Turun Hujan’

Kalau anda pernah mengikuti kelas Value Investing – Advanced Class yang penulis adakan, maka materi pertama sekaligus yang terpenting yang disampaikan adalah soal cara membaca arah pasar atau IHSG, termasuk apa yang harus dilakukan jika kita melihat tanda-tanda bahwa pasar akan turun. Simpelnya, jika kita melihat bahwa IHSG mungkin akan turun, atau sudah ada tanda-tanda ‘mendung’, maka ketika itulah kita harus menyiapkan ‘payung’.

Dan yang dimaksud dengan membuka payung disini adalah, anda harus menyiapkan sejumlah cash dengan cara menjual beberapa pegangan saham. Atau dengan kata lain, ketika anda melihat langit mulai mendung, maka jangan full power dengan menempatkan seluruh dana anda di saham, melainkan harus pegang cash katakanlah sebesar 30 – 50% dari total nilai porto. Dengan cara inilah, jika kemudian pasar benar-benar turun, maka anda bisa beli lagi saham-saham bagus di harga bawah.

Tapi, hey, bagaimana kalau saya belum sempet buka payung tapi pasar sudah keburu diguyur hujan badai seperti sekarang? Bagaimana kalau kita baru kepikiran mau jualan justru ketika posisinya udah nyangkut dimana-mana? Kalau udah basah kuyup gitu maka kita duduk pasrah saja sampe masuk angin, apa gimana? Nah, karena ketika artikel ini ditulis, IHSG berada di level 5,650, atau total sudah turun lebih dari 1,000 poin dari level tertingginya (6,689) di bulan Februari 2018, maka artikel kali ini menjadi sangat relevan. Okay, kita langsung saja. Jadi intinya, ada beberapa ‘cara kerja Mr. Market’ yang harus kita pahami, ketika Mr. Market itu sendiri sedang bearish.
  1. Ketika IHSG sedang dalam trend turun, maka bukan berarti dia akan turun setiap hari, melainkan akan ada hari-hari atau minggu-minggu tertentu dimana dia akan naik.
  2. Ketika IHSG sedang trend turun, maka akan ada waktu-waktu ekstrim dimana penurunannya lebih besar dibanding hari-hari lainnya, misalnya mencapai total 5 – 10% hanya dalam beberapa hari, sementara di waktu-waktu yang lain penurunannya terbilang pelan-pelan. Ibaratnya ketika terjadi hujan, maka awalnya gerimis dulu selama beberapa saat, kemudian turun hujan deras sekali tapi hanya beberapa menit, dan setelah itu gerimis lagi selama berjam-jam, hingga akhirnya hujannya berhenti dan langit menjadi cerah kembali.
  3. Biasanya setelah terjadi kondisi dimana IHSG anjlok/turun sangat dalam, maka dalam beberapa waktu berikutnya dia akan naik lagi, meski mungkin hanya selama beberapa waktu saja, sebelum kemudian turun lagi.
Sebagai ilustrasi, sekarang anda buka https://finance.yahoo.com/chart/%5EJKSE/, klik 1Y di sebelah atas untuk melihat chart IHSG dalam setahun terakhir, lalu geser chart-nya terus kekiri sampai ke tahun 2015, hingga ketemu gambar berikut:


Sekarang perhatikan gambar diatas, klik untuk memperbesar. Pada bulan April 2015 (perhatikan kotak biru yang ada di bawah untuk melihat bulan), IHSG dengan cepat turun dari 5,400-an ke 5,000, hanya dalam seminggu (kotak hitam No.1), yang seketika bikin orang panik. Tapi tak lama kemudian, di bulan Mei-nya, IHSG langsung naik lagi meski naiknya gak sampai balik lagi ke 5,400-an (kotak hijau No.1), sebelum kemudian turun lagi (kotak hitam No.2). Setelah itu IHSG turun lagi tapi pelan-pelan, dan baru nyungsep dengan cepat di bulan Agustus dengan anjlok dari 4,800-an ke 4,100 hanya dalam dua minggu, tapi kembali disusul oleh rebound dimana IHSG pada awal September naik lagi ke 4,500. And finally, penghujung September IHSG kembali sliding ke 4,100-an lagi, tapi pada bulan Oktobernya terjadi high rebound dimana IHSG naik dengan cepat hingga menyentuh 4,700-an pada bulan November. Dan setelah bulan November 2015 itulah, pasar kembali normal/tidak terjadi koreksi lanjutan, meski juga belum naik lagi.

Nah, dari gambar diatas maka kita bisa lihat bahwa ketika IHSG turun dengan cepat (kotak hitam), maka hampir selalu disusul dengan rebound (kotak hijau), dan hanya sekali IHSG turun cepat pada bulan Juni 2015, tapi tidak disusul oleh rebound di bulan berikutnya. Tapi diluar itu maka sekali lagi, setiap kali IHSG turun dengan cepat, maka disusul oleh rebound. Inilah yang saya sebut dengan ‘Cara kerja Mr. Market’, dalam hal ini ketika terjadi bearish. Pada koreksi pasar tahun 2018 inipun, maka seperti yang bisa anda lihat di gambar di bawah ini, setiap kotak hitam selalu disusul oleh kotak hijau. 



Hanya bedanya dengan tahun 2015, untuk tahun ini kotak-kotak hitam dan hijau itu letaknya sangat berdekatan, dimana hampir gak pernah ada waktu-waktu dimana IHSG bergerak mendatar. Jadi investor hampir tidak diberikan kesempatan untuk ‘mengambil nafas’ sama sekali, melainkan mereka seperti dipaksa untuk selalu melihat kondisi dimana IHSG kalo lagi gak naik ya turun (dan kondisi membuat koreksi pasar tahun 2018 ini menjadi sulit untuk dianalisa, dibandingkan koreksi tahun 2015 lalu). Tapi intinya sekali lagi, bisa kita lihat bahwa setelah muncul ‘kotak hitam’, maka tak lama kemudian akan muncul ‘kotak hijau’.

Okay, sekarang kita coba pelajari ‘cara berpikir investor’. Biasanya kalau IHSG lagi turun tapi turunnya cuma sedikit-sedikit, maka investor dan trader tidak akan panik, dan belum akan kepikiran untuk ‘menyiapkan payung’. Mereka baru akan panik dan baru berpikir untuk menyiapkan payung, kalau IHSG turunnya sudah seperti di kotak-kotak hitam diatas. Tapi jika mereka melakukan itu (membuka payung, alias jualan), artinya sudah terlambat, karena hujannya sudah keburu turun, bukan mendung lagi.

Jadi kalau gitu bagaimana? Nah, secara teori, kalau kita lihat lagi chart IHSG di tahun 2015 dan 2018 diatas, maka seharusnya kita sudah membuka payung bahkan sebelum kotak hitam No.1 muncul, tapi kan pada prakteknya gak segampang itu, dimana ada banyak investor yang masih memegang saham-saham bahkan ketika kotak hitam kedua dan ketiga sudah muncul. Kabar baiknya, investor yang sudah ‘basah kuyup kehujanan’ sekalipun tidak mesti bakal habis sama sekali, melainkan mereka masih bisa menyelamatkan sebagian portofolio mereka, dan yang perlu mereka lakukan adalah menunggu munculnya kotak hijau, alias periode dimana IHSG rebound.

Jadi meski anda baru kepikiran untuk jualan karena panik melihat IHSG terjun bebas, tapi justru ketika inilah anda harus bertahan/jangan dulu jualan. Dan anda baru boleh jualan, cut loss sebagian juga ndak apa-apa, ketika beberapa waktu kemudian IHSG naik lagi. Dengan cara inilah, meski mungkin ujungnya tetap saja anda rugi, namun ruginya tidak akan sebesar jika anda jualan/cut loss ketika IHSG berada di kotak hitam. Dan yang terpenting, anda kemudian akan memiliki pegangan cash, yang siap untuk dibelanjakan/average down jika nanti IHSG anjlok sekali lagi, sehingga posisi saham-saham anda yang tadinya nyangkut bisa berbalik menjadi hijau kembali, yakni setelah nanti pada akhirnya periode koreksi IHSG berakhir.

Tapi Pak Teguh, bagaimana kalau rebound itu ternyata tidak terjadi/IHSG bablas turun terus gak pake rem? Well, kalau anda cek lagi pergerakan IHSG ketika terjadi market crash seperti 2008 sekalipun, maka rebound itu selalu terjadi. Bahkan pada kondisi dimana pasar turunnya terlalu dalam sehingga peluang terjadinya rebound menjadi tampak mustahil sekalipun, maka pihak otoritas bursa (BEI, atau OJK) biasanya akan turun tangan untuk menenangkan pasar, dan alhasil pasar kemudian rebound juga. Tiga tahun lalu, tepatnya pada Agustus 2015 lalu, BEI pernah menggelar press release untuk mengumumkan kebijakan-kebijakan baru yang pada intinya bertujuan untuk mendorong pasar, yang ketika itu sudah hancur lebur setelah IHSG nyungsep dari 5,512 ke 4,170, untuk segera pulih kembali (anda bisa baca lagi ceritanya disini: http://www.teguhhidayat.com/2015/08/outlook-ihsg-setelah-kebijakan-bei.html), dan memang setelah itu pasar perlahan tapi pasti mulai pulih.

Tapi lagi Pak Teguh, bagaimana kalau misalnya IHSG rebound dan kita jualan/cut loss, dan ternyata selanjutnya IHSG gak turun lagi? Nah, soal apakah anda mau jualan untuk menyiapkan cash, atau tetap hold saja ketika IHSG kemudian berada di ‘kotak hijau’, maka itu tergantung pandangan anda terhadap pasar itu sendiri, apakah kenaikan IHSG itu cuma sementara, atau memang untuk seterusnya. Tapi yang jelas sekali lagi, jika anda baru kepikiran untuk jualan justru setelah IHSG bablas turun hingga 7 – 10% atau lebih hanya dalam beberapa hari, maka itulah yang gak boleh, jadi anda harus menunggu terjadinya rebound terlebih dahulu (karena seperti itulah cara kerja Mr. Market), kemudian baru bisa jualan. Good luck!

Buletin Analisis IHSG & Stockpick saham bulanan edisi Juli 2018 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini.

Jadwal Seminar Value Investing (hari Sabtu): Medan 7 Juli, Surabaya 14 Juli. Keterangan selengkapnya baca disini.

Jadwal Seminar Value Investing – Advanced Class (hari Minggu): Medan 8 Juli, Surabaya 15 Juli. Keterangan selengkapnya baca disini, bonus gratis Ebook ‘How to be a Full Time Investor’.

Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini: Instagram

Komentar

Sagala mengatakan…
Terimakasih pak teguh. Utk saya sendiri ttp yakin sama mbah buffet yg bilang kita ga akan prnah tau dimana bottomnya. Atau kita ga tau kapan pasar akan koreksi dalam sebelum koreksi itu terjadi. Krn ketidaktahuan itulah maka saya sndiri hanya yakin dgn perusahaan pilihan saya dan mengabaikan pergerakan harga saham di pasar.
Anyway, postingan pak teguh sangat membantu pd saat kondisi pasar sprti sekarang ini. Sekali lagi terimakasih
Unknown mengatakan…
Om Swastiastu Pak Teguh.
Mantap sekali review nya :)
Anonim mengatakan…
Weladalah, kok malah ngomongin chart IHSG oom? Berasa jadi anak TA nih pas bacanya....
Newbie Trader mengatakan…
Halo pak teguh, bagaimana dengan posting emiten yang lagi murah itu?
Anonim mengatakan…
Pak, tlg dibahas PGAS lagi setelah akuisisi Pertagas...terutama prospek harga saham nya ke depan nya..

Trims
Unknown mengatakan…
Pak Teguh yang menarik amrik nantangin perang dagang.. putus aja kontrak freeport kalo gak ambruk itu dollar.. hahaha
Unknown mengatakan…
Pak Teguh,

Di saat pasar yang sedang bearish ini, saya cari saham-saham yang mengalami under value dengan fundamental yang bagus. Ada kasus yang menarik. Saya ingin meminta pendapat Pak Teguh bagaimana seorang value investor akan memilih saham untuk kasus yang seperti ini.

Antara saham KBLI dan SCCO yang berada di subsector yang sama yaitu Cable, sedang under value dengan fundamental yang baik.

Secara PER dan PBV, SCCO lebih murah dari KBLI. Dan secara ROE, Dividen Yield, dan DER, SCCO lebih baik daripada KBLI. Secara grafik yang saya lihat SCCO memiliki grafik yang tidak securam KBLI.

Namun, KBLI masuk index Pefindo25 dan Kompas100. Sedangkan SCCO tidak masuk index apa pun.

Untuk kasus seperti ini atau yang serupa dengan kasus seperti ini, mana yang sebaiknya saya pilih.

Terima kasih.
Unknown mengatakan…
Nah iyaa... saya jg mikirnya gtu... jd bkn fundametalis.. ��

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?