Bank Bukopin: Revisi Laporan Keuangan??

Bank Bukopin (BBKP) membukukan laba bersih Rp127 milyar di Q1 2018, naik 10.1% dibanding periode yang sama tahun 2017. Namun yang menarik adalah harga sahamnya, yang sebelumnya cukup stabil di 600-an, tiba-tiba saja sekarang sudah dibawah 400, dan PBV-nya pun hanya 0.5 kali, clearly low enough untuk ukuran saham emiten perbankan yang lumayan punya nama di masyarakat. Namun disisi lain beredar pula pemberitaan bahwa BBKP mengubah/menyajikan kembali laporan keuangan untuk tahun 2016, hingga dikabarkan mengundang teguran dari OJK. Bagaimana detail kasusnya?

Jadi kronologisnya sebagai berikut. Pada tanggal 25 April 2018, BBKP merilis koreksi laporan keuangan untuk tahun penuh 2017 (dengan perbandingan tahun 2016), dimana terdapat banyak perubahan yang mencolok untuk data neraca dan laporan laba rugi untuk tahun 2016. Misalnya, ekuitas BBKP yang tadinya tercatat Rp9.5 trilyun per akhir tahun 2016 direvisi menjadi hanya Rp6.9 trilyun, dan EPS yang tadinya Rp120 per saham direvisi menjadi Rp20 per saham. Detailnya sebagai berikut, angka dalam jutaan Rupiah, klik gambar untuk memperbesar.


Karena perubahan angkanya terbilang besar (catatan: penyajian kembali atau koreksi laporan keuangan sebenarnya merupakan peristiwa yang umum terjadi, namun biasanya yang berubah hanya satu atau dua account saja, itupun perubahannya tidak besar), maka BEI pun segera meminta penjelasan dari manajemen, dan beritanya pun bocor ke media, bahwa ‘BBKP permak laporan keuangan’. Inilah yang kemudian menyebabkan saham BBKP terjun bebas, karena BI dan OJK kemudian juga disebut-sebut akan memberi sanksi (padahal orang OJK-nya sendiri mengaku belum mengetahui atau menerima laporan apapun/mereka baru tahu soal ini dari awak media).

Tapi apakah benar bahwa BBKP memanipulasi LKnya? Mari kita cek lagi. Di LK baru hasil revisinya, sudah dijelaskan bahwa revisi LK tahun 2016 itu disebabkan oleh dua hal: 1. Kesalahan penyajian angka piutang kartu kredit, yang disebabkan oleh modifikasi data kartu kredit tertentu, dan 2. Kesalahan penyajian angka piutang pembiayaan syariah dari Bank Syariah Bukopin (anak usaha BBKP), terkait penambahan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) untuk debitur tertentu.

Jadi bahasa mudahnya sebagai berikut: BBKP ini, selain menyalurkan kredit dalam bentuk pinjaman berbunga, juga menyalurkan kredit melalui kartu kredit, dan melalui pembiayaan syariah. Kemudian, kalau berdasarkan tingkat kelancaran penagihannya, kredit ini digolongkan menjadi lima status: 1. Lancar, 2. Dalam perhatian khusus, 3. Kurang lancar, 4. Diragukan, dan 5. Macet. Untuk status lancar, berarti kredit tersebut tidak bermasalah dan bisa ditagih dengan lancar secara tepat waktu. Untuk status dalam perhatian khusus, maka kredit tersebut mulai bermasalah, misalnya tetap dibayar lunas tapi lewat jatuh temponya. Dan untuk golongan yang terparah yaitu status macet, maka kredit tersebut sudah tidak bisa ditagih sama sekali, atau tidak dapat dipastikan kapan akan dikembalikan oleh peminjamnya.

Nah, ketika bank menyalurkan kredit ke masyarakat, maka bank mencatat aset berupa ‘kredit yang diberikan’, atau piutang kredit. Dalam hal kreditnya disalurkan melalui kartu kredit, maka piutangnya disebut piutang kartu kredit. Sementara dalam hal kreditnya disalurkan melalui pembiayaan syariah, maka piutangnya disebut piutang syariah. Kemudian disinilah catatan pentingnya: Jika ada sebagian dari piutang tersebut yang berstatus No.5, yakni macet/tidak bisa dipastikan kapan akan dikembalikan oleh peminjamnya, maka bank tidak boleh lagi mencatatnya sebagai aset piutang, melainkan harus dicatat sebagai penyisihan atau cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN), yang nilainya negatif (sehingga mengurangi nilai aset/ekuitas perusahaan). Karena logikanya, ketika sejumlah kredit yang disalurkan tidak bisa ditagih lagi, artinya duitnya dianggap hilang begitu saja/tidak bisa lagi dianggap sebagai aset bank.

Namun ketika kredit yang disalurkan masih berstatus No.4, yakni Diragukan, maka masih boleh dicatat sebagai aset piutang kredit. Nah, disinilah kemudian sering terjadi perbedaan pendapat diantara personel manajemen bank itu sendiri, dalam menentukan apakah sejumlah kredit yang bermasalah statusnya masih diragukan, ataukah sudah macet sama sekali. Pada kasus BBKP, kemungkinan pihak manajemen tadinya menilai bahwa sejumlah kredit bermasalah di kelompok piutang kartu kredit dan piutang syariahnya, itu belum sampai berstatus macet, sehingga masih bisa dicatat sebagai aset milik bank. Tapi kemudian dilakukan review, dan sebagian dari kredit bermasalah tersebut akhirnya dianggap berstatus macet, dan alhasil (coba lihat lagi gambar LK BBKP diatas):
  1. Nilai piutang kartu kredit BBKP turun, dan itu menyebabkan penurunan pendapatan provisi dan komisi dari tadinya Rp1.06 trilyun, menjadi hanya Rp318 milyar, dan
  2. Nilai beban CKPN pada Bank Syariah Bukopin naik, sehingga menaikkan CKPN BBKP secara keseluruhan dari tadinya Rp649 milyar menjadi Rp798 milyar.
Penurunan pendapatan serta bertambahnya beban ini pada akhirnya menyebabkan laba BBKP, yang tadinya Rp1.09 trilyun, direvisi menjadi hanya Rp176 milyar saja. Dan praktis nilai aset, saldo laba, hingga ekuitas BBKP juga ikut turun signifikan. Yup, jadi terdapat efek domino disini.

Namun sekali lagi, pangkal masalahnya cuma itu tadi: Adanya perbedaan pendapat diantara personel manajemen BBKP, termasuk mungkin juga melibatkan pihak auditor, dalam menilai apakah sejumlah kredit yang bermasalah statusnya masih diragukan, ataukah sudah macet. Yup, jadi ini bukan berarti manajemen BBKP sengaja memanipulasi laporan keuangannya atau apa, karena actually, kasus ini juga sering terjadi pada bank-bank lain, termasuk bank yang lebih besar. Contohnya, pada Kuartal II 2015, Bank BBNI (BBNI) tiba-tiba saja membukukan beban CKPN senilai Rp6.0 trilyun, naik tajam dari periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya Rp2.2 trilyun, dan itu praktis menyebabkan laba bersihnya anjlok setengahnya menjadi hanya Rp2.4 trilyun, dari sebelumnya Rp4.9 trilyun. Melalui analyst meeting, manajemen BBNI mengatakan bahwa lonjakan CKPN yang tiba-tiba tersebut (dan imbasnya menyebabkan laba bersihnya anjlok) adalah karena mereka sebelumnya me-review kembali kualitas sejumlah piutang kreditnya, dan kesimpulannya, sejumlah aset kredit harus dicatat sebagai ‘macet’, dan alhasil beban CKPN-nya harus dinaikkan.

Tapi bedanya dengan BBKP adalah, BBNI dalam hal ini tidak mengkoreksi laporan keuangannya di masa lalu, melainkan lonjakan CKPN tersebut langsung dimasukkan ke LK terbaru perusahaan di Kuartal II 2015 tersebut, dan alhasil tidak pernah ada tuduhan bahwa 'Bank BNI permak laporan keuangan' atau semacamnya.

Nevertheless, nasi sudah jadi ketupat, dan yang jelas karena imbas cerita ‘manipulasi laporan keuangan’-nya ini, saham BBKP sekarang jadi murah. Terus terang, penulis dulu sempat tertarik sama BBKP ini karena valuasinya lumayan atraktif (PBV nol koma sekian), tapi karena kinerja fundamentalnya juga so-so, maka kita selalu memilih saham lain yang lebih baik, entah itu sesama saham perbankan atau lainnya. Tapi dengan valuasinya saat ini, dan terutama karena sebenarnya tidak ada masalah serius dari kasus LK-nya diatas, maka mungkin kali ini BBKP bisa dipertimbangkan. Sebab disisi lain, dalam waktu dekat ini BBKP akan menggelar right issue pada harga pelaksanaan Rp550 – 700 per saham, alias diatas harga pasar. Jadi biasanya sih, kalau right issue-nya nanti lancar, dan harga pelaksanaannya ditetapkan pada level katakanlah Rp550, maka cepat atau lambat BBKP akan naik minimal ke 550 tersebut.

Hanya saja, jika anda mencari saham berfundamental bagus untuk investasi jangka menengah – panjang, dan juga karena tidak ada jaminan bahwa ‘saham BBKP akan naik minimal ke harga right issue-nya’, maka anda boleh pertimbangkan saham lain saja. Mengingat meski labanya masih naik, tapi dengan NPL yang besar di 4.5% (BBCA dkk NPL-nya cuma nol koma sekian persen), NIM hanya 2.5% (bank besar lainnya NIM-nya diatas 5%), dan ROE-nya bahkan gak sampai 10%, maka fundamental BBKP secara umum belum bisa dikatakan bagus, dan perusahaannya juga tidak menawarkan prospek apapun (right issuenya bertujuan untuk memperbaiki CAR-nya saja, yang sekarang relatif rendah di level 11.1%, jadi bukan untuk modal ekspansi atau apapun). Namun jika anda berani ambil sedikit risiko untuk mencoba mempraktekkan ‘momentum investing’  alias investasi jangka pendek - menengah (momentum, karena mumpung saham BBKP ini lagi turun, cerita revisi LKnya tidak seburuk yang diberitakan, sedangkan perusahaannya sendiri ada aksi korporasi right issue), dimana penulis sendiri pernah beberapa kali mempraktekkan momentum investing ini dan sukses (misalnya di saham Jasa Marga (JSMR) waktu perusahaan menggelar right issue tahun 2016 lalu), then there you go!

Catatan: Jika anda masih bingung soal istilah-istilah perbankan maka boleh baca-baca lagi, dimulai dari sini.

Minggu depan kita akan bahas Lippo Cikarang (LPCK), namun sambil menunggu, bagi anda yang punya analisanya sendiri untuk LPCK ini, boleh menyampaikannya melalui kolom komentar dibawah.

PT Bank Bukopin, Tbk
Rating Kinerja pada Kuartal I 2018: BBB
Rating Saham pada 394: A

Pengumuman: Buku Kumpulan Analisis 30 Saham Pilihan edisi Kuartal I 2018 (‘Ebook Kuartalan’) sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini.

Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini: Instagram

Komentar

Anonim mengatakan…
LPCK sudah sangat murah.
Sanga dianjurkan beli.
Dan hold paling tidak 12 tahun.
Pasti profit.
Elya mengatakan…
Industri properti kuartal 1 2018 sebagian besar mengalami penurunan kinerja pak, begitu pula LPCK
Anonymous mengatakan…
Nyangkut byk di LPCK ini.
Kalau isu Meikarta sudah berubah dari negatif menjadi positif, pasti sahamnya baru bergerak naik.
Unknown mengatakan…
Bnyk value investor nyangkut di lpck ya.
Eko mengatakan…
Melihat dr histori pergerakan masa lalu, mungkin harga akumulasi terbaik antara 800-1500. Skrg jg belum menunjukkan penguatan buy. Saya tungguin aja deh
Anonim mengatakan…
LPCK baru saja CUT LOSS, dari sisi PBV dan PER sudah bagus.

Bila belum ada berita positif, masih menunggu
Anonim mengatakan…
Penipu...
Anonim mengatakan…
Dahulu LKH beli 600 perak, tawar di harga ini aja
Anonim mengatakan…
LPCK ngeri2 sedap kalau melihat track record grup Lippo.
Eko mengatakan…
Melihat prgerakan IHSG, analisis sy adlh downtrend sampai area 5400-5500, sekitar bulan Juli-September nanti. Sampai di situ baru sy tertarik melihat reaksi IHSG apakah bisa rebound lagi sampai level 6250 atau 6600-6800. Mudah2an....
Anonim mengatakan…
BBKP kurang menarik dibanding LPCK. Tidak ada yang komen BBKP. Padahal kinerjanya lebih baik. Harga memang murah LPCK
MawarPutih mengatakan…
Kira" dari kasus bank bukopin, apakah ada kemungkinan terjadinya penghindaran pajak ya?

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?