Mengenal Strategi 'Concentrated Diversification'
Salah satu quote
terkenal dalam investasi saham adalah, ‘do not put all your eggs in one
basket’, yang artinya bahwa seorang investor disarankan untuk tidak menempatkan
seluruh dananya hanya pada satu atau dua saham saja, melainkan sebaiknya
disebar ke beberapa saham berbeda. Atau dengan kata lain, seorang investor
dianjurkan untuk melakukan diversifikasi,
biasanya bertujuan untuk mengurangi
risiko terjadinya kerugian. Dan
di blog ini kita sudah banyak membahas tips-tips dan trik dalam menerapkan
diversifikasi portofolio, misalnya pada artikel
ini, dan artikel
ini.
Terkait quote diatas, sebagian
orang mungkin mengira bahwa quote tersebut diucapkan oleh Warren Buffett,
padahal bukan. Malah justru, Buffett terkenal sebagai investor yang anti diversifikasi, dimana ia pernah
mengatakan bahwa kalau anda sudah cukup yakin dengan investasi anda di satu saham/perusahaan
tertentu, maka anda tidak perlu lagi berinvestasi/membeli saham perusahaan
lainnya. Tapi kalau kita lihat lagi komposisi porto Berkshire Hathaway yang sampai
berisi ratusan saham/anak usaha yang berbeda-beda di hampir semua bidang usaha,
maka mungkin anda bakal jadi bingung: Jadi Warren Buffett ini sebenarnya anti
diversifikasi, atau tetap menerapkan diversifikasi, atau bagaimana???
Nah, dalam hal ini
penulis mengajak anda untuk melihat lagi seperti apa cara kerja Buffett, baik
itu ketika dulu masih mengelola partnership-nya atau sudah memegang Berkshire
Hathaway, dibanding dengan fund manager/manajer investasi lain pada umumnya.
Kebanyakan manajer investasi (MI) yang bekerja di perusahaan reksadana/asset
management, mereka biasanya tidak hanya menempatkan dana kelolaan di saham,
tapi juga di obligasi, pasar uang/deposito, hingga surat utang negara, dalam
rangka diversifikasi. Namun Buffett tidak begitu, dimana ia hampir menempatkan
seluruh portofolionya di saham, dan sangat jarang membeli obligasi ataupun
instrumen investasi lainnya. Buffett mungkin menempatkan sebagian asetnya dalam
bentuk cash/deposito di bank, tapi itu adalah untuk jaga-jaga kalau nanti ada
kesempatan untuk beli saham bagus pada harga murah, jadi bukan untuk memperoleh
bunga depositonya.
Kemudian, para MI
biasanya membeli saham-saham blue chip yang termasuk 10 saham dengan
market cap terbesar, tak peduli dalam kondisi pasar yang bullish maupun bearish,
tak peduli meski harga belinya mahal. Jadi, yup, kalau kita pakai contoh
para MI di Indonesia, maka bisa penulis katakan bahwa 90% dari mereka selalu memegang minimal salah satu dari
saham Astra International (ASII), Bank BCA (BBCA), Bank BRI (BBRI), HM
Sampoerna (HMSP), atau Unilever Indonesia (UNVR). Karena asumsinya adalah, meski
pegangan saham yang lain mungkin bisa saja naik atau turun sendiri sewaktu-waktu,
tapi saham-saham big caps akan selalu naik turun mengikuti benchmark IHSG.
Jadi kalau misalnya seorang MI salah
pilih saham small cap yang ternyata malah turun banyak, maka
kinerja unit reksadananya secara keseluruhan tidak akan terlalu buruk dibanding
rata-rata pasar, karena pegangan saham-saham blue chip-nya tetap akan bergerak
selaras dengan IHSG.
However, strategi ini
menyebabkan portofolio seorang MI menjadi berisi banyak saham berbeda, karena ketika
ia membeli dan meng-hold banyak saham-saham mid and small cap,
maka disisi lain ia tetap harus mengalokasikan sejumlah dana untuk membeli
beberapa saham big caps, tak peduli meski mereka membeli saham-saham big
caps tersebut pada valuasi yang sebenarnya sudah overvalue. Beberapa MI
juga terkadang membeli minimal satu saham yang dianggap terbaik dari tiap-tiap sektor industri di bursa
(jadi kalau misalnya ada 30 sektor berbeda, maka ia membeli 30 saham berbeda), sekali
lagi, dalam rangka diversifikasi.
Tapi Buffett, sekali
lagi, tidak begitu. Sejak menjalankan partnership-nya di tahun 1960-an, Buffett
jarang membeli saham-saham big caps di NYSE, apalagi jika tujuannya adalah
untuk ‘menyelaraskan kinerja partnership-nya dengan naik turunnya Dow Jones’. Melainkan,
ia tetap fokus invest pada saham-saham yang ia anggap undervalue, dan ia hanya
membeli saham big caps jika valuasinya memang murah. Alhasil, jika MI lain bisa
memegang sampai 100 saham berbeda dalam satu waktu, maka Buffett paling banyak
hanya memegang sekitar 20 saham saja. Inilah asal mulanya Buffett dikenal anti diversifikasi, karena cara
kerjanya sangat berbeda dibanding MI lain pada umumnya. Tapi juga harus
diingat, anti diversifikasi ala Buffett ini bukan berarti dia hanya membeli
satu dua saham saja, melainkan ia tetap membeli beberapa hingga belasan saham-saham
yang berbeda.
Anyway, istilah ‘anti
diversifikasi’ yang disampaikan Buffett mungkin tetap terdengar membingungkan,
karena toh nyatanya ia tetap melakukan diversifikasi tersebut. Termasuk hari
ini, seperti yang sudah disampaikan diatas, Berkshire Hathaway memegang saham
dari ratusan perusahaan yang berbeda. Jadi mungkin istilah yang lebih tepat adalah
yang disampaikan oleh guru Buffett, Ben Graham, di bukunya The Intelligent
Investor: Concentrated diversification, alias
diversifikasi terkonsentrasi, dimana anda tetap disarankan melakukan diversifikasi
tapi jangan berlebihan, jangan pula membeli obligasi atau instrumen pasar uang,
dan isi portofolio anda harus tetap terkonsentrasi pada saham-saham bagus yang
dibeli pada harga undervalue.
Jika dibuat poin per
poin, maka tips-tipsnya adalah sebagai berikut:
- Kecuali dalam kondisi tertentu, anda tidak perlu lagi berinvestasi pada instrumen investasi diluar saham. Kalaupun anda menyisakan sejumlah cash pada situasi pasar tertentu, maka tujuannya tetap agar bisa belanja saham lagi sewaktu-waktu,
- Anda tidak perlu membeli saham tertentu hanya karena saham tersebut populer atau berstatus ‘blue chip’. Kalaupun anda hendak membeli saham blue chip, maka pastikan bahwa harganya memang undervalue/tunggu timing terbaik untuk masuk, misalnya ketika terjadi koreksi pasar,
- Anda juga tidak perlu membeli saham dari tiap-tiap sektor usaha di bursa. Beberapa sektor usaha mungkin perlu dihindari pada satu waktu tertentu, dan baru layak investasi lagi pada waktu-waktu yang lain,
- Pastikan bahwa portofolio anda hanya berisi saham-saham berfundamental bagus dan undervalue, dan ingat pula bahwa saham dengan kriteria seperti itu jumlahnya tidak banyak. Sehingga normalnya porto anda tidak akan berisi terlalu banyak saham-saham yang berbeda, melainkan hanya beberapa saja, dan
- Anda boleh menempatkan hingga 40% total dana kelolaan hanya pada satu saham (ini kata Buffett sendiri), tapi tidak lebih dari itu.
Lebih jelasnya, Buffett pernah menulis sebagai berikut, ‘Jika anda bisa menemukan enam saham/perusahaan yang sangat bagus, maka anda sudah cukup melakukan diversifikasi, dan anda akan menghasilkan banyak uang. Saya bisa menjamin bahwa keputusan untuk membeli saham ketujuh akan menjadi kesalahan besar, dan akan jauh lebih baik jika anda menambah investasi pada salah satu dari enam saham yang sudah anda miliki. Enam saham sudah cukup banyak, dan saya sendiri mungkin akan menempatkan lebih dari separuh total portofolio hanya pada dua atau tiga diantaranya.’ Sekedar catatan, meski Berkshire Hathaway sekarang ini memang memegang ratusan saham berbeda, namun 'saham-saham kesayangan' Buffett sebenarnya jumlahnya tidak banyak, melainkan hanya beberapa saja, seperti Coca Cola, American Express, dan IBM.
Fakta menarik terkait IBM adalah, Buffett sebenarnya sudah tertarik untuk membeli sahamnya sejak duluu sekali di tahun 1950-an, tapi ia baru benar-benar membelinya di tahun 2011. |
Sementara Joel Greenblatt
mengatakan, ‘Jika anda sudah membeli enam
hingga delapan saham yang berbeda, maka itu sudah cukup, dan risiko
kerugian yang anda tanggung tidak akan berkurang signifikan jika anda membeli
saham kesembilan dan seterusnya.’ Seth Klarman mengatakan, ‘Jika tujuannya adalah
untuk meminimalisir risiko, maka jumlah saham yang harus dimiliki seorang investor
tidak perlu terlalu banyak. Biasanya sepuluh
hingga lima belas saham sudah cukup.’ Dan Teguh Hidayat mengatakan, 'Diluar saham-saham yang di-hold forever, maka portofolio anda sebaiknya berisi sepuluh hingga dua belas saham berbeda'.
However, tidak pernah
ada seorang investor-pun yang mengatakan, ‘Satu saham sudah cukup, dan anda
tidak perlu membeli saham kedua’, dan penulis sendiri juga tidak akan
menyarankan itu. Kemudian kalau anda membeli katakanlah lima saham berbeda
namun semuanya berasal dari sektor yang sama, maka itu juga bukan diversifikasi
yang baik. Terkait tips No.3, penulis ingat bahwa di tahun 2012, 2013, 2014, hingga
2015, saham-saham batubara tampak
menarik karena mereka nyaris selalu turun dibanding tahun sebelumnya, tapi
penulis sendiri ketika itu tidak pernah masuk ke sektor batubara ini, dan baru
masuk di tahun 2016 ketika akhirnya harga batubara mulai naik kembali. Jika
seorang investor memutuskan untuk membeli saham-saham batubara antara tahun
2012 – 2015 dalam rangka ‘diversifikasi’, maka bukannya meminimalisir risiko,
yang ada ia malah merugi karena ketika itu saham-saham di sektor tambang terus
saja turun.
Dan terkait Tips No.1, maka
anda bisa lihat bahwa di blog ini dari dulu sampai sekarang kita cuma bahas
investasi saham, karena penulis sendiri selama ini investasinya ya cuma di
saham saja, dan gak pernah invest di obligasi, reksadana, taroh dana di
deposito, apalagi beli bitcoin. Termasuk
kita tidak pernah tertarik beli saham di bursa luar negeri, melainkan selalu fokus
ke saham-saham Indonesia. However, kebanyakan ‘investor’ lain tidak seperti
itu, dimana mereka kadang-kadang membahas juga soal investasi properti, trading
forex, hingga trading emas dan komoditas. Juga ketika ramai bitcoin dan
cryptocurrency lainnya, mereka langsung ikut-ikutan. Penulis tidak tahu apakah cara
investasi yang ‘terdiversifikasi’ seperti itu sukses menghasilkan keuntungan
yang besar, atau malah jadinya gagal
fokus, tapi yang jelas penulis selama ini hanya berinvestasi di saham saja,
dan so far hasilnya tidak mengecewakan.
Anyway, bagi investor
pemula atau investor paruh waktu, maka tentu tidak disarankan untuk langsung
taroh semua uang yang anda miliki di saham, karena itu terlalu berisiko. Jadi
kalau anda diversifikasi ke sektor riil,
misalnya dengan memiliki properti untuk disewakan, atau sawah/kebun yang
menghasilkan, maka itu boleh, malah sangat dianjurkan. Tapi setelah anda
memegang aset-aset riil tersebut, maka dalam rangka menerapkan ‘concentrated
diversification’, anda sekarang sudah tahu, kemana seluruh investasi anda harus
ditempatkan.
Buletin Analisis IHSG & stockpick saham pilihan bulanan edisi April sudah terbit! Anda bisa langsung memperolehnya
disini, gratis tanya jawab saham langsung dengan penulis untuk member.
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini:
Komentar
Ya saya sendiri sejauh ini 80% di saham, tapi 5% di obligasi, 10% rd pendapatan tetap (buat tambahan jajan bulanan, dalam jangka panjang mungkin ini yang jadi income bulanan) dan 5% lagi cash utk kehidupan sehari2
2015 saya masih mahasiswa dan ngumpulin duit buat beli saham dari sisihan duit kiriman ortu + bantuan "biaya hidup" dari beasiswa pun tetep dirasa kurang. jadi kayaknya nih untuk membeli enam hingga delapan jenis saham aja udah berasa susahnya. apalagi kalo yang nganut avg down (saya dari awal ngga suka cara ini).
mungkin ada baiknya dibuat pakem misal enam sampe delapan ato kayak saran mas teguh, diluar saham hold forever sepuluh sampai dua belas itu minimum dana yang mesti ready berapa buat keadaan (seenggaknya ihsg saat ini)
Saya baru mengulas profil pak Teguh, kalau ada waktu mampir ya suhu!
Buat sy tdk berlaku krn cinta sejati sy yaitu BBRI tdk pernah mengecewakan :)