Prospek Saham-Saham Konstruksi: Update

Pada Desember 2016 lalu, penulis menyampaikan bahwa salah satu sektor yang mungkin bakal ‘naik panggung’ di tahun 2017 ini adalah sektor konstruksi, ketika itu dengan inti analisa sebagai berikut: 1. Saham-saham konstruksi belum naik banyak sepanjang tahun 2016, sehingga valuasinya relatif masih rendah, 2. Kinerja fundamental serta prospeknya masih bagus seiring dengan realisasi percepatan pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah, dan 3. Penyebab belum ‘jalannya’ saham-saham konstruksi adalah karena faktor kurang stabilnya kondisi politik nasional menjelang Pilkada DKI Jakarta ketika itu, tapi penulis termasuk yang percaya bahwa isu politik ini nantinya akan mereda dengan sendirinya. Anda bisa baca lagi analisanya disini.

However, sekarang sudah bulan Agustus, tapi bukannya naik panggung, saham-saham konstruksi justru nyungsep lebih dalam lagi, dimana ketika artikel ini ditulis, indeks saham-saham properti dan konstruksi sudah turun 5.0% sejak awal tahun, atau jauh dibawah kenaikan IHSG yang mencapai 9.6%. Sebenarnya penulis sendiri sudah merevisi analisa untuk sektor konstruksi ini sejak April 2017 lalu, yakni ketika Pilkada DKI akhirnya selesai digelar dan ternyata yang menang adalah pasangan calon Gubernur – Wagub dari kubu partai oposisi, dan bukannya partai pendukung pemerintah. Yang itu artinya, ketidak stabilan politik yang sebelumnya penulis harapkan bakal segera mereda, kemungkinan justru akan berkepanjangan. Dan memang sampai hari ini, meski pembangunan infrastruktur di lapangan sejatinya tetap berjalan lancar, namun Presiden Jokowi tampak lebih sibuk ketemu tokoh-tokoh politik tertentu ketimbang gunting pita proyek seperti biasanya. Yang terbaru, persis tanggal 1 Agustus kemarin, Presiden bersama Wakil Presiden dan beberapa pejabat negara bertemu dengan para ulama dalam acara Zikir Kebangsaan di Istana.

Dengan melihat perkembangan politik diatas, maka kalau saja perusahaan-perusahaan konstruksi kemudian melaporkan kinerja yang tidak bagus pada tahun 2017 ini, maka penulis sendiri juga bakal give up sama sekali dengan sektor konstruksi ini, karena sebagai pelaku pasar dan bukannya pengamat politik, saya tidak punya gambaran soal kapan kira-kira isu-isu politik ini akan mereda. Namun kenyataannya pada Kuartal I 2017 lalu, Waskita Karya (WSKT) dkk masih membukukan kenaikan laba yang signifikan, dan bahkan pihak manajemen justru berani menaikkan target perolehan kontrak serta laba bersih mereka untuk tahun 2017 ini. Sementara kalau melihat kenyataannya di lapangan, anda yang di Jakarta mungkin bisa melihatnya sendiri: Pembangunan MRT masih dikebut siang dan malam, dan bahkan simpang susun di Semanggi juga sudah tersambung! Anda yang di daerah juga mungkin bisa sharing tentang perkembangan pembangunan infra di kota anda masing-masing.

Ini di Jepang? Bukan. Ini di Jakarta, tepatnya di site pembangunan stasiun MRT di Bundaran HI. Klik gambar untuk memperbesar

Karena itulah, penulis kemudian tetap memasukkan saham-saham konstruksi ke dalam watchlist, apalagi di Kuartal II barusan, laba bersih emiten-emiten konstruksi masih naik signifikan, mungkin malah paling signifikan dibanding emiten big caps lainnya di BEI. Namun memang sejak April lalu penulis sudah mengatakan bahwa, dengan mempertimbangkan faktor ketidak stabilan politik diatas, maka kita harus menghargai saham-saham konstruksi pada valuasi yang lebih konservatif. Contohnya, Waskita Beton Precast (WSBP), dimana kalau mempertimbangkan kinerja riil perusahaan, prospeknya terkait pembangunan jalan tol dll, likuiditas sahamnya, hingga statusnya sebagai anak usaha dari perusahaan konstruksi terbesar di tanah air (WSKT), maka PBV 1.7 – 1.8 kali pada harga saham 500 – 550 terbilang sudah murah, karena pada tahun 2014 lalu, saham-saham konstruksi bahkan dihargai pada PBV 3 – 4 kali.

However, karena faktor politik diatas, serta fakta bahwa WSBP ini merupakan mainan baru para trader yang secara teknikal belum jelas support resisten-nya di berapa (yang artinya kalau WSBP turun sampe dibawah 500 alias new low, maka secara teknikal dia bisa lanjut turun sampai berapa saja), maka kita harus menghargai WSBP ini pada valuasi yang lebih konservatif. Seberapa konservatif? Well, berdasarkan pengalaman, angka PBV terendah bagi saham konstruksi berfundamental bagus adalah 1.4 kali, itupun dicapai ketika IHSG drop di tahun 2013, dan 2015. Jadi bukan tidak mungkin WSBP ini juga nanti akan turun sampai PBV-nya tinggal segitu, yang itu artinya best buy-nya adalah di kisaran 400 – 420. Anda bisa baca lagi ulasan lengkapnya di Ebook Kuartal I 2017.

Dan berapa posisi terendah yang dicapai WSBP ketika kemarin dia drop? Benar sekali: 416, sebelum kemudian naik lagi ke posisi sekarang (470-an). Dengan demikian analisa untuk saham-saham konstruksi ini sudah bisa di-update lagi, yakni: Bottom-nya sudah ketemu, dan untungnya kinerja fundamental para emitennya juga masih bagus seperti sebelumnya. Jadi kecuali nanti IHSG drop, kondisi politik memburuk, atau terjadi force majeure, maka no way WSBP dkk bakal turun lagi hingga ke posisi yang lebih rendah dibanding posisi terendahnya, beberapa minggu lalu. Dan bagi para bargain hunter seperti penulis, inilah momentum yang kita tunggu-tunggu. Faktor lainnya yang juga perlu diperhatikan, jika anda merupakan fund manager besar dengan dana kelolaan trilyunan Rupiah, dimana pilihan investasi yang anda miliki terbatas hanya pada saham-saham big caps, maka anda sekarang ini tidak punya banyak pilihan lain kecuali saham-saham konstruksi. Sebab kalau anda baru masuk di saham-saham big caps yang sudah naik banyak sejak tahun lalu, seperti Astra International (ASII), Bank BCA (BBCA), hingga Telkom (TLKM), maka anda mau mengharapkan mereka naik sampai berapa lagi?

Tapi kalau kita ambil Wijaya Karya (WIKA), misalnya, maka harganya sekarang cuma 2,000, atau jauh lebih rendah dibanding all time high-nya yakni 3,100, dan harga tersebut bahkan lebih rendah dari harga right issue-nya beberapa waktu lalu! Yakni Rp2,180 per saham.

Tapi kemudian bagaimana dengan outlook dari perusahaan-perusahaan konstruksi itu sendiri? Apakah laba mereka bisa naik 50 – 100% di tahun 2017 ini dan 2018 nanti, misalnya? Well, kalau berdasarkan materi public expose WSBP, 26 Juli kemarin, disitu disebutkan bahwa perolehan kontrak hingga Semester I 2017 saja, itu sudah melebihi nilai kontrak yang dikerjakan perusahaan di sepanjang tahun 2016, padahal nilai kontrak di tahun 2016 itu sendiri naik tiga kali lipat dibanding tahun 2015! Beberapa project besar yang mulai digarap WSBP sejak tahun 2017 ini (atau sejak 2016 kemarin) adalah Tol Jakarta – Cikampek Elevated, Tol Legundi – Bunder, Tol Cimanggis – Cibitung, Tol Semarang – Batang, dan yang paling baru, Tol Bogor – Sukabumi. Sementara proyek yang sudah mulai dikerjakan sejak beberapa tahun sebelumnya seperti Tol Becakayu, dan LRT Palembang, sebentar lagi bakal tuntas 100% (yang artinya perusahaan akan segera menerima pembayaran). Secara operasional, WSBP tidak memiliki kendala apapun untuk segera menyelesaikan proyek-proyeknya secara tepat waktu. Malah jika Pemerintah bisa merealisasikan kelanjutan proyek Jalan Tol Trans Sumatera sepanjang total 2,800 KM mulai tahun 2018 nanti (dari 2,800 km tersebut, yang sudah digarap baru 500 KM, yakni Tol Bakauheni – Betung), maka WSBP dkk bakal dapet tambahan proyek lagi.

Jadi dari sisi outlook, everything seems good. Kalau ada yang mengganjal adalah rencana salah satu emiten, dalam hal ini WSBP, untuk mem-buy back sahamnya hingga senilai maksimal Rp1 trilyun, dalam rangka mengembalikan harga sahamnya di market ke level yang ‘mencerminkan fundamental perusahaan’. Karena kalau menurut penulis sendiri, WSBP akan memerlukan dana tersebut untuk membiaya proyek-proyeknya. Lagian waktu tahun lalu perusahaan menggelar IPO dan meraup tambahan modal senilai Rp5.2 trilyun, maka duitnya memang buat ekspansi bukan? Jadi kenapa sebagian dari uang tersebut malah dikembalikan lagi ke investor melalui buyback saham? Namun demikian, selama perusahaan mampu menjaga momentum pertumbuhan usahanya dan mengkomunikasikan hal tersebut ke para investor, maka penulis percaya bahwa manajemen tidak akan sampai mengeluarkan dana sebesar itu untuk buyback, mungkin realisasinya cuma Rp100 – 200 milyar saja, sehingga sisanya masih banyak untuk ekspansi. Disisi lain, meski kebijakan buy back ini tentu saja tidak menjamin bahwa WSBP akan naik dalam waktu dekat, namun minimal itu akan menjaga agar sahamnya tidak drop lagi seperti beberapa minggu lalu.

Dan kalau kita menemukan saham yang risikonya sudah terbatas seperti saham-saham konstruksi ini, maka artinya satu pekerjaan rumah kita sebagai value investor sudah selesai, dan anda boleh pergi mancing atau main catur lagi seperti biasa. Untuk analisa saham-saham konstruksi secara individual akan penulis sampaikan di Ebook Kuartal II 2017 (terbit 7 Agustus), meski mungkin perlu dicatat bahwa kita tidak akan membahas semuanya (akan dipilih dua atau tiga saham konstruksi yang dianggap paling menarik).

Untuk analisis minggu depan, kita akan membahas salah satu dari AISA, atau PGAS.

Buletin Analisa IHSG & Stockpick saham bulanan edisi Agustus 2017 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini, gratis konsultasi saham langsung dengan penulis untuk member.

Buku Kumpulan Analisa Saham-saham Pilihan edisi Kuartal II 2017 juga sudah terbit! Dan anda bisa memperolehnya disini.

Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini: Instagram

Komentar

Unknown mengatakan…
klo dengan time horizon kira-kira sampai 3-5 tahun pak, isu negative cash flow ini bagaimana dampaknya? apalagi mungkin bisa dipastikan lonjakan rasio DE juga besar?

Kira2 ada pendapat gak pak teguh?
shen long mengatakan…
Pak minggu depan bahas pgas aja pak, Dampak holding migas ke PGN ini gimana pak baik atau buruk?
Saya hampir dua tahun nyicil beli pgas,Dari sekian banyak informasi yang saya cari holding migas lebih banyak buruknya daripada baiknya kepada pemegang saham publik.
Menurut pendapat bapak gimana?
Trimakasih
Unknown mengatakan…
Mantap pak Teguh.. saya sangat setuju sekali.. hahaha
Marta mengatakan…
Pak ada metode yg lebih canggih dari value investing ngga? Yg bisa nemuin saham macam MINA sama TAMU gitu? Belom ada setaon udah 1000%++ aja tuh return nya.
Anonim mengatakan…
Bahas PGAS aja mas...AISA lagi bermasalah hukum, malas bacanya
Anonim mengatakan…
PGAS please...AISA baru aja di bahas minggu lalu walau singkat...
Celina mengatakan…
sy stay away dari saham konstruksi milik negara alasan karena pemerintah gak ada duit,proyek banyak tp duitnya gak ada..
perusahaan konstruksi ketika mereka mendapat proyek maka akan di sub kontrak ke kontraktor lain,yg bayar sub kontrak bukannya perusahaan kontraktor tp pihak ke 3(bank yg bayar dulu).. intinya disini,perusahaan konstruksi tampak cemerlang tp tidak ada dana nya
Ricco mengatakan…
Saya perhatikan d tulisan sebelum2nya juga, saudara marta sering banget kasih komen negatif dan oot yaa
Anonim mengatakan…
Pak Teguh, thanks berat untuk outlook tentang saham konstruksi. Artinya masih ada harapan ya Pak?. Semoga pada Q4-2017 atau Q1-2018 saham2 konstruksi tersebut sudah kembali bullish dan mencetak profit buat kita-kita para investor :).

Untuk bahasan minggu depan, mohon review saham PGAS aja ya Pak Teguh. Apa dampak dari pembatasan margin penjualan harga gas oleh ESDM terhadap saham PGAS kedepannya (Prospek PGAS. Apakah PGAS sudah layak kita koleksi di harga saat ini?

Terima kasih.
Anonim mengatakan…
PGAS saja pak, AISA sedang bermasalah hukum, jadi agak ngeri-ngeri sedap pak.
Unknown mengatakan…
Pak Teguh saya nyangkut di PGAS banyak nih.. what should i do? Tq before
Unknown mengatakan…
Saya juga setuju kalau pgas
Anonim mengatakan…
Artikelnya mana nih? PGAS aja pak, udah banyak orang nyangkut di sana ..... wkwkwkwkwkwkwk
Marta mengatakan…
@Ricco Kan ceritanya kontrarian pak, partai oposisi gitu, memberikan sudut pandang yg berlawanan supaya berpikir kreatip
Yangini mengatakan…
Maaf Pak Teguh,

FYI...Terkait dengan BuyBack WSBP yang dianggarkan Rp1 Triliun bukan berasal dari dana IPO, melainkan berasal dari Piutang WSKT senilai Rp1,4 triliun yang dipercepat pembayarannya sehingga tidak mengganggu rencana bisnis WSBP.


Trim's
Anonim mengatakan…
@Marta:
Kalau anda mencari "holy grail" itu gak akan dapat. kalau semua orang bisa dapat 1000% dalam setahun ya ngapain capek2 analisa TA dan FA.
Unknown mengatakan…
Saya rasa, selama saham2 ini tetap rutin memberi deviden, tetap konstan mencetak laba, rasanya tidak perlu khawatir dengan penurunan sesaat, ingat pada waktunya nilai pasar saham tetap akan kembali kepada nilai buku yang sesungguhnya.

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?