Rekomendasi Buku untuk Value Investor
Salah satu pertanyaan
yang sering diajukan ke penulis adalah, kalau mau belajar tentang investasi
saham, khususnya metode value investing, maka buku apa saja yang disarankan terutama untuk investor pemula? Dan penulis seneng kalau ada yang
bertanya seperti itu, karena itu artinya si investor, atau si calon investor
ini sepenuhnya menyadari bahwa ia tidak akan memperoleh apa-apa di belantara
pasar modal tanpa bekal pengetahuan. Karena, you know, adalah konyol jika kita pergi ke sungai untuk menangkap ikan tanpa membawa jaring atau alat pancing
sama sekali bukan?
Namun terus terang,
meski penulis sendiri suka membaca, namun hingga ketika artikel ini ditulis saya belum pernah membaca satupun buku
tentang investasi saham hingga selesai. Di toko buku ada banyak sekali buku
tentang investasi dan trading saham, baik itu tentang value investing atau
metode lainnya, yang ditulis entah itu oleh penulis profesional, akademisi, ataupun oleh
investor/praktisi investasi itu sendiri. Penulis dirumah juga punya beberapa
buku karya Ben Graham, Joel Greenblatt, Peter Lynch, dan Seth Klarman (versi
asli dalam Bahasa Inggris. Karena kalau ada versi bahasa Indonesia-nya, biasanya hasil
terjemahannya kurang bagus, yang mungkin karena si penerjemah hanya ngerti cara
men-translate English ke Bahasa, tapi gak ngerti soal investasi
saham itu sendiri).
Tapi buku-buku itu
kebanyakan cuma jadi pajangan saja di meja kerja penulis (biar keliatan pinter
aja gitu). Termasuk buku Intelligent Investor karya gurunya Warren
Buffett, Ben Graham, saya baru selesai baca kurang lebih tiga perempatnya saja.
Sebab di buku tersebut konsep value investing dan margin of safety sudah
cukup dijelaskan di dua bab pertamanya, sementara bab bab selanjutnya
lebih banyak menyampaikan contoh-contoh aplikasi/penggunaan dari metode value
investing itu sendiri di Bursa Wall Street di Amerika Serikat. Masalahnya
adalah, kalau anda sudah cukup lama wara wiri di bursa saham di tanah air, maka
anda akan melihat bahwa ada banyak contoh di buku tersebut yang tidak terlalu
relevan dengan kondisi bursa disini (selain karena buku itu ditulis tahun 1934,
alias udah lama banget), sehingga akan lebih baik jika kita sekedar memahami konsep dasarnya saja dulu,
kemudian untuk penerapannya kita belajar lagi dari pengalaman dalam melakukan investasi itu sendiri.
Anda belum kelar baca buku The Intelligent Investor?? Sama! |
Tapi kalau ada tulisan
(bukan ‘buku’) yang banyak penulis baca, maka itu adalah Annual Letter yang ditulis langsung oleh Warren Buffett, yakni
sejak ia memulai partnership-nya pada tahun 1956, hingga yang terbaru tahun 2016.
Anda bisa memperolehnya di www.berkshirehathaway.com.
Berbeda dengan buku-buku tentang investasi saham yang seringkali isinya cuma
teori, di annual letter ini anda akan bisa merasakan sendiri perjalanan dan progress
dari kegiatan investasi yang dilakukan oleh Buffett, dimana ada banyak
sekali pelajaran dan wisdom yang bisa diperoleh dari situ (tulisannya
dibuat dengan gaya bertutur/bercerita, sehingga seolah-olah Buffett bercerita
langsung kepada anda tentang ia dapet profit dan menderita rugi di saham apa
aja). Bonusnya adalah, dari dulu sampai sekarang Buffett selalu menulis
letter-nya dalam bahasa yang santai dan mudah dimengerti, nyaris tanpa pernah
menyertakan istilah-istilah keuangan yang biasanya sulit dipahami oleh orang
awam.
Selain annual letter
diatas (belum penulis baca semuanya sih, soalnya ada lebih dari 50 letter),
penulis juga banyak menghabiskan waktu untuk membaca Wikipedia, Investopedia
(kalau ada istilah tentang saham yang tidak anda pahami, maka investopedia
biasanya punya penjelasannya), dan annual report terbaru dari emiten-emiten di BEI. Beberapa investor mungkin ingin lebih memperdalam
pengetahuan dan informasi yang ia peroleh dengan juga membaca Bloomberg,
Forbes, The Economist, hingga langganan koran bisnis & ekonomi, tapi terus terang
penulis sendiri nggak se-rajin itu (padahal saya juga kolumnis di Forbes
Indonesia). At the end, I’m just an investor, not a minister of finance.
‘Buku’ Paling Bagus
sekaligus Paling Mahal: Pengalaman
Dan terakhir, seperti
yang sudah disebut diatas, ‘buku’ yang senantiasa penulis baca setiap harinya
adalah pengalaman dalam melakukan
investasi saham itu sendiri. Boleh dibilang dari ‘buku’ inilah penulis
memperoleh pelajaran yang paling berharga dan juga paling bisa diterapkan untuk
kegiatan investasi selanjutnya, tapi disisi lain ‘buku’ ini ‘harganya’ jauuuuuh
lebih mahal dibanding buku lain manapun yang pernah penulis baca. Yup, karena
untuk memperoleh pengalaman berharga maka anda biasanya harus melewati satu
peristiwa yang tidak akan pernah disukai oleh investor manapun: Jual saham dalam posisi rugi.
Contohnya, pada tahun
2014 lalu, penulis menemukan bahwa Salim Ivomas Pratama (SIMP), sebuah
perusahaan perkebunan kelapa sawit, minyak goreng, dan margarine, PBV-nya hanya 0.9 kali pada harga 900 ketika itu. SIMP adalah anak usaha dari Indofood Sukses
Makmur (INDF), induk dari PP London Sumatera (LSIP), dan sister company dari
Indofood CBP (ICBP). Ketika itu, penulis masih ingat, PBV dari INDF 1.7 kali,
ICBP 4.9 kali, dan LSIP 2.4 kali. Alhasil penulis kemudian berkesimpulan bahwa
SIMP ini undervalue, karena kalau ada orang yang mau beli INDF pada
harga yang mencerminkan PBV 1.7 kali, maka tentu lebih baik ambil SIMP yang valuasinya hanya setengahnya, mengingat sekitar separuh dari aset INDF ya
terletak di SIMP.
Penulis kemudian
menempatkan tidak kurang dari 30% dana kelolaan di SIMP ini, pada harga 900, di bulan Maret 2014. Kemudian untuk sesaat dia naik sampai 1,000-an, tapi nggak kita jual (target kita ketika
itu minimal 1,200), apalagi kemudian perusahaan merilis laporan keuangannya
untuk Kuartal I 2014 dimana labanya naik signifikan. Tapi memasuki bulan Juli,
entah kenapa SIMP mulai turun.. dan terus saja turun sampai level 750. Penulis
katakan ‘entah kenapa’, karena ketika itu IHSG baik-baik saja, malah lagi naik,
jadi saya sama sekali tidak ada clue soal penurunan SIMP tersebut. Namun
karena ketika itu penulis tetap bersikukuh bahwa SIMP ini sudah kelewat murah, maka
saya tetap hold.
Tapi beberapa waktu
kemudian barulah penulis mengerti apa yang menyebabkan SIMP turun: Penurunan harga CPO, yang terjadi
persis mulai bulan Maret 2014 dimana harga CPO ketika itu masih di level US$
861, tapi kemudian terus saja turun hingga level US$ 600-an per ton. Dan
setelah penulis pelajari lagi, ketika itu trend harga-harga komoditas memang
lagi turun semua, termasuk harga CPO juga kemungkinan bakal terus turun, dan saham
SIMP sebagai perusahaan sawit biar gimana ikut terpengaruh. Jadi ya sudah,
dengan berat hati kita jual SIMP di harga 700 pas, dan penulis terpaksa menderita
kerugian yang nilainya sama dengan uang belanja bulanan buat
ibunya anak-anak di rumah selama setahun penuh (but as you might guess,
penulis gak cerita apa-apa sama orang rumah karena saya gak mau tidur
di teras depan. Saya baru cerita soal ini sekitar dua tahun kemudian).
Tapi dari
pengalaman diatas penulis kemudian memperoleh setidaknya tiga pelajaran.
Pertama, menganggap bahwa sebuah saham murah hanya karena PBV-nya lebih rendah
dibanding PBV dari saham lain dalam satu grup usaha (SIMP lebih murah dibanding
INDF, ICBP, dan LSIP), maka itu adalah
anggapan yang keliru. Pada akhirnya orang hanya akan melihat kinerja
perusahaan serta prospeknya kedepan, dalam hal ini terkait dengan harga CPO,
sementara kinerja SIMP ini sejak awal gak begitu bagus jika dibanding INDF,
ICBP, dan juga LSIP. Kedua, kalau ada saham turun sendiri ketika kinerjanya
(sekilas) masih bagus, dan IHSG-nya juga lagi naik, maka segera lakukan evaluasi/jangan diem aja, karena bisa jadi ada
sesuatu yang nggak beres (penulis ketika itu telat melakukan evaluasi setelah
SIMP ini di harga 750. Harusnya waktu dia turun dari 1,000 ke 900, saya sudah
mengeceknya lagi). Dan ketiga, seyakin apapun kita terhadap prospek suatu
saham, sebaiknya jangan langsung hajar pake duit besar, melainkan bisa nyicil
saja dulu, dimana kalau perkembangannya bagus maka boleh beli lagi, tapi kalo
ternyata gak bagus/malah turun maka kita gak akan merasa berat untuk cut loss (alasan
saya masih hold SIMP sampai harga 700-an ketika itu, salah satunya adalah
karena merasa berat untuk jual rugi). Sejak kasus SIMP, maka kecuali untuk satu
dua kasus, penulis paling banyak hanya menempatkan 15 – 20% dana kelolaan pada
satu saham tertentu.
Untungnya
penulis tidak perlu membayar terlalu mahal untuk memperoleh lessons diatas,
karena saya sudah keluar dari SIMP ini di harga 700, sementara SIMP ini sendiri
kemudian lanjut turun sampai 300-an. Dan meski sekarang dia naik lagi (waktu SIMP di mentok harga 300-an, penulis gak beli lagi), tapi dalam dua
tahun terakhir penulis sudah menginvestasikan kembali uang hasil cut loss di
SIMP ini pada saham-saham lain, yang kemudian menghasilkan profit lebih besar.
Dari pengalaman di SIMP inilah, dan juga pengalaman di saham-saham lain,
penulis menabung ilmu pengetahuan yang kemudian menjadi bekal penting dalam
berinvestasi itu sendiri, dan penulis menuangkan sebagian diantaranya dalam
bentuk tulisan entah itu di blog ini maupun di beberapa buku yang saya tulis.
Kalau anda baca buku karya penulis yang berjudul ‘Value Investing: Beat the Market in Five Minutes!’ (bisa dibeli di
Gramedia), anda bisa lihat disitu kalau penulis nyaris tidak mengutip tulisan
dari buku/sumber lain manapun, melainkan hampir sepenuhnya bersumber dari
pengalaman penulis sebagai value investor itu sendiri.
Hanya
memang, di bab bab awal tentang konsep dasar dari value investing,
penulis banyak meng-quote pernyataan dari Warren Buffett. Sebab sebelum kita mulai ke bagian dari contoh-contoh
penerapan value investing itu sendiri, maka tentu pertama-tama kita harus
ngerti dulu, apa sih value investing itu? Seperti apa konsep dasarnya? Dan
tidak ada sumber yang lebih baik untuk memahami konsep value investing selain
mendengar langsung penjelasan dari Ben Graham dan Buffett sebagai ‘mbah-nya’
value investing itu sendiri.
Okay,
jadi balik lagi ke pertanyaan diatas: Buku atau tulisan apa saja yang disarankan untuk dibaca terutama
untuk value investor pemula? Jawabannya adalah annual letter yang ditulis
langsung oleh Warren Buffett, artikel-artikel tentang investasi dan dunia
keuangan di Wikipedia, dan Investopedia. Anda tentu boleh juga beli buku-buku
tentang investasi saham di toko buku, tapi kalo misalnya bukunya bikin ngantuk maka gak usah ngotot untuk membaca
semuanya sampai selesai, karena yang penting anda memperoleh konsep serta dasar pemikiran yang disampaikan di buku tersebut tentang investasi secara umum, investasi saham, dan
juga value investing itu sendiri.
Sementara
untuk penerapannya, maka anda bisa belajar dari pengalaman. Dan ‘buku’ bernama pengalaman ini harganya gak murah,
bisa mencapai puluhan, ratusan juta, bahkan milyaran Rupiah (dalam bentuk
kerugian. Karena biasanya seorang investor harus menderita rugi dulu, baru dia
mau belajar. Sebab kalo belum apa-apa udah cuan, terus ngapain lagi saya harus
belajar?). Bandingkan dengan rata-rata harga buku di Gramedia yang bahkan gak
nyampe seratus ribu (buku penulis diatas harganya cuma Rp58,800). Namun
demikian buku bernama pengalaman inilah yang akan benar-benar memberikan anda
pelajaran yang bakal diingat seumur hidup. Thus, tak peduli seberapa
besar ‘biaya’ yang harus anda keluarkan untuk memperolehnya, tapi asalkan anda kemudian
bisa menangkap pelajarannya dengan baik dan juga menerapkannya dengan sama
baiknya, then trust me, hasil profitnya akan jauh lebih besar lagi :)
Pengumuman: Buku
Kumpulan Analisis Saham-saham Pilihan Edisi Kuartal I 2017 sudah terbit! Anda
bisa memperolehnya
disini.
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini:
Komentar
It may be popular in Graham's day but not in nowadays.
Sy sangat bisa ngrasain jalannya bapak dulu itu, yg rugi besar tpi gk usah bilang ke oranglain dulu itu sama persis sm sy pak wkwkwk. Oke sekarang sy lebih yakin pak pasti bisa menutupi kerugian yg dilakuin dulu dengan invest dgn cara yg lebih bener skarang. Thanks a lot pak Teguh.