Investigasi: BEI vs Bumi Resources

Bursa Efek Indonesia (BEI): Bos, bisa minta waktunya sebentar? Kemarin kita baca-baca soal rencana right issue Bumi Resources (BUMI), dan ada beberapa hal yang mau kita tanyakan.

Mr. Dileep Srivastava (Corporate Secretary BUMI): Oh iya boleh pak, silahken.


Oke langsung aja. Dari informasi yang dirilis perusahaan, disebutkan bahwa setiap pemegang 100 lembar saham BUMI akan memperoleh dua macam right, yakni right seri A yang bisa digunakan untuk membeli/menebus 78 lembar saham baru BUMI pada harga pelaksanaan Rp926.16 per saham, dan right seri B yang bisa digunakan untuk membeli 25 unit obligasi wajib konversi atau OWK (obligasi yang otomatis dikonversi menjadi saham BUMI setelah periode waktu tertentu), juga pada harga Rp926.16 per unit. Kemudian juga disebutkan bahwa dari pelaksanaan right issue ini, perusahaan akan menerima dana Rp26.63 trilyun dari penerbitan saham baru, dan Rp8.46 trilyun dari penerbitan OWK, sehingga totalnya Rp35.09 trilyun.

Tapi setelah kita hitung ulang dengan cara mengkali harga pelaksanaan dengan jumlah saham baru dan OWK yang diterbitkan, maka dana yang diterima perusahaan hanya Rp34.94 trilyun, atau terdapat selisih Rp145 milyar. Bisa tolong dijelaskan kenapa angkanya beda?

Oh, selisih itu timbul karena faktor pembulatan saja pak. Secara lebih tepatnya, pemegang 100 lembar saham BUMI akan memperoleh right seri A untuk membeli 78.496499 lembar saham baru, dan juga right seri B untuk membeli 24.9308561 unit OWK. Angkanya kemudian dibulatkan masing-masing menjadi 78 lembar dan 25 unit, dimana kalau angka hasil pembulatan ini yang dipakai untuk menghitung total dana yang diperoleh, maka hasilnya akan sedikit berbeda dengan yang kami sampaikan di prospektus.

Tapi agar tidak lagi terjadi perbedaan seperti itu, maka pada revisi prospektus yang akan kami kirim nanti, akan disampaikan bahwa setiap pemegang 100 lembar saham BUMI akan memperoleh right seri B yang bisa digunakan untuk membeli 23,089 unit OWK (jadi bukan lagi hanya 25 unit), tapi pada harga pelaksanaan Rp1 saja per unit-nya.

Dengan demikian jumlah dana dari penebusan OWK untuk setiap 100 lembar saham BUMI adalah 23,089 unit x Rp1 = Rp23,089. Jumlah inilah yang lebih tepat/lebih menggambarkan nilai dana yang diterima perusahaan, dibanding jika kita pakai rumus awal yakni 25 unit x Rp926.16 = Rp23,154 (namun seperti yang anda lihat, selisihnya tidak jauh berbeda dan itu, sekali lagi, hanya karena faktor pembulatan saja).

Dan meski jumlah OWK yang diterbitkan jadi lebih besar, namun rasio konversi dari OWK ke saham BUMI juga akan disesuaikan, sehingga jumlah saham yang diterbitkan dari hasil konversi OWK ini tidak berubah.

Sementara untuk right seri A yang bisa digunakan untuk membeli saham baru (langsung saham, bukan lagi obligasi), harga pelaksanaannya tetap Rp926.16 per saham.

Disebutkan bahwa pembeli siaga untuk right issue ini adalah PT Samuel International yang akan membeli maksimal 28.5 milyar lembar saham senilai Rp26.4 trilyun, dan PT Danatama Capital sebanyak 286 juta lembar saham senilai Rp265 milyar. Bisa dijelaskan hubungan antara BUMI dengan Samuel dan juga Danatama?

Kita gak ada hubungan afiliasi apa-apa dengan mereka.

Seberapa siap Samuel sebagai pembeli siaga? Dari mana mereka punya Rp26.4 trilyun?

Gini bang. Waktu kemarin kita sepakat soal perjanjian restrukturisasi utang dengan para bank/kreditur, salah satu poin perjanjiannya adalah BUMI bersama dengan para keditur akan menunjuk pihak ketiga, dalam hal ini Samuel, dimana Samuel akan mengambil/menebus saham baru hasil right issue yang tidak diambil oleh pemegang saham BUMI dengan cara konversi utang BUMI menjadi saham (sehingga para kreditur BUMI menjadi pemegang saham di BUMI), jadi bukan dengan benar-benar menyetor sejumlah dana.

Terus gimana dengan Danatama?

Kalo Danatama sih, mereka beneran nyetor Rp265 milyar itu. Bukan jumlah besar lah.

Posisi Samuel dan Danatama disini sebagai apa? Perantara apa gimana?

Iya benar, Samuel adalah perantara antara BUMI dan para kreditur. Kalau Danatama bertindak untuk kepentingannya sendiri.

Disebutkan bahwa jumlah utang yang akan dikonversi menjadi saham adalah US$ 2,650,924,522 atau US$ 2.6 milyar, tapi itu lebih kecil dibanding jumlah dana yang dihasilkan dari right issue-nya, dengan selisih hampir US$ 20 juta. Kenapa beda lagi ini angkanya??

Iya betul, jumlah dana hasil right issue-nya memang sedikit lebih besar dibanding nilai utang yang dikonversi, tapi selisih US$ 20 juta itu adalah biaya yang harus kita keluarkan buat pelaksanaan right issue-nya itu sendiri, dan juga biaya restrukturisasi utangnya. Kaya Samuel tadi, mereka gak kerja gratis lah bang.

Di keterbukaan informasi, disebutkan bahwa Kaltim Prima Coal (KPC), Arutmin, dan IndoCoal Resources adalah anak-anak usaha BUMI. Tapi di laporan keuangan perusahaan per akhir tahun 2016, tiga perusahaan diatas disebut sebagai entitas ventura bersama. Yang bener yang mana cuy?

Sejak disepakatinya perjanjian restrukturisasi utang, maka setiap kali KPC, Arutmin, atau IndoCoal hendak melakukan transaksi penting, maka dibutuhkan persetujuan lebih dari satu pemegang saham (yakni BUMI dan beberapa krediturnya, yang juga menjadi pemegang saham di tiga perusahaan tersebut). Berdasarkan standar akuntansi untuk penyajian laporan keuangan, anak usaha dengan kriteria seperti itu harus diklasifikasikan sebagai entitas ventura bersama. Namun secara legal hukum, ketiga perusahaan diatas masih merupakan anak usaha BUMI.

Balik lagi ke soal OWK. Berapa harga konversi OWK ini menjadi saham? Dan kapan jatuh temponya?

Pemegang OWK akan menerima bunga 6% per tahun hingga maksimal tahun ketujuh setelah pelaksanaan right issue. Setelah tahun ketujuh, setiap unit OWK akan otomatis terkonversi menjadi saham, dimana 1 OWK akan menjadi 1 lembar saham baru BUMI yang akan diterbitkan kemudian (karena jumlah OWK yang diterbitkan berubah untuk mengatasi perbedaan karena pembulatan seperti yang sudah disampaikan diatas, maka rasio 1:1 ini akan disesuaikan). Namun pemegang OWK boleh mengkonversi OWK-nya lebih awal, dimana jika konversinya dilakukan pada tahun pertama atau kedua, maka harga pelaksanaannya adalah Rp926.16 + 30%, atau Rp1,204 per saham.

Sementara jika konversinya dilakukan pada tahun ketiga dan seterusnya, harga pelaksanaannya adalah berdasarkan harga rata-rata BUMI dipasar pada saat itu (rata-rata enam bulan terakhir).

Okay, masih ada informasi penting lain yang belum ente sampaikan? Yang mungkin bisa bikin BUMI naik atau turun??

Nggak ada bang.. Udah itu aja kok.

BUMI besok bakal cerah ijo atau hujan badai jeblok lagi?

Kalau itu tanya ke BMKG aja bang..

Pengumuman: Buku Kumpulan Analisis Saham-saham Pilihan Edisi Kuartal I 2017 sudah terbit! Anda bisa langsung memperolehnya disini.

Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini: Instagram

Komentar

wahyu mengatakan…
Udah kayak kucing, nyawa nya banyak
Andi mengatakan…
Pak Teguh, apa sebenarnya RI itu ada aturan baku mengenai jumlah saham yang diterbitkan?

Untuk kasus bumi:
Kenapa harus RI harga rp 926?
Kenapa RI nya ga diset di harga 92.6 tapi dengan jumlah saham sebanyak 10 kali lipat nya (biar lebih dekat dengan harga pasar saat itu)?
Atau (biar lebih bombastis sekalian), kenapa ga sekalian harga nya diset 1852 tapi jumlah sahamnya hanya setengahnya saja?

Same question kalau kita ambil contoh kasus beks dulu.

Kenapa harus RI harga 18 dengan rasio 3:1?
Kenapa ga diset harga RI di 54. Tapi rasio 1:1?
Atau (biar lebih bombastis) kenapa ga diset harga RI di 540 dengan rasio 1:10?
Marta mengatakan…
Jangan pusing2 lah, BUMI(Bakrie) mau di set RI Rp.1000000,-/saham juga nanti gocap lagi hahaha
Bla-Bla Miko mengatakan…
Mas Teguh.. artikel yang bagus lagi.. (jempol). Kalau boleh request, bikin juga artikel tentang emiten yg "kelakuannya" mirip BUMI ini (meliuk, ngeles, melipir, melingkar, dst) di bursa negara lain misalnya, dan bagaimana ending nya perusahaan seperti itu. Maju, mandek, atau gagal. Trims.
Anonim mengatakan…
kasihan investor retail / pemegang saham lama
kena dilusi
Unknown mengatakan…
Wasit aja bingung apalg penontonnya yg gk tau aturan dlm dan niat perusahaan.....wkwkwk

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Saham BBRI Anjlok Lagi! Waktunya Buy? or Bye?