Hasil Pilkada DKI Jakarta, dan IHSG
Pada Rabu tanggal 19
April lalu, tepatnya sore harinya setelah hasil quick count menunjukkan
bahwa pasangan Anies – Sandi menang Pilkada DKI Jakarta, penulis langsung
menerima banyak email pertanyaan, bagaimana kira-kira IHSG besok? Sebab
mayoritas pelaku pasar -meski tentu nggak semuanya- berharap pasangan Ahok –
Djarot yang menang. Jadi ketika ternyata Anies yang menang, atau dengan kata
lain harapan tadi tidak terwujud, maka itu seperti kita harap-harap cemas
menunggu laporan keuangan terbaru perusahaan, dan ternyata hasilnya malah rugi.
Tapi ketika itu penulis
langsung jawab (ke para member buletin
bulanan) bahwa kalo kita sendiri gak melakukan action apa-apa, alias
tetap meng-hold saham-saham yang sudah dipegang sebelumnya dan sama sekali gak
jualan, karena IHSG seharunya akan aman-aman saja. Why? Well, ada beberapa alasan.
Perhatikan, di BEI ada
dua kelompok investor yang memiliki cara pandang yang berbeda terhadap Pilkada
kemarin, yakni kelompok investor lokal, dan kelompok investor asing. Investor
lokal normalnya akan bersikap subjektif terhadap Pilkada, karena
mayoritas dari mereka memiliki pilihan gubernurnya masing-masing bahkan meski
mereka tidak memiliki hak pilih/bukan warga Jakarta (Pilgub rasa Pilpres,
katanya), dan hanya sedikit yang netral. Ini artinya bagi investor yang memilih
Ahok, maka kemenangan Anies kemarin bisa berarti bahwa IHSG bakal drop. Karena,
ingat bahwa kalau anda sedang nggak mood karena sesuatu, misalnya karena
Ahok atau Real Madrid kemarin kalah, maka apa aja keliatannya bakal jadi jelek,
termasuk IHSG kemungkinan bakal turun. Tapi bagi mereka yang memilih Anies,
maka IHSG mau naik atau turun ya gak jadi soal, karena yang penting Jakarta
sekarang punya gubernur yang (diharapkan) akan lebih baik.
Kombinasi antara
investor atau trader domestik yang quit karena jagoannya kalah, plus
investor lainnya yang tetap santai karena jagoannya menang, pada akhirnya akan
membuat IHSG jalan ditempat, alias gak naik tapi juga gak turun. However, disini
kita belum memperhitungkan posisi dari investor
asing.
Dan berbeda dengan
investor domestik, investor asing tidak peduli siapa yang menang, yang penting pelaksanaan Pilkada-nya berjalan aman dan
lancar tanpa adanya kerusuhan, tindak anarkis, atau semacamnya. Dan
indikasi bahwa Pilkada DKI memang akan lancar jaya sudah tampak sejak
berakhirnya putaran pertama, tanggal 15 Februari lalu. Kalau anda ingat-ingat
lagi, investor asing cenderung ogah masuk ke pasar pada bulan-bulan November,
Desember, Januari, hingga awal Februari, sehingga volume transaksi di BEI juga
menjadi sangat sepiiii, karena ketika itu suhu politik di dalam negeri sedang
panas-panasnya, dimana Jakarta hampir setiap bulan dikepung oleh aksi unjuk
rasa besar-besaran termasuk Aksi 212 yang legendaris itu, dan itu tentu
saja membuat investor asing menjadi nervous. Karena dalam pandangan
mereka, Indonesia ketika itu sudah mirip-mirip dengan Libya, Mesir, atau Suriah
(berbagai gejolak politik dan peperangan di negara-negara tersebut, biasanya
juga diawali dari unjuk rasa besar-besaran).
Namun Pilkada tanggal
15 Februari ternyata berjalan dengan lancar. And, surprisingly, setelah itu
suhu politik mulai mereda, dimana meski masih ada beberapa aksi unjuk rasa tapi
pesertanya tidak lagi sebanyak sebelumnya. Perhatikan: Sebelum tanggal 15
Februari sempat ada isu money rush, yakni ajakan dari oknum-oknum tertentu untuk menarik uang
besar-besaran dari bank agar Indonesia mengalami krisis moneter, sehingga
‘memberi pelajaran’ kepada pemerintah karena (dianggap) melindungi Ahok.
Intinya ketika itu yang jadi sasaran tembak adalah Pemerintah pusat langsung,
dan bahkan sempat ada rumor bahwa Presiden Jokowi akan lengser.
Tapi beruntung,
Pemerintah mampu melewati masa-masa krisis tersebut. Dan setelah tanggal 15
Februari, kondisi rawan karena ancaman dan intimidasi masih marak terjadi,
namun kali ini hanya dialamatkan kepada pendukung Ahok saja (diusir dari
masjid, jenazahnya tidak disholatkan, dll). Sementara posisi Pemerintah pusat
boleh dibilang sudah kembali aman. Nah, bagi investor asing, itu saja yang
mereka lihat, karena sekali lagi, mereka tidak peduli entah itu Ahok atau Anies
yang menang. Dan alhasil sejak Maret kemarin mereka mulai belanja
besar-besaran, dimana nilai net buy asing yang sempat minus Rp2 trilyun pada
Februari lalu, sekarang sudah tercatat plus Rp19.5 trilyun (yang artinya hanya
dalam tempo dua bulan, asing sudah belanja lebih dari Rp20 trilyun). Dan IHSG
sendiri, yang sebelumnya hidup segan mati tak mau, akhirnya mulai naik dan
terus mencetak new high. Kalau anda perhatikan lagi, asing bahkan belanja
besar-besaran persis hanya dua tiga hari sebelum Pilkada tanggal 19 April, dan
itu mungkin karena mereka melihat komitmen Pemerintah untuk serius mengamankan
Pilkada (seminggu sebelum Pilkada, Pemerintah memobilisasi polisi dan tentara
untuk mengamankan TPS-TPS di Jakarta).
Posisi net buy asing di BEI hingga 25 April |
Jadi yah, ketika
tanggal 19 April berlalu dan (untungnya) memang tidak terjadi aksi bakar ban
atau semacamnya, maka tidak heran kalau IHSG kemudian melompat bukan?
However, itu untuk
jangka pendek. Lalu bagaimana untuk jangka panjangnya? Bukankah dengan kalahnya
Petahana maka berbagai pembangunan di Jakarta mungkin terpaksa dimulai lagi
dari awal, atau bahkan berhenti sama sekali di tengah jalan karena Gubernur DKI
yang baru, secara politik, tidak lagi berada dibawah arahan Pemeritah Pusat,
dan itu akan berdampak buruk terhadap ekonomi nasional? Apakah Anies – Sandi
sanggup untuk setidaknya mempertahankan berbagai pencapaian kinerja yang sudah
dibuat oleh Ahok? Sementara secara politik, bukankah dengan ini maka posisi
Presiden Jokowi untuk tahun 2019 nanti menjadi kurang aman? Dimana
pertanyaannya juga sama: Seandainya Jokowi gagal lanjut periode kedua, maka
bagaimana dengan berbagai pembangunan infrastruktur yang sudah beliau kerjakan
tapi masih belum selesai???
Nah, bagi penulis sendiri,
terus terang sulit untuk menjawab berbagai pertanyaan diatas, karena itu sudah
tidak lagi hanya terkait soal investasi saham ataupun IHSG, melainkan sudah
menyangkut politik dll, dimana itu sudah diluar kapasitas penulis sebagai
pelaku pasar. Namun demikian, ada satu hal yang penulis perhatikan: Meski
orang-orang menyebut Pilkada DKI kemarin sebagai ‘Pilgub rasa Pilpres’, namun
ada satu perbedaan mendasar: Jika pada Pilpres tahun 2014 lalu investor asing
turut menjagokan salah satu capres, dalam hal ini Jokowi (sehingga ketika
Jokowi menang, IHSG langsung dilanda ‘Jokowi Effect’ dan naik tinggi pada tahun
2014 tersebut), maka pada Pilgub kemarin, seperti yang sudah disebut diatas,
mereka cenderung netral, karena siapapun yang menang maka pengaruhnya sebatas
pada daerah yang dipimpinnya saja (Gubernur DKI, atau gubernur daerah manapun,
tidak memiliki akses terhadap APBN ataupun kebijakan-kebijakan ekonomi dan
politik yang bersifat nasional). Yang penting posisi Pemerintah pusat aman dan
tidak lagi menjadi sasaran tembak oposisi maupun kelompok-kelompok radikal.
Jadi kurang lebih sama saja ketika kemarin Amerika Serikat melangsungkan Pilpres dan ternyata Donald Trump yang menang, maka hal itu menjadi concern semua investor di seluruh dunia termasuk Indonesia. Tapi ketika Amerika mengadakan pemilihan gubernur secara serentak untuk 36 negara bagian pada tahun 2014 lalu, maka hal itu tidak menjadi perhatian para investor, atau dengan kata lain, siapapun yang menang di tiap-tiap negara bagian, maka itu tidak jadi soal. Termasuk anda sendiri, mungkin anda baru mengetahui sekarang kalau pada Amerika pada tahun 2014 mengadakan Pilkada serentak bukan?
Jadi kurang lebih sama saja ketika kemarin Amerika Serikat melangsungkan Pilpres dan ternyata Donald Trump yang menang, maka hal itu menjadi concern semua investor di seluruh dunia termasuk Indonesia. Tapi ketika Amerika mengadakan pemilihan gubernur secara serentak untuk 36 negara bagian pada tahun 2014 lalu, maka hal itu tidak menjadi perhatian para investor, atau dengan kata lain, siapapun yang menang di tiap-tiap negara bagian, maka itu tidak jadi soal. Termasuk anda sendiri, mungkin anda baru mengetahui sekarang kalau pada Amerika pada tahun 2014 mengadakan Pilkada serentak bukan?
Intinya, meski pertarungan
di Pilkada kemarin memang cukup menguras perhatian serta energi dari para pelaku
pasar domestik, tapi selama hal itu tidak sampai menimbulkan gangguan atau
tekanan tertentu terhadap pusat (atau kalaupun ada tekanan tersebut, maka
dengan cepat mereda kembali), dan memang sejauh ini itulah yang terjadi, maka investor
asing (dan juga lokal) tetap akan belanja saham, dan IHSG akan baik-baik saja.
Hanya memang
pertanyaannya sekarang, dalam menjalani tugas-tugas serta kewajibannya sebagai
Gubernur nanti, apakah Anies akan cukup strong dalam menghadapi tekanan-tekanan dari partai dan ormas yang ikut berjasa menempatkannya sebagai
Gubernur? Apakah Anies mampu, seperti yang sering dikampanyekannya, untuk
merangkul semua golongan termasuk para ormas ini tanpa harus merugikan warga
Jakarta? Sebab, jujur saja, kalau gak ada Habib Rizieq dkk, maka mungkin Ahok masih akan jadi gubernur Jakarta untuk lima tahun kedepan. Termasuk sekarang Anies berada dalam posisi ‘berhutang budi’
kepada para partai pendukungnya, dimana utang itu hanya bisa dibayar lunas
dengan mendukung penuh Prabowo sebagai Capres 2019 nanti.
Jadi kalau ada yang
bilang bahwa menangnya Anies maka itu merupakan satu langkah awal bagi oposisi
untuk menggulingkan Pemerintah pusat, dalam hal ini pada Pilpres 2019 nanti, termasuk apakah hasil Pilkada kemarin merupakan awal dari bangkitnya ormas-ormas ekstrimis (FPI, FUI, Hizbut Tahrir, dst) yang bakal mengancam ideologi dan keutuhan NKRI, maka penulis tidak bisa mengatakan setuju ataupun menolak pendapat tersebut,
karena itu sangat tergantung dari bagaimana perkembangan politik di tanah air
katakanlah dalam setahun kedepan, dimana terdapat dua kemungkinan: Pasangan
Anies – Sandi mampu untuk tetap fokus pada tugas mereka untuk melayani warga
Jakarta, termasuk mampu menghalau berbagai tekanan politik dan tetap
berkolaborasi dengan Pemerintah pusat untuk membangun Jakarta, dan alhasil
posisi Pemerintah Pusat tetap aman, dan IHSG tetap maju terus pantang mundur.
Atau, mereka berdua ternyata tidak mampu berbuat apa-apa hingga cuma bisa
ditunggangi oleh partai dan ormas, yang pada
akhirnya berujung pada another pressure terhadap Pemerintah pusat. Dan ketika
politik nasional gonjang ganjing lagi, maka tentu asing juga bakal kabur lagi.
Anyway, skenario
manapun yang terjadi, kabar baiknya adalah itu tidak akan terjadi dalam waktu
dekat, melainkan kurang lebih setahun dari sekarang, sebab ingat pula bahwa
Ahok masih akan menjabat sebagai Gubernur hingga Oktober 2017. Sementara untuk saat ini, there is nothing to worry
about, karena faktanya adalah pelaksanaan Pilkada kemarin berjalan sangat lancar. Disisi lain sekarang kita sudah memasuki musim laporan keuangan Kuartal I
2017, dimana kalau penulis cek LK-LK yang sudah keluar rata-rata hasilnya cukup
baik, dan kalau LK yang nanti keluar juga sama baiknya maka itu tentu bagus buat IHSG. Well, mudah-mudahan.
Buku Kumpulan Analisis Saham-saham Pilihan Edisi Kuartal I 2017 akan terbit hari Senin, 8 Mei 2017 mendatang. Anda bisa memperolehnya
disini.
Buletin Bulanan Analisis IHSG & Stockpick
saham edisi Mei 2017 sudah terbit! Anda bisa langsung memperolehnya
disini, gratis konsultasi langsung dengan penulis untuk member.
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini:
Komentar
cuma manusia-manusia Jakarta saja? Indonesia Luas pak. Kami yg di daerah melihat Jakarta
hanya sebagai kota saja, kebetulan dia jd ibukota (itu juga akan pindah rencananya).
Perusahaan di IHSG kan bisnisnya Nasional Pak Teguh.
Nothing Special lah ttg Jakarta.