Darma Henwa
Sebenarnya penulis
sudah hendak membahas saham Darma Henwa (DEWA) ini sejak beberapa hari lalu.
Tapi berhubung kemarin gak ada yang lebih menarik untuk diperhatikan ketimbang
detik-detik menjelang Pilkada DKI hingga Pilkada itu sendiri digelar hari Rabu,
sementara saham-saham Bakrie juga keliatannya mulai tertekan sehingga bisa saja
mereka jeblok (dan memang akhirnya itu terjadi!), maka sengaja pembahasan DEWA
baru penulis tampilkan hari ini, setelah kemarin DEWA, seperti juga saham-saham
Bakrie lainnya, ‘sukses’ digebuk habis-habisan, gak tanggung-tanggung sampai
ada yang diatas 20 persen! Okayy, kita langsung saja.
Darma Henwa adalah
perusahaan mining service alias jasa tambang batubara, yakni perusahaan
yang menggali tambang batubara milik perusahaan lain. Pekerjaan jasa yang
dilakukan perusahaan meliputi penyediaan infrastruktur tambang termasuk
alat-alat berat (heavy equipments), pembukaan lahan, penggalian batubara
atau mineral lainnya, pengangkutan batubara dari lokasi tambang menuju
pelabuhan, aktivitas bongkar muat batubara di pelabuhan, hingga merehabilitasi
lahan tambang yang sudah selesai digali agar menjadi hutan kembali. DEWA
didirikan pada tahun 1991 oleh BHP Billiton Group, dan merupakan kontraktor
untuk tambang batubara Petangis di Kalimantan Timur. Tahun 1996 perusahaan
diakuisisi oleh Henry Walker Group asal Australia, dan di tahun-tahun
selanjutnya perusahaan memperoleh beberapa kontrak penting dari Newmont Nusa
Tenggara, Tanito Harum, dan tambang Bengalon milik Kaltim Prima Coal (KPC). Tahun 2005 perusahaan diakuisisi oleh Grup Bakrie, kemudian memperoleh kontrak
dari tambang batubara Asam-Asam milik PT Arutmin di Kalimantan Selatan pada
tahun 2007, dan juga melantai di bursa pada tahun yang sama.
Namun justru setelah
IPO-nya di tahun 2007, kesininya DEWA boleh dibilang tidak mengalami
perkembangan usaha yang berarti, dimana tambang Bengalon sampai sekarang masih
menjadi klien terbesar perusahaan, padahal tambang Bengalon hanya memproduksi
batubara dalam jumlah yang jauh lebih kecil dibanding tambang utama milik KPC
yakni Sangatta, itupun tidak semua produksi Bengalon ditangani oleh DEWA. Alhasil
jika dibanding perusahaan sejenis yang lebih terkemuka seperti Pamapersada
(anak usaha United Tractors/UNTR), atau Bukit Makmur Mandiri Utama (anak usaha
Delta Dunia Makmur/DOID), maka DEWA terbilang kecil dengan aset hanya US$ 400
juta pada Kuartal III 2016. Tadinya penulis sendiri termasuk yang berpikir
bahwa karena DEWA ini dimiliki oleh Grup Bakrie, termasuk sekitar 33% saham DEWA
juga dipegang oleh Bumi Resources
(BUMI) langsung, sementara kita tahu bahwa BUMI merupakan induk dari KPC dan
Arutmin, maka DEWA mungkin akan didahulukan dalam memperoleh kontrak-kontrak
pekerjaan tambang dari KPC dan Arutmin, tapi ternyata tidak. Pada tahun 2015,
DEWA hanya menggali batubara sebanyak total 12.3 juta ton, atau tidak sampai
seperlima total produksi BUMI yang mencapai 81.2 juta ton. Dan berbeda dengan
BUMI yang terus bertumbuh karena ekspansi dan akuisisi kesana kemari termasuk
mengakuisisi perusahaan-perusahaan tambang non-batubara (yang kemudian
ditempatkan di Bumi Resources
Minerals (BRMS)), maka DEWA dari dulu cuma ya segitu-gitu aja, dimana nilai aset DEWA
saat ini justru lebih kecil dibanding tahun 2009 lalu, yang mencapai US$ 462
juta.
Entah karena faktor
‘anak tiri’ diatas atau lainnya, tapi yang jelas kinerja DEWA jadi tidak
memuaskan, dimana dalam tujuh tahun terakhir perusahaan lebih sering rugi
ketimbang untung, termasuk merugi pada tahun 2011, 2012, dan 2013
berturut-turut, padahal ketika itu harga jual batubara sedang tinggi-tingginya.
Dan alhasil ketika saham dari perusahaan Bakrie lainnya mungkin bisa naik
sangat tinggi, maka DEWA ini paling tinggi pernah naik sampai 680 saja, yakni di tahun 2007 alias tak
lama setelah IPO-nya (harga perdananya 335), tapi kemudian langsung anjlok
hingga mati di gocap di tahun 2008, karena kejatuhan IHSG ketika itu karena
krisis global. Di tahun 2009 IHSG mulai naik, dan DEWA juga naik sampai 200-an,
tapi setelah itu turun lagi hingga akhirnya kembali mati di gocap pada tahun
2012. Yup, dibanding para pemain Grup Bakrie lainnya yang memang satu per satu
tewas di gocapan sejak tahun 2012, maka DEWA ini adalah seperti pemain figuran
yang mati duluan, dan baru dapat peran lagi pada awal 2017 ini.
Kinerja Fundamental
DEWA
Nah, ketika saham DEWA
mulai menggeliat sejak Januari kemarin, maka semua orang bisa melihat bahwa itu
hanya karena mengikuti kenaikan BUMI sebagai aktor utama di sinetron Bakrie,
jadi bukan karena faktor fundamental, karena memang kinerja DEWA sampai
sekarang juga masih belum bisa dikatakan bagus. Hingga Kuartal III 2016 kemarin,
DEWA hanya membukukan laba US$ 84 ribu (ribu, bukan juta), atau amat sangat
kecil dibanding ekuitasnya yang mencapai US$ 225 juta (sehingga bisa dikatakan
bahwa laba bersih DEWA adalah nol).
Meski demikian jika
dibanding anak-anak usaha Bakrie lainnya, maka DEWA adalah yang paling
berpeluang untuk menghasilkan kinerja bagus di tahun 2017 ini. I mean, jika
patokannya adalah kinerja terakhir, maka BUMI justru jauh lebih buruk dengan
mencatatkan ekuitas negatif/defisiensi modal sebesar US$ 2.7 milyar pada Kuartal
III 2016, tapi toh sahamnya terbang tinggi karena adanya ekspektasi yang sangat
kuat bahwa di tahun 2017 nanti perusahaan akan menghasilkan kinerja yang jauh
lebih baik setelah restrukturisasi utangnya sukses, dan juga karena kenaikan
harga jual batubara. Mungkin juga perlu dicatat bahwa meski BUMI sekarang ini
memiliki prospek yang menarik, tapi dalam upaya untuk melunasi utang-utangnya
maka perusahaan kemarin terpaksa melepas paling tidak dua asetnya yang
terbilang cukup besar, yakni 18% saham di Newmont Nusa Tenggara (NNT, yang
sudah dijual ke Grup
Medco), dan Pendopo Energi Batubara. Actually, hampir semua anak-anak usaha
Grup Bakrie terpaksa melego sebagian aset-aset mereka untuk membayar utang meski,
dalam kasus BUMI, perusahaan sukses mempertahankan KPC sebagai aset
terbesarnya.
Sementara DEWA? Well,
aset-aset perusahaan sampai sekarang masih lengkap (dulu sempat ada wacana
bahwa DEWA akan menjual sebagian alat-alat beratnya, tapi itu tidak jadi
dilakukan). Kebijakan perusahaan yang tidak begitu ekspansif menyebabkan DEWA nyaris
tidak memiliki utang kecuali utang usaha dan utang sewa pembiayaan (karena
perusahaan membeli alat-alat berat dengan cara kredit, atau menyewa). Sehingga
ketika nanti harga batubara kembali pulih dan permintaan jasa tambang kembali
meningkat, maka pendapatan DEWA hampir bisa dipastikan akan meningkat signifikan.
Dan karena sekarang ini
harga batubara memang sudah mulai
pulih, maka DEWA sukses memperoleh setidaknya dua kontrak baru penggalian
batubara yakni untuk tambang Mulia dan Satui di Kalimantan Selatan, keduanya
milik PT Cakrawala Langit Sejahtera yang juga merupakan anak usaha dari Grup
Bakrie, belum termasuk kontrak perencanaan teknis dan pengawasan untuk tambang
Muara Teweh, Kalimantan Tengah, milik PT Asmin Koalindo Tuhup (anak usaha dari
Borneo Lumbung Energi & Metal/BORN). Ditambah dengan peningkatan produksi
yang signifikan di tambang Bengalon dan Asam-Asam, maka di tahun 2017 ini DEWA ditargetkan untuk
menggali total 29.1 juta ton batubara,
atau meningkat hampir dua kali lipat
dibanding 15.1 juta ton (estimasi) pada tahun 2016. Well, cukup menarik bukan?
However, dari sisi
perkiraan perolehan laba bersihnya yang hanya US$ 9.7 juta untuk tahun 2017, atau
hanya 4.4% dibanding nilai ekuitas perusahaan, maka prospek DEWA tentu saja tidak
semenarik BUMI, misalnya, apalagi selama beberapa tahun ini DEWA memang
kesulitan untuk sekedar membukukan angka laba yang positif, tak peduli meski
pendapatannya naik signifikan. Namun jika dibanding anak-anak usaha Bakrie yang
lain maka DEWA merupakan satu-satunya perusahaan, diluar BUMI, yang menawarkan
prospek lumayan mulai tahun 2017 ini dan seterusnya. Termasuk, setelah kemarin
perusahaan mengumumkan bahwa mereka memperoleh kontrak dari Asmin Koalindo,
maka selama selama harga jual batubara minimal bertahan di kisaran US$ 80 per
ton seperti sekarang ini, kedepannya DEWA berpeluang untuk memperoleh kontrak
lainnya lagi.
Lalu bagaimana dengan
sahamnya?
Jika kita review lagi
pembahasan diatas, maka bisa disimpulkan bahwa DEWA memiliki prospek yang
menarik, aset-asetnya masih lengkap, dan jumlah
utangnya juga relatif kecil atau malah sangat kecil jika dibanding jumlah utang
yang dimiliki anak-anak usaha Bakrie yang lain, sehingga tidak ada keharusan
bagi perusahaan untuk melakukan refinancing atau restrukturisasi utang seperti
yang dilakukan BUMI kemarin (sementara Bakrieland Development (ELTY), Bakrie
Sumatera Plantations (UNSP), hingga Energi Mega Persada (ENRG), semuanya
memiliki utang yang besar, sehingga kemarin ada usulan dari manajemen UNSP dan
ENRG untuk juga melakukan restrukturisasi utang/right issue, yang diawali
dengan reverse stocksplit terlebih
dahulu). Yep, karena Grup Bakrie sejak dulu dikenal hobi ngutang, maka terdapat
kesan bahwa semua anak usahanya dibebani utang yang besar, padahal untuk DEWA sama
sekali nggak begitu, sehingga sahamnya relatif lebih aman dibanding saham-saham
Bakrie yang lain.
Sementara valuasi
sahamnya? Nah, pada harga 66, DEWA mencatat PBV 0.5 kali alias cukup murah, sehingga kalau nanti saham-saham
Bakrie ‘main’ lagi, atau sekedar keluar cerita/sentimen positif terkait bisnis
batubara, maka sahamnya akan lebih gampang naik dibanding saham-saham Bakrie yang
lain (dan memang kemarin DEWA sempat naik sampai tembus 100). Sudah tentu, dengan
mempertimbangkan proyeksi kinerjanya di 2017 maka DEWA tidak akan naik setinggi
BUMI, tapi let say dia naik ke 100 saja, maka profitnya sudah hampir 50% bukan?
Dan selama BUMI-nya masih gerak, maka DEWA juga tidak punya alasan untuk mati
lagi digocapan seperti tahun-tahun yang lalu.
Hanya memang balik
lagi: Ketika kita diskusi tentang saham-saham
Bakrie, maka analisis fundamental mau kaya gimana mungkin tidaklah berarti
apapun, karena semua orang lebih tertarik dengan swing-swing sahamnya yang sangat ekstrim, bisa mencapai puluhan
persen hanya dalam satu atau dua hari. Pertengahan Januari lalu DEWA ini
terbang dari 50 sampai tembus 100 pada akhir bulan, atau naik 100% hanya dalam dua minggu.. tapi kemudian turun lagi ke
level saat ini, padahal sekarang masih pertengahan Februari. Jadi kalau ada dua
orang yang membeli DEWA ini maka hasil profit atau ruginya bisa sangat bertolak
belakang, tergantung mereka belinya diharga berapa. Dan jangankan DEWA: Kalau
anda beli BUMI yang sudah dikatakan memiliki prospek menarik sekalipun (anda
bisa baca lagi ulasannya
disini, dan disini)
tapi belinya telat di 500-an, maka
posisi anda sekarang bukannya profit tapi malah loss hampir 30%, hanya
dalam hitungan hari! Untuk saham-saham Bakrie yang lain, ceritanya bisa lebih tragis
lagi. Make no mistake: Ketika artikel ini ditulis, DEWA berada di level 66,
tapi ketika anda membaca artikel ini maka DEWA bisa berada di posisi yang jauh
lebih tinggi ataupun lebih rendah dari 66 tersebut.
Karena itulah, jika
anda gak
mau ambil risiko rugi, lupakan saja apa yang sudah anda baca diatas, dan carilah saham-saham lain yang lebih aman.
Bagi sebagian besar investor, terutama yang masih pemula, maka keputusan untuk
untuk masuk ke saham-saham Bakrie adalah seperti belajar berenang di laut yang
penuh dengan ikan hiu, dimana kalaupun anda berhasil kembali ke darat dengan
selamat, maka anda mungkin tetap akan berakhir di rumah sakit karena gagal
jantung (ngerti maksudnya kan???)
Tapi, okay, mari kita
anggap bahwa anda sudah jago berenang, atau lebih baik lagi: Anda sudah
mengikuti analisa yang disajikan di blog ini sejak Oktober 2016 lalu, yakni ketika
kita membahas BUMI ketika sahamnya masih di harga 100-an, sehingga posisinya
sekarang sudah lumayan profit. Nah, kalau anda tertarik untuk mencoba
keberuntungan di saham Bakrie yang lain, maka DEWA merupakan pilihan yang
paling masuk akal, setidaknya untuk saat ini.
Okay, I think it’s
enough. Di artikel selanjutnya kita akan membahas sedikit tips untuk meraup
profit dari saham-saham seperti saham Bakrie ini, tentunya dengan tetap
memperhatikan kaidah value investing.
Info Investor: Buku Kumpulan
Analisis Saham-saham Pilihan edisi Kuartal
IV 2016 sudah terbit! Anda bisa langsung memperolehnya
disini.
Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini:
Komentar
Kenapa menyatakan DEWA saham sampah?