Dampak Peraturan Auto Reject 35% Terhadap IHSG

IHSG membuka tahun 2017 dengan turun 0.4% ke posisi 5,276 pada perdagangan perdana di hari Selasa, 3 Januari kemarin. Namun yang mungkin menarik untuk diperhatikan adalah, pada tanggal 3 Januari tersebut terdapat beberapa saham yang turun lebih dari 10%, katakanlah Atlas Resources (ARII) yang tak tanggung-tanggung jeblok 25% dari 520 ke 390, hanya dalam sehari! Kemudian besoknya, Rabu 4 Januari, giliran Semen Baturaja (SMBR) yang digebuk 24.8%. Sebelumnya kita tentu tahu bahwa berdasarkan peraturan BEI, saham apapun maksimal hanya bisa turun 10% dalam sehari. Jadi apakah mulai tahun 2017 ini peraturan tersebut telah berubah? Dan jika iya, lalu bagaimana dampaknya terhadap IHSG?

Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bursa Efek Indonesia (BEI) per tanggal 13 Desember 2016, yang sepertinya luput dari pengamatan para wartawan sehingga tidak menjadi berita besar di media, memang disebutkan bahwa mulai tanggal 3 Januari 2017, BEI kembali memberlakukan peraturan auto rejection (AR) simetris, dari yang sebelumnya AR asimetris. Okay, lalu apa itu AR simetris? AR asimetris? Nah, dalam hal ini mungkin penulis perlu menyajikan lagi tulisan berikut, yang dikutip dari artikel bulan September 2016 lalu:

Jadi begini. Pada tanggal 25 Agustus 2015, atau persis sehari setelah IHSG dilanda panic selling, BEI segera bertindak dengan meluncurkan empat kebijakan baru sekaligus, yakni: 1. Emiten diperkenankan untuk membeli sahamnya di pasar (buy back) tanpa RUPS, 2. Saham apapun hanya bisa turun maksimal 10% dalam sehari, 3. Dana Perlindungan Investor dan dikelola oleh PT Penyelenggara Program Perlindungan Investor Efek Indonesia (P3IEI) ditingkatkan dari Rp25 juta menjadi Rp100 juta, dan 4. Broker dilarang melakukan transaksi short-selling. Semua kebijakan tersebut bertujuan agar IHSG, yang ketika itu sudah crash ke posisi 4,100-an dari sebelumnya 5,500-an, bisa segera pulih kembali, atau minimal tidak turun lebih lanjut.

Nah, yang menarik adalah peraturan Nomor 2, yakni bahwa saham apapun hanya bisa turun maksimal 10% dalam sehari. Jadi misalnya saham A harganya 1,000, maka dalam satu hari saham A ini maksimal hanya bisa turun sampai 900 saja (turun 10%). Kalau kemudian ada orang yang pasang bid atau offer pada harga yang lebih rendah dari 900, katakanlah pada harga 890, maka akan otomatis ditolak oleh sistem (auto reject), sehingga tidak terjadi transaksi pada harga 890 tersebut, dan alhasil harga saham A di pasar tetap 900. Jika seseorang tetap ngotot hendak membeli atau menjual saham A pada harga 890, maka dia baru bisa melakukannya pada keesokan harinya.

Sebelumnya, peraturan BEI menyebutkan bahwa saham dengan harga nominal Rp50 – 200 bisa naik atau turun maksimal 35% dalam sehari, nominal 200 – 5,000 bisa naik atau turun maksimal 25% dalam sehari, dan nominal diatas 5,000 bisa naik atau turun maksimal 20% dalam sehari. Peraturan dimana suatu saham memiliki batas kenaikan dan penurunan yang sama (misalnya saham A harganya Rp100, maka dia bisa naik maksimal hingga 35% dan sebaliknya bisa turun 35% juga, dalam sehari), itulah yang disebut dengan AR simetris. Namun setelah tanggal 25 Agustus 2015, maka suatu saham masih bisa naik maksimal hingga 35% dalam sehari, tapi hanya bisa turun maksimal 10% saja. Batas kenaikan dan penurunan yang berbeda inilah, yang disebut AR asimetris.

Namun terhitung mulai 3 Januari kemarin, BEI kembali memberlakukan peraturan AR simetris, yang artinya kalau anda memegang saham dengan harga nominal Rp200 atau dibawahnya, maka sekarang saham anda tersebut bisa saja turun 35% dalam sehari! Termasuk kalau anda memegang saham dengan nominal diatas Rp5,000, maka saham itu juga bisa saja jeblok 20%, hanya dalam satu hari. Terdengar horor? Well, nggak juga kok.

Karena, perhatikan: Ketika BEI pada Agustus 2015 lalu memberlakukan peraturan bahwa saham apapun hanya bisa turun maksimal 10% dalam sehari, maka pertimbangannya adalah karena ketika itu pasar sedang bergejolak, dimana saham sebagus apapun bisa saja anjlok hingga ke level yang teramat dalam, yang tidak lagi mencerminkan fundamental perusahaan. Dan jika kondisi tersebut terjadi pada banyak saham sekaligus, maka IHSG juga akan ikut-ikutan anjlok, akan terjadi kepanikan massal, dan itu semua pada akhirnya akan menghancurkan kepercayaan investor terhadap BEI dan prospek dari investasi saham itu sendiri. Nah, dengan adanya peraturan bahwa sebuah saham hanya bisa turun maksimal 10% dalam sehari, maka IHSG, meskipun mungkin tetap akan turun, tapi turunnya tidak akan terlalu dalam. Dan peristiwa dimana IHSG jeblok hingga lebih dari 20% hanya dalam tiga hari di bulan Oktober 2008, yang kemudian menimbulkan trauma mendalam bahkan bagi investor yang paling berpengalaman sekalipun, itu tidak akan terjadi lagi.

Tapi itu kalau kondisi pasarnya lagi bergejolak, katakanlah seperti tahun 2015 lalu dimana fundamental ekonomi nasional memang lagi nggak bagus. Sementara kalau pasar sahamnya lagi aman damai seperti sekarang, bagaimana? Ya kalau gitu maka peraturan penurunan maksimal 10% itu tidak lagi diperlukan. Dan kalau dari BEI-nya sendiri sudah mencabut peraturan tersebut dan mengembalikan peraturan semula (dimana sebuah saham bisa naik atau turun maksimal 35%, 25%, atau 20% dalam sehari, tergantung nominalnya), maka artinya pihak BEI sendiri menilai bahwa kondisi pasar sudah aman kembali, setidaknya untuk saat ini, dimana pergerakan sebagian besar saham-saham sudah mengikuti fundamental mereka masing-masing, tanpa diwarnai lagi oleh fluktuasi yang ekstrim seperti yang terjadi pada tahun 2015 lalu. Dalam hal ini meski BEI kembali ‘mengizinkan’ saham Bank BRI (BBRI) untuk bisa turun maksimal 20% dalam sehari, misalnya, tapi sangat kecil kemungkinan bagi BBRI untuk bisa langsung turun sedalam itu dalam sehari, karena selain sekarang ini kondisi pasarnya sudah cukup stabil, BBRI ini masih memiliki fundamental yang sangat kuat.

(Catatan: Dalam 10 tahun terakhir, atau mungkin lebih lama lagi, BBRI hanya pernah sekali turun hingga 20% dalam sehari, yakni pada bulan Oktober 2008).

Sementara disisi lain, pemberlakuan kembali peraturan AR simetris akan menyebabkan saham-saham blangsak, yang sudah satu setengah tahun terakhir ini naik gila-gilaan tanpa ditopang oleh fundamental, tapi terkesan sulit turun karena peraturan BEI hanya mengizinkan saham tersebut untuk turun maksimal 10% saja dalam sehari, maka untuk kedepannya mereka akan kembali ke ‘kodratnya’ masing-masing, yakni: Kalau emang harus jeblok ya jeblok aja sekalian! Dan itulah sebabnya, sudah dua hari ini mulai ada beberapa saham yang turun hingga 20-an % dalam sehari, dimana kalau anda amati, saham-saham tersebut kalau fundamentalnya nggak jelek maka valuasinya gila-gilaan mahalnya, biasanya karena sebelumnya sudah dikerek setinggi langit, atau volume perdagangannya sama sekali gak likuid sehingga sahamnya gampang naik dan juga gampang turun.


Tapi kalau anda selama ini hanya memegang saham dari perusahaan berfundamental bagus, yang dikelola oleh manajemen yang bisa dipercaya, yang pergerakan sahamnya normal mengikuti mekanisme pasar yang wajar, dan yang harga belinya wajar atau murah, then of course, you have nothing to worry. Just relax, saham anda akan baik-baik saja, dan anda boleh pergi mancing atau main catur seperti biasa.

Nevertheless, pembahasan diatas masih belum menjawab pertanyaan berikut: Bagaimana dampak dari pemberlakuan kembali peraturan AR simetris ini terhadap IHSG? Well, seperti yang sudah penulis bahas di artikel September 2016 lalu, ketika peraturan penurunan maksimum 10% dihilangkan, maka pasar akan kembali rame karena volume transaksi saham tidak lagi dibatasi oleh peraturan AR 10% tersebut. Disisi lain kita setiap harinya akan kembali melihat saham-saham tertentu yang jeblok hingga 15, 20, atau bahkan 25%, tapi tidak usah khawatir karena itu tidak akan terjadi pada saham-saham yang ‘normal’. However, terhadap IHSG-nya sendiri harusnya gak akan ada pengaruh apa-apa/tidak akan jadi fluktuatif lagi seperti tahun 2015 lalu, karena meski BEI mencabut peraturan penurunan 10% tersebut, namun BEI masih melarang praktek short selling, dan juga masih memperketat peraturan penggunaan dana margin, dimana dua hal inilah yang menjadi salah satu biang kerok kejatuhan bursa di tahun 2008 lalu. So in the end, still, there is nothing to worry about.

Minggu depan kita akan membahas sedikit soal outlook pasar saham di tahun 2017 and.. Hey! Keep the spirit guys! It’s January!

Buletin Analisis IHSG & Stockpick Saham edisi Januari 2017 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini, gratis konsultasi tanya jawab saham untuk member, langsung dengan penulis.

Follow/lihat foto-foto penulis di Instagram, klik 'View on Instagram' dibawah ini: Instagram

Komentar

Marta mengatakan…
Kebijakan2 BEI tsb sama saja ingin ikut campur / meng-intervensi pasar yg seharusnya bebas, sehari mau turun 100% juga ga masalah seharusnya. kan mekanisme pasar. pantas cari peluang long atau short yg bagus makin sulit saja sekarang karena market nya di intervensi.

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?