Outlook IHSG Setelah Aksi Damai 212
Pada Jumat, 2 Desember
kemarin, IHSG ditutup naik 0.9% seiring dengan optimisme investor bahwa ‘Aksi
Damai 212’ yang digelar pada hari tersebut, yang merupakan lanjutan dari
demo besar tanggal 4 November lalu, akan berjalan lancar tanpa hambatan berarti
(dan memang benar event besar tersebut berakhir aman dan damai, bahkan Presiden
Jokowi turut menyempatkan diri shalat jumat bersama para peserta aksi). Namun
demikian investor asing ketika itu masih jualan, tepatnya
sebesar Rp181 milyar, dimana jika diakumulasikan sejak September lalu maka
posisi investor asing di BEI sudah berkurang sekitar Rp20 trilyun, dan itu pula
yang menyebabkan pergerakan IHSG cenderung tersendat-sendat hingga sekarang
ini.
Nah, ketika asing terus
keluar dari Bursa, maka penyebabnya bisa macam-macam, namun penyebab yang
paling mencolok adalah terkait memanasnya situasi politik dan keamanan
dalam negeri dalam beberapa bulan terakhir ini. Karena, logika saja: Jika kita
memegang saham sebuah perusahaan di suatu negara dimana sering terjadi unjuk
rasa yang bisa saja berakhir bentrok atau rusuh, maka tentu kita
akan khawatir bukan? Karena pembangunan ekonomi di negara manapun tidak akan bisa berjalan jika masyarakatnya terus terlibat konflik dengan Pemerintah.
Namun demikian, situasi
politik di Indonesia mungkin tidaklah seburuk yang dikhawatirkan.
Okay, sekarang kita pakai analogi pasar modal: Ketika anda beli sebuah saham,
maka gak peduli meski perusahaannya bagus, valuasinya murah dll, namun tetap
saja saham tersebut tidak akan naik
terus setiap hari, melainkan pasti ada waktu-waktu dimana dia turun
dulu, katakanlah karena penurunan IHSG, dan itu, sekali lagi, bukan karena
perusahaannya jadi jelek atau apa, hanya lagi waktunya untuk
turun saja. Yang terpenting disini adalah kita sebagai investor harus selalu memiliki strategi terkait
kapan harus buy, sell, atau hold, entah itu ketika saham yang
kita pegang/incar sedang dalam trend naik, stagnan, atau turun. Dalam beberapa
situasi kita mungkin harus menjual saham dalam posisi rugi alias cut loss, namun
itu tetap merupakan keputusan terbaik karena kita mungkin justru akan menderita
kerugian yang lebih besar, jika cut loss tersebut tidak dilakukan.
Tapi intinya ketika
kita masih mengetahui apa-apa saja yang harus dilakukan kedepannya dalam rangka
menata ulang pegangan saham, maka itu artinya investasi kita masih under
control, dan anda akan kembali
profit ketika nanti IHSG naik lagi. Situasinya baru bakal gawat jika anda
malah bingung dan sama sekali ndak tau
harus ngapain ketika saham-saham anda nyangkut semua, dimana barulah pada
titik tersebut, apapun yang anda lakukan hanya akan memperburuk keadaan.
Demikian pula dengan
perkembangan politik dalam negeri: Tak peduli sebaik apapun Pemerintah dalam
mengelola perekonomian dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, namun tetap
saja akan ada waktu-waktu dimana rakyat merasa tidak puas dengan kinerja
Pemerintah, jika itu bukan terkait perekonomian maka bisa terkait hal lain, misalnya
terkait upaya penegakan hukum terhadap pejabat yang terlibat kasus korupsi atau
lainnya, dan sebagian dari rakyat ini akan turun ke jalan. Dan ketika itu
terjadi maka kondisi politik yang sebelumnya stabil akan mulai goyang lagi,
dimana orang-orang yang sejak awal menentang Pemerintah
akan kembali lantang berteriak ‘Turunkan Presiden!’ atau semacamnya.
Nah, menurunnya
stabilitas politik seperti yang dicontohkan diatas, itu adalah sama seperti
penurunan IHSG: Bisa terjadi kapan saja, tak peduli meski fundamental ekonomi dalam negeri masih aman-aman saja. Namun yang terpenting disini adalah Pemerintah sebagai
‘political manager’ harus mampu mengambil keputusan politik yang paling tepat,
yang sebisa mungkin memuaskan semua belah pihak. Kalaupun ada satu atau dua hal
yang harus ‘dikorbankan’, katakanlah seperti ketika investor harus jual saham
dalam posisi rugi/cut loss, maka itu adalah demi kebaikan yang lebih besar yang akan diperoleh di masa yang akan
datang.
Dan selama Pemerintah
tetap dalam posisi know what to do seperti itu, maka lambat laun
‘koreksi politik’ yang terjadi akan pulih dengan sendirinya, semua demonstrasi
akan berakhir damai, dan Pemerintah bersama-sama dengan rakyat akan bisa
kembali bekerja membangun perekonomian. Yep, jadi seringkali ini hanya soal waktu saja, karena seperti halnya
IHSG yang gak akan langsung bullish lagi setelah mengalami koreksi,
kondisi politik juga gak akan serta merta stabil lagi pasca mengalami goncangan, melainkan perlu waktu. Situasinya baru akan berbeda jika Pemerintah,
entah itu pejabat eksekutif, kepolisian, atau militernya, semuanya sudah dalam
posisi lost control dimana aksi-aksi unjuk rasa berakhir dengan kekerasan dan huru hara, atau bahkan hingga menimbulkan korban jiwa.
But hey, seperti yang
bisa anda lihat kemarin, semua aksi unjuk rasa berakhir damai bukan? Dalam hal
ini kita harus mengapresiasi tidak hanya para peserta aksi yang benar-benar
komitmen untuk aksi damai, tapi juga seluruh petugas kepolisian dan militer yang
mampu mencegah kemungkinan munculnya provokator untuk berbuat rusuh (masih ingat kemarin ada cawabup Bekasi yang mengajak peserta demo untuk membawa bambu runcing?), dan petugas-petugas
lainnya yang melayani semua keperluan para peserta aksi dengan sangat baik, padahal jumlah peserta aksi ini mencapai ratusan ribu hingga jutaan orang! Nah,
sekarang bayangkan jika kemarin muncul oknum provokator, yang memaksa aparat bertindak represif, dan alhasil Presiden dengan
tegas menolak untuk menemui para peserta aksi karena alasan keamanan: Kira-kira apa yang bakal terjadi???
Presiden bersama beberapa petinggi negara ketika hadir di Aksi Damai 2 Desember kemarin. Payungnya itu lhooo... Source: www.bbc.com |
Jadi dalam hal ini,
okay, kondisi politik dalam negeri sedang ‘terkoreksi’, dan itu biar bagaimana akan berpengaruh terhadap IHSG, dan investor
asing mungkin belum akan masuk lagi ke pasar selama masih terjadi aksi-aksi pengumpulan
massa seperti kemarin. Namun selama Pemerintah masih mengetahui apa yang harus
dilakukan, then we have nothing to worry. Actually, kalau dibandingkan dengan
ketidak stabilan politik di beberapa negara tetangga, misalnya seperti krisis
politik di Thailand di tahun 2013 – 2014 akibat ketidak puasan rakyat disana
terhadap pemerintahan yang didominasi Keluarga Shinawatra (waktu itu banyak
juga demonstran yang ditembak mati aparat), atau juga unjuk rasa besar di Malaysia
pada tahun 2015 lalu yang menuntut Perdana Menteri Najib Razak untuk mundur
karena diduga terlibat kasus korupsi, maka apa yang terjadi di Indonesia sekarang ini terbilang masih aman
terkendali. Yep, entah kita menyadarinya atau tidak, namun secara politik, Indonesia
merupakan salah satu negara yang paling stabil di Kawasan Asia Tenggara. Bagi
Pemerintah, tantangan-tantangan politik seperti yang terjadi belakangan ini akan terus datang silih berganti, tapi sebagai investor sekaligus bagian
dari rakyat, penulis kira kita tetap bisa tetap berinvestasi dengan tenang dan
rileks karena sekali lagi, semuanya masih aman terkendali.
Pertanyaannya sekarang,
lalu kapan kita boleh belanja lagi? Dan apa saja pilihan sahamnya? Bagaimana dengan isu Fed Rate dll? Well, kita
akan diskusi soal itu another time, just stay tune.
Komentar
Terimakasih.