Prospek Saham-Saham Konstruksi di 2017

Tahun 2016 akan segera berakhir, dan sepanjang tahun ini terdapat beberapa sektor di BEI yang ‘tidak kebagian panggung’, biasanya karena kinerja para emiten di sektor tersebut memang lagi jelek, tidak terdapat sentimen positif atau malah tertekan oleh sentimen negatif, atau sekedar tertutup oleh euforia di sektor lain. Nah, pada kondisi inilah seorang value investor berpeluang untuk menemukan mutiara terpendam, yakni saham-saham dari perusahaan yang sejatinya no problemo tapi dijual pada harga obralan, sehingga bisa menghasilkan profit puluhan hingga ratusan persen dalam waktu 1 – 2 tahun, atau bahkan hanya dalam hitungan bulan.

Namun tentu saja tidak semudah itu untuk masuk ke saham-saham yang lagi sepi, yang hampir semua orang justru menghindarinya. Contoh paling gampang, sudah sejak Juli 2015 lalu penulis melirik saham-saham batubara karena alasan sederhana: Valuasi saham-saham di sektor ini sudah sangat murah/unbelievably undervalue, dimana market cap dari beberapa perusahaan batubara bahkan sudah lebih rendah dibanding jumlah cash bersih milik perusahaan! (Anda bisa baca lagi ulasannya disini). Tapi berhubung ketika itu harga jual batubara masih anjlok, dan kinerja para emiten juga masih amburadul gak karuan, maka keputusan untuk membeli saham Adaro dkk akan tampak seperti keputusan yang tidak masuk akal.

Tapi yah, setelah satu setengah tahun kemudian, berapa harga saham-saham batubara sekarang???

Tapi intinya pengalaman di diatas menunjukkan bahwa kalau anda mampu untuk melawan arus, yakni masuk ke sektor yang orang lain tidak berminat, maka anda berpeluang untuk menjadi investor berikutnya yang meraih jackpot profit ratusan persen. Just remember: Sektor apapun tidak akan nyungsep selamanya, dan juga sebaliknya gak akan euforia selamanya. Yang terjadi adalah, seiring dengan berjalannya waktu, setiap sektor akan memperoleh gilirannya untuk ‘naik panggung’ di BEI.

Jadi ketika kita masuk ke saham-saham yang lagi sepi, maka mungkin kita baru saja curi start pada saham yang orang lain baru akan masuk belakangan ketika nanti saham tersebut sudah euforia! (soal ‘curi start’, baca lagi artikelnya disini). Dan sudah tentu, profit yang kita peroleh akan jauh lebih besar.

Okay, Pak Teguh, jadi sektor apa nih yang kelihatannya belum dapet panggung sepanjang tahun 2016 ini? Well, anda gak perlu jadi fund manager dengan dana kelolaan Rp1 trilyun untuk mengetahui hal tersebut, karena anda tinggal melihat data pergerakan sektoral di BEI saja (di website IDX.co.id, sebelah kiri klik ‘publikasi’, lalu klik ‘statistik’). Oke mari kita cek: Hingga penutupan pasar tanggal 19 Desember, IHSG sudah naik 13.0% secara YTD, dan salah satu indeks sektoral yang kenaikannya lebih rendah dibanding IHSG adalah.. indeks properti dan konstruksi, yang hanya naik 5.0% secara YTD. Nah, coba anda ingat-ingat lagi deh: Memang sepanjang tahun 2016 ini saham-saham properti dan konstruksi terbilang sepi banget bukan? Padahal tahun 2013 lalu, penulis masih ingat, saham-saham properti banyak yang naik ratusan persen, dan tahun berikutnya (2014) giliran konstruksi yang beterbangan.

Jadi pertanyaannya sekarang, untuk tahun 2017 nanti apakah dua sektor ini (properti dan konstruksi) akan kembali hot? Okay, mari kita cek, tapi pertama-tama harus diingat bahwa ketika saham-saham di sektor tertentu nggak naik banyak (atau malah turun) pada tahun tertentu, maka itu bukan berarti di tahun berikutnya mereka bakal langsung naik. Contoh saham-saham batubara, mereka sudah mulai turun (dan terus turuuuuun) sejak tahun 2012 hingga 2015, dan baru bener-bener dapet panggung lagi di tahun 2016 ini, ditopang oleh kenaikan harga jual batubara yang praktis membuat investor optimis bahwa para perusahaan batubara akan mulai mendulang profit lagi.

Tapi antara tahun 2012 – 2015, karena ketika itu para emiten batubara masih membukukan penurunan laba atau bahkan kerugian, plus valuasi sahamnya juga belum benar-benar murah (PBV saham-saham batubara baru banyak yang berada di level nol koma sekian pada tahun 2015), dan belum ada tanda-tanda bahwa trend penurunan harga batubara akan berbalik arah, maka ya sudah: Siapapun yang berminat masuk ke sektor ini harus bersabar dan alihkan perhatian ke sektor lain saja dulu.

Okay, lalu untuk sekarang ini bagaimana dengan sektor properti? Well, sejak mencapai masa jayanya pada tahun 2013 lalu, yakni pada jaman-jaman dimana Feni Rose selalu bilang ‘Senin harga naik!’, kesininya kinerja sektor properti masih belum begitu bagus lagi, meski juga gak sampai terpuruk seperti batubara. Disisi lain, kecuali pada event panic selling pada Agustus 2015 lalu, maka valuasi saham-saham properti juga belum sampai bisa disebut unbelievably undervalue seperti saham-saham batubara pada awal tahun 2016 lalu.

Sementara konstruksi? Nah, ini baru ceritanya berbeda. Perhatikan deh: Mayoritas emiten konstruksi masih membukukan kenaikan laba hingga Kuartal III 2016 kemarin, dan perolehan kontrak karya untuk tahun-tahun yang akan datang juga masih terus bertumbuh seiring dengan semakin gencarnya pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah. Kalau anda lihat di lapangan pun, berbagai pembangunan jalan tol, jalan layang, LRT, MRT, semuanya dikebut siang dan malam. Minggu lalu penulis keliling Kalimantan Timur (Berau, Samarinda, Balikpapan), dan penulis memperoleh testimoni dari teman-teman disana bahwa pembangunan infra di Kalimantan juga sedang dikebut, termasuk sedang dibangun bandara baru berstandar internasional yang berlokasi antara Kota Samarinda dan Bontang (saat ini Samarinda cuma punya bandara kecil). Nah, anda yang tinggal di kota-kota lain di Indonesia mungkin juga bisa share soal pembangunan infrastruktur di daerah anda masing-masing.

Foto pembangunan Jalan Tol 'Cisumdawu', di Sumedang, Jawa Barat

Tapi kalau kinerja emiten konstruksi masih bagus, perolehan kontrak mereka masih naik banyak, dan progress pembangunan di lapangan juga masih sangat kelihatan, lalu kenapa kok ADHI dkk malah nyungsep? Well, it's obvious, isn't it? Sekarang gini deh: Terlepas dari faktor fundamental, apa sih yang menyebabkan saham-saham konstruksi naik banyak pada tahun 2014 lalu? Jawabannya jelas: Adanya optimisme bahwa pembangunan infra akan semakin kencang dibawah Presiden Jokowi, yang ketika itu baru terpilih (masih ingat ‘Jokowi Effect’?). Mungkin perlu penulis ingatkan lagi bahwa yang muncul ketika itu hanyalah optimisme bahwa pembangunan infrastruktur akan dikebut, padahal pembangunan itu sendiri masih belum dimulai (ya iya lah! Secara Presiden baru aja dilantik, dan kabinet juga belum dibentuk, masa langsung disuruh gunting pita proyek???).

Sementara sekarang ini yang terjadi sebaliknya: Pembangunan infrastruktur benar-benar dikebut sesuai harapan, tapi tidak ada optimisme apapun karena, seperti yang anda tahu, Pemerintah sekarang ini lebih sibuk menjaga aksi-aksi unjuk rasa agar tidak sampai rusuh, termasuk Presiden juga lebih banyak menghabiskan waktu untuk bertemu tokoh-tokoh politik ketimbang meresmikan proyek-proyek infrastruktur seperti biasanya. Alhasil timbul kesan bahwa Pembangunan infrastruktur untuk sementara waktu berhenti, padahal tidak. Pembangunan jalan tol dll masih tetap berjalan seperti biasanya, hanya saja tidak begitu kelihatan karena tidak ter-cover oleh media.

Dan karena belakangan ini nyaris tidak ada wartawan koran ekonomi ataupun analis sekuritas yang menulis apapun tentang sektor konstruksi, maka jadilah sektor ini sepi peminat, apalagi di waktu yang bersamaan ada sektor lain yang lebih hot: Komoditas, termasuk batubara. Jadi ya sudah: Ketika sebuah saham jarang diperjual belikan, maka harganya akan cenderung turun atau minimal stagnan, dan itulah yang terjadi pada saham-saham konstruksi sekarang ini.

Tapi ketika nanti gonjang ganjing politik di tanah air pada akhirnya mereda dengan sendirinya (analisisnya baca disini), Pak Dhe bisa kembali keliling Indonesia untuk meresmikan pembangunan ini dan itu, plus mulai ramai berita bahwa ‘PT Nusantara Karya memperoleh kontrak senilai sekian trilyun untuk membangun pembangkit listrik’, maka sudah tentu sektor konstruksi akan kembali ramai. Lalu bagaimana dengan harga sahamnya? Ya itu sih gak usah ditanya lagi lah! Dan inilah yang penulis maksud dengan ‘daripada mengejar-ngejar kereta yang udah jalan terus malah kesandung dan jatoh, mendingan kita naik kereta yang masih ngetem di stasiun’.

Baiklah, jadi saham-sahamnya apa saja nih, yang boleh dilirik di sektor konstruksi ini? Well, penulis sudah memberikan hint sektornya, jadi untuk pilihan sahamnya silahkan anda analisis sendiri.

Buletin Analisis IHSG & Stockpick Saham edisi Januari 2017 akan terbit tanggal 2 Januari mendatang, dan anda bisa memperolehnya disini. Gratis konsultasi tanya jawab saham untuk member, langsung dengan penulis.

TeguhHidayat.com tetap online selama libur Natal dan Tahun Baru, jadi email-email yang masuk tetap akan dibalas secepatnya.
Instagram

Komentar

Marta mengatakan…
Berarti kalau begitu lebih baik ambil saham batubara saja pak teguh, kan momentum peningkatan harga saham nya sudah terbentuk. Tinggal naik nya doang. Toh pak teguh sendiri kan juga belum akan melepas saham HRUM yg dibeli tempo hari kan berarti kan masih akan naik.

Soalnya kalau ambil yg lagi turun macam konstruksi&properti suka nyangkut dulu lamaa dan market kan tidak bisa diprediksi mau balik naik kapan.
Unknown mengatakan…
Taun 2016 kmren sempet baca2 artikel memang bnyak yg memprediksi saham di sektor prop dan kontruksi bakalan naik secara signifikan. Tpi kenyataannya sampai awal th 2017 pun masih gak ada tanda2 profit yg bagus. Mungkin asumsi mereka sama dengan pak teguh. Mungkin sebaiknya kita lihat aja dulu perkembangan real dr sektor pembangunan klo memang ingin menanamkan saham di bidang prop n konstruksi 😊
Unknown mengatakan…
Makasih pa teguh, anda luar biasa
Unknown mengatakan…
Sampai bulan april 2017 konstruksi masih tidur pulas dan belum ada tanda2 bangun dari tidur nya hehehe...
pjm kth mengatakan…
lalu apakah ada hubungannya dengan tax amnesty?

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?