Prospek Saham-Saham Batubara: Update
Dua bulan lalu, tepatnya pada minggu pertama di bulan Oktober, penulis
memperhatikan fakta bahwa harga batubara, dalam hal ini harga batubara acuan di
Newcastle Australia, yang sebelumnya turun terus hingga mentok di US$ 53 per
ton pada awal tahun 2016, ketika itu sudah mulai naik kembali hingga ke level
US$ 72 per ton. Kemudian setelah mempertimbangkan beberapa faktor, penulis
ketika itu menyimpulkan bahwa harga batubara mungkin masih akan terus naik
dalam jangka panjang, dan alhasil saya mengambil salah satu saham batubara yang
menurut kami cukup bagus, yakni Harum
Energy (HRUM), ketika itu pada harga 1,050 (anda bisa baca lagi analisisnya
disini).
Dan beberapa waktu kemudian memang benar bahwa harga batubara lanjut naik,
tapi mungkin tak ada seorangpun yang menyangka bahwa kenaikannya akan sangat
cepat, dimana saat ini harga batubara Newcastle sudah tembus level psikologis
US$ 100 per ton! Akibatnya bisa ditebak: Sejak awal Oktober lalu, saham-saham
batubara melonjak sangat tinggi hingga puluhan bahkan ratusan persen hanya
dalam hitungan minggu, padahal mereka sudah naik banyak sebelumnya (saham-saham
batubara sudah naik sejak awal tahun 2016, tapi volume transaksinya baru ramai
setelah Oktober). Ambil contoh HRUM, dimana jika kita ambil harga tertingginya
yakni 2,640, maka artinya dia sudah naik 300% secara YTD, tapi HRUM tidak
sendirian, karena mayoritas saham batubara lainnya juga naik ratusan persen
dihitung sejak awal tahun. Jadi ketika pada Oktober kemarin kenaikan IHSG mulai
mentok seiring dengan meredupnya euforia tax
amnesty, namun pasar tidak serta merta menjadi sepi karena para trader
menemukan mainan baru: Saham-saham komoditas, terutama batubara.
Namun seperti biasa, ketika saham atau sektor tertentu mengalami kenaikan
maka beberapa investor mungkin sudah masuk sejak awal di harga bawah, tapi
beberapa lainnya terlambat masuk di harga atas, dan masalahnya tentu saja kita
gak bisa mengharapkan bahwa sebuah saham akan naik terus setiap hari, melainkan
pasti ada turunnya. Dan itu pula
yang terjadi pada saham-saham batubara, dimana sudah dua mingguan terakhir ini
beberapa saham batubara, meski tidak semua, mulai turun. Jika anda sudah masuk
di saham-saham batubara sejak Oktober lalu, atau lebih awal lagi, maka posisi
anda masih sangat aman. Tapi bagaimana kalau anda baru masuk belakangan? Nah,
kalau gitu maka kita perlu me-review outlook sektor batubara sekali lagi, and
here we go!
Pertama, harga batubara Newcastle yang sekarang sudah di level US$ 100 per
ton, itu sudah lebih tinggi dibanding prediksi dari pihak perusahaan batubara
itu sendiri. Yang penulis ingat adalah, pada April 2016 kemarin, manajemen
United Tractors (UNTR) mengatakan bahwa harga batubara di level US$ 50-an per
ton sudah sangat rendah, dan dalam lima tahun kedepan (terhitung mulai tahun
2016 ini) harga batubara akan naik ke kisaran US$ 52 – 72 per ton. Report dari manajemen HRUM juga memprediksi
hal yang sama, yakni bahwa dalam jangka panjang harga batubara akan stabil di
rata-rata US$ 75 per ton. Yang terbaru, ketika manajemen Bumi
Resources (BUMI) membuat kesepakatan penyelesaian masalah utangnya dengan
para kreditor, salah satu poin asumsi yang digunakan adalah bahwa harga
batubara, meski mungkin bisa fluktuatif dalam jangka pendek, namun seharusnya
tidak akan turun hingga lebih rendah dari US$ 70 per ton.
Namun tidak ada satupun dari tiga perusahaan diatas yang menyebutkan bahwa
harga batubara akan stabil di level
US$ 100 per ton. Jadi kalaupun dalam jangka pendek harga batubara bisa naik
atau turun ke level berapa saja, termasuk naik hingga tembus level US$ 100 per
ton seperti sekarang, namun pada akhirnya dia akan terkoreksi untuk kemudian
stabil di kisaran US$ 70 – 75 per ton, atau setidaknya itulah perkiraan dari
pihak perusahaan. Tapi mungkin bisa juga begini: Ketika manajemen memprediksi
bahwa harga batubara akan stabil di US$ 70 – 75 per ton, maka itu sebenarnya
bukan prediksi, melainkan asumsi
terendah yang diharapkan akan terjadi, dimana jika harga batubara masih
lebih rendah dari US$ 70 per ton seperti beberapa waktu lalu, maka volume
produksi batubara akan terus diturunkan untuk mengurangi supply batubara di pasar (dan memang itulah yang dilakukan UNTR dkk
pada tahun 2015 – 2016 ini). Tapi asalkan harga batubara naik sampai US$ 70 per
ton saja, sukur-sukur lebih tinggi lagi, maka volume produksi bisa dinaikkan
kembali.
However, itu tetap bukan berarti bahwa harga batubara akan naik terus, dan
masalahnya kondisi saat ini tentu saja berbeda dengan tahun 2011 lalu, dimana
harga batubara naik sampai level US$ 142 per ton karena melonjaknya permintaan
dari China karena tingginya pertumbuhan ekonomi disana, tapi sekarang ini
perekonomian China sudah (dan masih) slowing
down. Ketika kemarin harga batubara naik dengan sangat cepat, yakni hampir
dua kali lipat hanya dalam hitungan bulan, kemungkinan itu lebih karena faktor technical rebound setelah downtrend berkepanjangan selama lima
tahun (sejak tahun 2011), dimana rebound ini memang menandakan bahwa long term
downtrend bagi harga batubara sudah berakhir, tapi untuk bisa naik lagi ke
level seperti tahun 2011 lalu maka itu tentu perlu waktu, mungkin tidak sampai
lima tahun, tapi juga gak akan secepat dua bulan kemarin.
Jadi kecuali nanti ada sentimen positif entah itu dari China, Jepang, atau
dari dalam negeri, penulis kira cepat atau lambat harga batubara akan turun
dulu sejenak, tapi gak akan sampai ke level US$ 50-an, melainkan level US$
70-an sudah mentok banget. Setelah itu barulah perlahan tapi pasti harga
batubara akan naik kembali, namun kenaikannya tidak akan sekencang dua bulan
lalu, melainkan mungkin malah akan stabil/stagnan pada level harga tertentu.
Sebab ketika harga nanti batubara sudah ‘confirm’ diatas US$ 70 per ton hinga
seterusnya, maka ketika itulah BUMI dkk akan kembali meningkatkan volume
produksi batubara mereka masing-masing sehingga meningkatkan supply batubara di
pasar, dan pada akhirnya membuat harga batubara stuck di level tertentu.
Kedua, jika benar bahwa harga batubara dalam beberapa waktu kedepan bakal
turun sejenak, maka saham-saham batubara yang sudah overheat kemarin juga akan ikut turun. Kenapa penulis katakan
overheat? Karena beberapa saham batubara yang tadinya murah, katakanlah PBV-nya
hanya 1 kali atau kurang dari itu, sekarang malah sudah lebih mahal dibanding
saham kebanyakan termasuk blue chips sekalipun.
Tapi seperti halnya harga batubara gak akan balik lagi ke level US$ 50-an
per ton, maka HRUM dkk juga gak akan balik lagi ke posisi bottom mereka di awal tahun 2016 lalu. Fase cooling down ini mungkin akan terjadi sampai April 2017 nanti,
yakni ketika para emiten merilis laporan keuangan untuk Kuartal I 2017, dimana
jika hasilnya bagus maka ketika itulah saham-saham batubara akan punya alasan
fundamental untuk naik lagi.
Belum Euforia
Belum Euforia
Terakhir, ketiga, pertanyaan besarnya sekarang adalah, berapa sih valuasi
yang wajar bagi saham-saham batubara? Terkait hal ini kita bisa lihat lagi
tahun 2011 lalu, yakni ketika sektor ini sedang jaya-jayanya: Pada tahun 2011
tersebut, penulis masih ingat, PBV terendah dari sebuah saham batubara adalah 4 koma sekian kali. Ketika itu
saham-saham batubara memang dihargai sangat mahal, bahkan lebih mahal dibanding
saham-saham consumer goods, karena
investor mem-valuasi ekuitas berdasarkan jumlah cadangan batubara terbukti (proven reserves) yang dimiliki
perusahaan. Jadi misalnya PT A ekuitasnya Rp1 trilyun, tapi market capnya Rp5
trilyun (PBV 5 kali), tapi bahkan valuasi segitu dianggap masih murah, karena
PT A ini punya cadangan batubara sebanyak sekian puluh juta ton yang kalau
digali semuanya terus dijual, maka akan diperoleh laba bersih sekian puluh
trilyun! Jadi sekali lagi market cap PT A yang sampai 5 kali ekuitasnya, itu
masih murah, karena ekuitas tersebut belum menghitung ‘ekuitas’ berbentuk
batubara yang sudah terbukti ada didalam tanah, tapi belum dijadiin duit.
Beberapa perusahaan yang dianggap memiliki cadangan batubara yang sangat besar
(dibanding volume produksi tahunannya), sahamnya bahkan dihargai pada PBV 7, 9,
hingga 11 kali.
(tapi memang, kesalahan mendasar
para analis yang merekomendasikan saham-saham batubara ketika itu adalah mereka
menyangka bahwa harga jual batubara saat itu, yakni US$ 140-an per ton, akan
selamanya stabil di level tersebut dan gak akan pernah turun)
Okay, tapi itu di tahun 2011. Kalau sekarang bagaimana? Well, meski kemarin
saham-saham batubara pada terbang semua, tapi PBV yang paling tinggi baru
mencapai tiga koma sekian kali (saham PTBA), tapi itu tetap sudah lebih tinggi
dibanding valuasi saham-saham di BEI, yang belakangan ini jadi murah lagi
seiring lesunya IHSG. Dan kalau dibandingkan dengan kinerja para emiten
batubara hingga Kuartal III 2016 kemarin, dimana pendapatan serta laba bersih
mereka sama sekali belum improve dan
ROE-nya masih pada kecil, maka jelas valuasi
saham-saham batubara pada saat ini sudah tidak bisa disebut murah lagi, dimana
jika nanti harga batubara mulai konsolidasi, maka saham-saham batubara juga
akan turun sejenak untuk menemukan titik keseimbangan mereka masing-masing.
Namun ketika fase konsolidasi/cooling down ini berakhir, maka barulah
saham-saham batubara kemudian akan naik lagi, dan kali ini kenaikannya akan berdasarkan pada bagus tidaknya kinerja laporan
keuangan mereka di awal tahun 2017 nanti (jadi nggak lagi naik rame-rame
hanya karena mengikuti kenaikan harga batubara). Sebagai contoh, tahun 2011
lalu ada dua saham batubara milik penulis yang naik gila-gilaan: Resource Alam Indonesia (KKGI), ketika
itu dari 1,700-an sampai 8,000-an, dan Garda
Tujuh Buana (GTBO), dari 100-an sampai 1,500-an, dan bahkan pada tahun 2012
lanjut naik lagi sampai 5,000-an (sadly, kita udah keluar lama sebelum GTBO ke
5,000).
Dan.. anda tahu kenapa dua saham itu bisa naik sebanyak itu? Well, it’s
simple, karena keduanya sempat membukukan annualized ROE hingga 60 persen! Atau
jauh lebih tinggi dari emiten batubara lainnya. Plus, ketika saham-saham
batubara yang gede-gede seperti BUMI dan Adaro Energy (ADRO) sudah dihargai
pada PBV 4 kali, PBV KKGI dan GTBO, berdasarkan harga mereka ketika masih belum
naik (KKGI di 1,000-an, sementara GTBO di 100-an), hanya satu koma sekian kali, yang mungkin karena status mereka sebagai
saham kecil sehingga tidak dilirik orang, dan baru dilirik setelah laporan
keuangannya tampak extraordinary.
Kalau menurut anda kenaikan saham-saham batubara kemarin terbilang luar biasa, berarti anda belum pernah megang GTBO. |
So, trust me, mau sebuah saham naik banyak atau sebaliknya turun banyak
dalam jangka pendek, namun pada akhirnya orang akan melihat laporan keuangan
perusahaan, dan juga valuasi sahamnya.
Jadi tugas kita sangat sederhana: Pada April 2017 nanti, fokuskan diri anda
untuk menggali laporan keuangan semua
emiten batubara, cari yang kinerjanya paling bagus, sekaligus sahamnya paling
murah! Then buy it for mid or long term.
Tapi kalau sekarang ini saya udah pegang saham batubara gimana? Well, entah
itu anda sudah masuk sejak awal sehingga posisinya sudah profit, atau baru masuk
belakangan sehingga posisinya nyangkut, tapi asalkan anda bisa berpandangan
sedikit jauh ke depan, dalam hal ini minimal hingga April 2017, maka sebenarnya
gak ada alasan untuk buru-buru keluar. Karena meski harga batubara mungkin
memang akan turun dulu, tapi asalkan turunnya gak sampe dibawah US$ 70 per ton
maka para emiten batubara tetap akan meningkatkan volume produksi mereka, dan itu
artinya pendapatan serta laba bersih mereka akan naik lagi, dan profitabilitas
mereka akan ‘gemuk’ lagi, mungkin gak akan sampai seperti tahun 2011 lalu, tapi
proyeksi ROE 20 – 25% di tahun 2017 untuk perusahaan batubara yang sehat
tentunya sangat realistis, dan itu akan jadi alasan yang bagus untuk memvaluasi
sahamnya pada PBV 2 – 3 kali, atau lebih tinggi lagi.
Kemudian, terakhir, ingat bahwa pada tahun 2011 lalu, semua orang mem-valuasi
saham-saham batubara berdasarkan cadangan terbukti yang dimiliki perusahaan,
tapi sejauh ini belum ada seorang analispun yang menyebut-nyebut soal ‘cadangan
batubara’, yang itu artinya sektor batubara ini masih belum mencapai puncak
euforia-nya. Kalau mau contoh yang lebih dekat, pada awal hingga pertengahan tahun
2013 lalu, saham-saham konstruksi naik gila-gilaan hingga sampai pada satu
titik dimana para analis mengatakan bahwa PBV 4 – 5 kali bagi Adhi Karya (ADHI)
dkk adalah wajar, mengingat perusahaan sudah mengantongi kontrak konstruksi jangka panjang senilai sekian trilyun yang masih
belum tercermin dalam ekuitasnya (ketika itu ADHI sudah berada di level 4,000.
Coba lihat berapa ADHI sekarang?). Kontrak konstruksi disini adalah mirip
seperti cadangan batubara.
Intinya, ketika orang-orang mulai tidak realistis dalam menghitung valuasi
sebuah saham, maka itulah puncak euforia-nya, dan selanjutnya saham tersebut
mungkin akan jatuh. Tapi sejauh ini pada sektor batubara belum terjadi euforia
semacam itu, dan valuasi saham-saham di sektor ini juga memang belum terlalu
tinggi. And that means, dengan asumsi bahwa anda bisa melihat saham-saham
batubara ini minimal untuk jangka menengah (antara 3 hingga 12 bulan kedepan),
then the opportunity is still there!
Buletin Analisis IHSG &
stockpick saham edisi Desember 2016 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini,
gratis konsultasi tanya jawab saham untuk member, langsung dengan penulis.
Komentar