BEI Menghapus Batas Bawah 10%?
Semingguan ini ramai
pemberitaan bahwa Bursa Efek Indonesia (BEI) akan kembali menetapkan auto rejection (AR) simetris, dari yang saat ini asimetris.
Pemberitaan tersebut muncul setelah Direktur Pengawasan Transaksi BEI, Hamdi
Hassyarbaini, pada tanggal 30 Agustus menyatakan kepada wartawan bahwa pasar
saham Indonesia sekarang ini sudah stabil dimana IHSG telah naik signifikan,
sehingga peraturan AR asimetris sudah tidak diperlukan
lagi. Nah, mungkin anda bertanya-tanya, apa itu AR simetris? Apa itu AR asimetris?
Jadi begini. Setahun
lalu, tepatnya pada tanggal 25 Agustus 2015, atau persis sehari setelah IHSG
dilanda panic
selling dan jeblok 4% dalam sehari, BEI segera bertindak dengan meluncurkan
empat kebijakan baru sekaligus, yakni: 1. Emiten diperkenankan untuk membeli
sahamnya di pasar (buy back) tanpa RUPS, 2. Saham apapun hanya bisa turun
maksimal 10% dalam sehari, 3. Dana Perlindungan Investor dan dikelola oleh PT Penyelenggara Program Perlindungan Investor Efek Indonesia (P3IEI) ditingkatkan
dari Rp25 juta menjadi Rp100 juta, dan 4. Broker dilarang melakukan
transaksi short-selling. Semua kebijakan tersebut bertujuan agar IHSG,
yang ketika itu sudah crash ke posisi 4,100-an dari sebelumnya 5,500-an,
bisa segera pulih kembali, atau minimal tidak turun lebih lanjut.
Nah, yang menarik
adalah peraturan Nomor 2, yakni bahwa saham
apapun hanya bisa turun maksimal 10% dalam sehari, dimana jika ada orang
yang pasang bid atau offer pada harga yang lebih rendah dibanding
batas penurunan 10% tersebut, maka akan otomatis ditolak oleh sistem (auto
reject). Sebelumnya, peraturan BEI menyebutkan bahwa saham dengan harga nominal
Rp50 – 200 bisa naik atau turun maksimal 35% dalam sehari, nominal 200 – 5,000
bisa naik atau turun maksimal 25% dalam sehari, dan nominal diatas 5,000 bisa
naik atau turun maksimal 20% dalam sehari.
Peraturan dimana suatu
saham memiliki batas kenaikan dan penurunan yang sama (misalnya
saham A harganya Rp100, maka dia bisa naik maksimal hingga 35% dan sebaliknya
bisa turun 35% juga, dalam sehari), itulah yang disebut dengan AR simetris. Namun setelah tanggal 25 Agustus 2015, maka suatu
saham masih bisa naik maksimal hingga 35% dalam sehari, tapi hanya bisa turun
maksimal 10% saja. Batas kenaikan dan penurunan yang berbeda inilah,
yang disebut AR asimetris.
Catatan: Di kalangan investor dan trader, kalau
ada saham jeblok hingga mentok 10% dalam sehari, maka istilahnya adalah AR kiri, atau AR bawah. Sementara kalau ada saham yang terbang hingga mentok 20%,
25%, atau 35% (tergantung nominal sahamnya), maka istilahnya AR kanan, atau AR atas.
Dalam kondisi pasar
yang bergejolak, maka peraturan dimana saham hanya bisa turun maksimal 10% dalam
sehari diharapkan mampu menahan IHSG agar tidak sampai turun hingga ke level
yang tidak lagi mencerminkan fundamental perekonomian dan kinerja emiten,
dimana jika itu terjadi (IHSG turun kelewat dalam) maka akan menimbulkan kepanikan massal. dan akan menghancurkan
kepercayaan investor terhadap BEI dan investasi saham itu sendiri. Salah satu
kasus terburuk adalah, pada bulan Oktober 2008, IHSG jeblok hingga lebih dari 20% hanya dalam tiga hari perdagangan,
dan alhasil pasar kemudian butuh waktu yang cukup lama untuk pulih, dimana
nilai transaksi perdagangan saham di BEI baru ramai kembali (baca: sama
ramainya dengan sebelum IHSG mengalami crash) pada awal tahun 2012.
Seandainya IHSG pada Oktober 2008 tersebut, meski turun, namun penurunannya
tidak separah itu, maka pasar kemungkinan akan pulih lebih cepat, investor segera kembali masuk pasar, dan para broker tidak akan kelamaan bengong dirumah
karena transaksi perdagangan kembali ramai.
However, dalam kondisi
pasar yang normal dan stabil, maka peraturan penurunan maksimal 10% ini
menyebabkan pergerakan saham-saham tertentu tidak lagi mencerminkan fundamental
perusahaan yang bersangkutan. Sebab dalam kondisi dimana IHSG sedang naik
sekalipun maka akan selalu ada saja ‘saham-saham blangsak’ yang normalnya boleh-boleh
saja turun sampai 30% sekalipun, tapi itu tidak terjadi karena batas AR bawah
10% tadi. Intinya peraturan ini menimbulkan kesan konyol bahwa ‘saham apapun
boleh naik, tapi gak boleh turun’. Selain itu peraturan ini, meski di satu sisi
menguntungkan investor dan trader, namun kurang menguntungkan bagi para
sekuritas/broker dan BEI itu sendiri, karena jika sebuah saham turun 10% dalam
sehari maka ya sudah, untuk hari itu tidak akan terjadi transaksi lagi, dan
alhasil pendapatan trading fee bagi para broker (dan juga BEI sebagai
regulator, ingat bahwa sekuritas sebagai anggota bursa harus menyetor sebagian
pendapatan trading fee-nya ke BEI, KSEI, dan KPEI) menjadi tidak maksimal.
Jadi mungkin karena
itulah, pada tanggal 30 Agustus 2016 kemarin Mr. Hamdi menyatakan bahwa BEI tengah mengkaji kembali beberapa
peraturan perdagangan, termasuk bahwa BEI mungkin akan kembali memberlakukan
peraturan AR simetris, dimana sebuah saham bisa naik atau turun hingga35% dalam
sehari. Namun entah wartawannya yang salah tulis atau gimana (yang kemudian
dikutip begitu saja oleh para analis sekuritas dalam menerbitkan analisisnya,
ini kacau bener dah), publik menangkap pernyataan tersebut sebagai, ‘BEI akan
menghapus batas bawah 10% mulai tanggal 1 September’, padahal Mr. Hamdi tidak
mengatakan apapun soal tanggal 1 September tersebut! Dan BEI juga sama sekali
belum mengeluarkan peraturan baru terkait auto reject. Demikian pula ketika Mr.
Hamdi mengatakan bahwa BEI tengah mengkaji untuk menghapus peraturan batas harga terendah Rp50 (sehingga sebuah saham bisa turun hingga maksimal
Rp0), maka itu baru sebatas kajian saja,
dan belum ada peraturan apapun yang secara resmi menghapus batas
harga Rp50 tersebut.
(tapi biasanya sih kesalahan
informasi ini cuma karena Mr. Hamdi keceplosan aja pas ditanya wartawan, atau
dengan kata lain, Mr. Hamdi gak akan ngomong begitu kalau gak ditanya. Jadi
kalau penulis adalah Pak Tito, maka saya akan mengadakan training khusus kepada
para direktur BEI agar berhati-hati dalam memberikan statement ke media karena,
you know, wartawan sekarang kerjaannya kejar setoran mulu)
Tapi untungnya sehari
kemudian, yakni tanggal 31 Agustus, pihak BEI segera mengklarifikasi bahwa BEI
belum akan kembali memberlakukan peraturan AR simetris pada tanggal 1
September, dan bahwa batas bawah 10% masih berlaku hingga waktu yang belum
ditentukan.
Tapi yah, mari kita
berandai-andai: Jika peraturan batas bawah 10% benar-benar dihapus, dimana
sebuah saham bisa saja jeblok 35% dalam sehari, maka apa yang akan terjadi? Maka
tentu, pasar saham akan ramai lagi! Terakhir kali penulis menyaksikan IHSG
jeblok gila-gilaan adalah pada perdagangan pasca libur Imlek di bulan Oktober
2011, dimana IHSG turun 8.88% dalam sehari (jadi waktu IHSG panic selling Agustus
2015 lalu, trust me, itu gak ada apa-apanya). Tapi penulis tidak yakin BEI
berani melakukan itu karena para investor sekarang ini lebih sensitif, kemungkinan karena informasi lebih cepat menyebar karena
adanya internet, grup/forum saham, dan media sosial, dimana jika IHSG turun 2%
saja dalam sehari maka orang-orang akan langsung panik, dan kepanikan ini akan dengan
cepat menyebar ke investor lainnya karena adanya media sosial tadi, sehingga akan
langsung terjadi kepanikan massal. Selain itu, bahkan meski dengan peraturan
batas bawah 10% ini, namun itu tidak mencegah saham-saham tertentu untuk turun
gila-gilaan, katakanlah seperti saham Bank Pundi (BEKS) atau Bank CIMB Niaga
(BNGA), karena meski saham tersebut hanya bisa turun maksimal 10% dalam sehari,
namun toh besoknya dia bisa turun 10% lagi, demikian seterusnya. As you can see,
kondisi ini bisa lebih buruk andaikan saham-saham diperkenankan turun hingga
35% dalam sehari.
Sementara soal wacana
bahwa batas harga Rp50 dihapus, well, penulis no comment. Tapi memang kalau
kita pakai patokan Bursa Amerika, maka saham-saham tertentu, jika memang
fundamentalnya sangat buruk, bisa turun hingga level harga 1 Sen atau US$ 0.01,
atau bahkan nol Dollar, dimana jika sahamnya kemudian gak naik-naik juga maka
akan ditendang keluar dari bursa (delisting). Nah, meski penulis tidak tahu
apakah disini juga bisa diberlakukan peraturan yang sama, yakni bahwa suatu
saham bisa turun sampai harganya Rp0, namun jujur saja, penulis penasaran dengan
apa yang akan terjadi jika peraturan itu benar-benar diberlakukan.. Well, what
do you think?
Komentar
terima kasih artikelnya Pak...
dari http://vpstrading.net/
Tukang goreng bisa panic juga nih
Xixixixixi