Value Opportunity: WOM Finance
Dalam berinvestasi di
saham, ada banyak keuntungan jika anda memilih untuk menggunakan metode value
investing. Yang pertama, anda bisa beli saham kemudian ditinggal
tanpa perlu dilihat-lihat lagi (kecuali beberapa waktu sekali, katakanlah
sebulan sekali), sehingga anda punya banyak waktu untuk melakukan apapun
kegiatan yang anda sukai secara rileks dan santai. Dan kedua, anda berpeluang untuk menemukan ‘mutiara terpendam’, yakni
saham yang bisa jadi menawarkan profit extraordinary hingga ratusan persen, hanya
dalam waktu yang relatif singkat.
Dan meski peluang emas
seperti itu tentunya tidak selalu muncul setiap hari, namun berdasarkan
pengalaman selama ini, dalam satu tahun biasanya kita bisa memperoleh
paling tidak dua hingga tiga ‘value opportunity’ seperti itu, dan jumlahnya
bisa lebih banyak lagi kalau IHSG sedang
bersahabat.
Salah satu peluang
tersebut adalah WOM Finance (WOMF). Penulis
pertama kali menemukan WOMF ini pada awal tahun 2016 kemarin ketika sahamnya
masih berada di level 75 - 80 perak, dan fakta menarik adalah, WOMF ketika itu
sudah cukup lama hanya mondar mandir di rentang 75 – 80 tersebut, yakni sejak
Agustus 2015 (sudah beberapa bulan). Sementara sebelum Agustus tersebut, WOMF
cenderung turun dari level 200-an di tahun 2013 – 2014, dan bahkan dari
posisi yang lebih tinggi lagi di tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan
pengalaman, kalau ada saham yang sebelumnya dihargai cukup tinggi namun
kemudian turun terus, maka biasanya itu adalah saham dari
perusahaan yang memiliki kinerja yang sedang
tidak bagus (makanya sahamnya turun). Tapi ketika penurunan saham tersebut akhirnya berhenti untuk kemudian bergerak mendatar di rentang harga tertentu (plus volume transaksinya menjadi tidak likuid),
maka kemungkinan valuasinya sudah sangat
murah di rentang harga tersebut sehingga sudah tidak bisa turun lebih
rendah lagi, tapi juga belum mau naik dulu karena kinerja perusahaan
juga masih jelek.
And holaaaa.. Ketika penulis mengecek WOMF ini ternyata benar: Pada tahun 2013, perusahaan mencetak laba bersih Rp67 milyar, namun di tahun berikutnya (2014) laba tersebut turun menjadi Rp37 milyar, dan turun lagi menjadi Rp25 milyar di 2015. Karena pada tahun 2015 kemarin IHSG juga lagi merah membara hingga mencapai puncaknya pada panic selling di bulan Agustus (coba baca lagi deh artikelnya, komentarnya lucu-lucu), maka sahamnya juga tanpa ampun jeblok sampai 80 perak di bulan Agustus tersebut, dan setelah itu gak naik-naik lagi sampai awal tahun 2016.
And holaaaa.. Ketika penulis mengecek WOMF ini ternyata benar: Pada tahun 2013, perusahaan mencetak laba bersih Rp67 milyar, namun di tahun berikutnya (2014) laba tersebut turun menjadi Rp37 milyar, dan turun lagi menjadi Rp25 milyar di 2015. Karena pada tahun 2015 kemarin IHSG juga lagi merah membara hingga mencapai puncaknya pada panic selling di bulan Agustus (coba baca lagi deh artikelnya, komentarnya lucu-lucu), maka sahamnya juga tanpa ampun jeblok sampai 80 perak di bulan Agustus tersebut, dan setelah itu gak naik-naik lagi sampai awal tahun 2016.
Tapi meski WOMF belum
naik-naik lagi, tapi ternyata dia juga gak turun lebih lanjut, katakanlah
sampai gocap. Disisi lain perusahaannya juga gak pernah kedengaran ada
masalah seperti pada saham TRAM, SIAP,
atau lainnya. Ketika itulah penulis cek valuasi WOMF ini, dan lagi-lagi benar:
Pada harga Rp80 per saham, PBV WOMF hanya 0.4
kali, dan itu merupakan valuasi terendah yang mungkin bisa dicapai bagi
saham-saham dari perusahaan yang sejatinya bukanlah perusahaan jelek, melainkan
kinerjanya lagi lesu saja.
Jadi ketika itulah
penulis berkesimpulan: Kalau nanti WOMF ini kembali membukukan kinerja bagus,
katakanlah labanya naik di Kuartal I 2016, maka ketika itulah sahamnya
layak buy, karena besar kemungkinan dia
akan langsung terbang tak lama kemudian.
Aaaaaannd.. beruntung sekali, memang itulah yang terjadi dimana pada Kuartal I 2016 kemarin (laporan keuangannya keluar akhir Maret 2016), WOMF membukukan laba Rp21 milyar, yang jika disetahunkan sama dengan Rp84 milyar, atau sudah lebih besar dibanding laba bersih tertingginya di tahun 2013 sebesar Rp67 milyar. Dan setelah penulis pelajari lagi, kinerja WOMF bisa pulih karena memang sektor usaha yang dijalani perusahaan, yakni jasa pembiayaan atau leasing sepeda motor, belakangan ini mulai pulih setelah pada tahun 2012 lalu digencet oleh berbagai peraturan dari Bank Indonesia (BI) untuk membatasi penyaluran kredit kendaraan bermotor, seperti kebijakan loan to value (LTV) dan lainnya, untuk menghindari credit bubble. Dan itu seketika membuat bisnis leasing motor mati suri karena jumlah pembeli motor otomatis menurun drastis, setelah mereka ‘dipaksa’ membayar uang muka hingga 4 – 5 juta Rupiah, untuk membeli motor seharga Rp16 juta.
Aaaaaannd.. beruntung sekali, memang itulah yang terjadi dimana pada Kuartal I 2016 kemarin (laporan keuangannya keluar akhir Maret 2016), WOMF membukukan laba Rp21 milyar, yang jika disetahunkan sama dengan Rp84 milyar, atau sudah lebih besar dibanding laba bersih tertingginya di tahun 2013 sebesar Rp67 milyar. Dan setelah penulis pelajari lagi, kinerja WOMF bisa pulih karena memang sektor usaha yang dijalani perusahaan, yakni jasa pembiayaan atau leasing sepeda motor, belakangan ini mulai pulih setelah pada tahun 2012 lalu digencet oleh berbagai peraturan dari Bank Indonesia (BI) untuk membatasi penyaluran kredit kendaraan bermotor, seperti kebijakan loan to value (LTV) dan lainnya, untuk menghindari credit bubble. Dan itu seketika membuat bisnis leasing motor mati suri karena jumlah pembeli motor otomatis menurun drastis, setelah mereka ‘dipaksa’ membayar uang muka hingga 4 – 5 juta Rupiah, untuk membeli motor seharga Rp16 juta.
Namun meski para
pembeli motor awalnya juga kaget ketika mereka harus membayar uang muka yang
tinggi, tapi lama-lama mereka terbiasa juga, dan jumlah pembeli motor secara leasing
kemudian kembali meningkat dengan sendirinya, terutama setelah para automaker
terkemuka seperti Honda, Yahama, Suzuki, dan Kawasaki, tanpa henti-hentinya
meluncurkan model-model sepeda motor terbaru, yang secara tidak langsung
memaksa para bikers untuk mengganti sepeda motornya. Dan karena
belakangan ini tingkat inflasi mulai terkendali, maka BI juga mulai kembali
melonggarkan kebijakan penyaluran kredit, dan alhasil para
sales kredit motor kembali semangat dalam memasarkan produknya (berdasarkan
pengamatan penulis sendiri kalau jalan-jalan naik motor ke kampung-kampung,
belakangan ini banyak banget orang yang jualan jasa kredit motor di pinggir
jalan pake brosur-brosur gitu).
Kesimpulannya, WOMF ini
valuasinya sangat terdiskon, kinerjanya mulai pulih, dan prospek kedepannya
juga cerah, terutama karena perusahaan, meski terkesan sebagai perusahaan kecil
karena sahamnya juga cuma recehan, tapi sejatinya merupakan salah satu
perusahaan pembiayaan terbesar di tanah air, dengan reputasi merk yang juga
cukup kuat (WOM Finance itu lumayan terkenal, hanya kalah populer dibanding
Adira). Jadi ya sudah: Kami membeli WOMF dalam jumlah cukup besar (meski harus
pelan-pelan masuknya, karena WOMF ini waktu itu nggak likuid), dan dia kemudian menjadi salah satu pegangan utama
penulis sampai dengan saat ini (analisisnya juga sudah dibahas di Ebook
Kuartal I kemarin), terutama setelah pada Kuartal II barusan, dia masih
membukukan kinerja yang cukup baik.
Tapi ngomong-ngomong WOMF
sekarang sudah di 199, alias sudah naik tinggi banget. Jadi bagaimana
kedepannya? Apakah dia masih bisa naik lagi? Well, mari kita cek. Pada harga
199 tersebut, PBV WOMF masih 0.9 kali, tapi PER-nya sudah 9.0 kali. Dan valuasi
segitu, meski memang tidak lagi semurah ketika dia masih di 80 perak, namun
masih relatif rendah dibanding saham-saham lain yang udah gila-gilaan mahalnya,
seiring dengan kenaikan IHSG. Dan kalau berdasarkan pengalaman penulis di PP Properti (PPRO),
maka kalau kita nemu barang bagus di harga diskonan begini maka seringkali
kenaikannya bisa sampai level yang
mungkin tidak pernah terbayang sebelumnya, tergantung kegilaan pasar. I
mean, jika anda sudah pegang WOMF ini sejak awal, maka gak usah buru-buru
keluar, just let the profit run!
Sementara jika anda
baru mau masuk, maka pertama-tama anda harus bisa melihat bahwa kinerja WOMF
seharusnya akan bagus terus minimal sampai akhir tahun nanti, jadi hingga akhir
tahun itu pula, sahamnya berpeluang akan naik terus (kecuali mungkin jika
besok-besok IHSG turun). Jadi dalam hal ini pergerakan harian WOMF tidaklah berarti apapun karena kita harus
menjadikan WOMF ini minimal sebagai investasi jangka menengah, dimana kalau
anda mau masuk ya tinggal langsung masuk aja, tapi bisa juga sambil nyicil,
sambil mengetes bahwa kalau nanti WOMF ini turun, maka dia turunnya sampai
level berapa.
PT WOM Finance, Tbk (WOMF)
Rating Kinerja pada Q2
2016: A
Rating saham pada 199:
AA
Disclosure: Ketika artikel ini dipublikasikan, Avere sedang
dalam posisi memegang WOMF di average 110, posisi ini bisa berubah setiap saat
tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Info Investor: Buku kumpulan analisis
saham-saham pilihan edisi Kuartal II
2016 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini.
Komentar
http://m.kontan.co.id/news/naik-tak-wajar-womf-masuk-radar-bursa
Sepertinya pembaca blog ini banyak dan langsung buy WOMF.