Pentingnya Visi Seorang Investor, Part 2
Okay, itu satu. Yang kedua, kemampuan untuk melihat jauh
kedepan akan sangat berguna ketika kita menerapkan metode value investing itu
sendiri. Seperti yang kita ketahui, pekerjaan seorang value investor sangatlah
sederhana: Cari saham bagus dan murah, lalu beli, lalu tunggu sampai dia naik sendiri. Sementara
jika anda tidak menemukan saham yang memenuhi dua kriteria tersebut (bagus dan
murah, karena kadang-kadang kita berada dalam situasi pasar dimana saham-saham
bagus udah pada mahal semua), maka anda harus tunggu diluar, alias pegang cash.
Jadi pekerjaan value investor itu sebenarnya lebih
banyak menunggu saja, entah itu
menunggu untuk membeli, atau menunggu untuk menjual. Namun ketika menunggu
inilah, investor yang tidak memiliki visi, alias tidak mampu melihat bahwa harga suatu saham pada akhirnya akan naik
atau turun ke posisi tertentu dan hanya terpaku pada harga sahamnya saat ini, biasanya akan gelisah, dan ujung-ujungnya
ia akan melakukan kesalahan, entah itu menjual sahamnya terlalu cepat padahal
saham tersebut masih bisa naik lagi, atau sebaliknya membeli terlalu cepat,
yakni pada harga yang sebenarnya masih bisa lebih rendah lagi.
Contoh riil-nya, dan ini sudah beberapa penulis sampaikan di kelas seminar, pada awal
tahun 2015 lalu seorang teman bertanya, ‘Pak Teguh, BBRI bagus nggak buat long
term?’
Penulis jawab, ‘Iya BBRI tentu saja bagus pak.’
Ia bertanya lagi, ‘Di harga sekarang (12,000-an)
apa boleh masuk?’
‘Jangan dulu. PBV BBRI sekarang 3.0 kali, dan kalau
berdasarkan pengalaman, itu mahal banget.’
‘Jadi beli di harga berapa bagusnya?’
‘Sekitar 9,000 pak. Di harga segitu PBV-nya 2.3
kali, dan memang batas harga terendah yang mungkin dicapai BBRI, terutama kalau
IHSG terkoreksi, adalah sekitar PBV 2.3 kali tersebut. Malah pernah juga sampai
1.7 – 2.0 kali’
‘Dari 12,000 ke 9,000, berarti turun sekitar 30%.
Apa mungkin BBRI bisa turun sampai serendah itu?’
‘Iya mungkin saja pak. Lebih dari itu juga mungkin
kok.’
‘Tapi bukannya tadi pak Teguh bilang BBRI ini
bagus? Kalau saham bagus gimana bisa turun?’
‘Iya BBRI memang bagus, tapi di harga sekarang dia
mahal. Dalam value investing, sebagus apapun sebuah saham, bukan berarti kita
bisa membelinya pada harga berapapun.’
Namun beberapa waktu kemudian, BBRI justru naik
lagi hingga sempat menembus 13,000 pada April 2015, dan ketika itulah teman
penulis bertanya lagi soal BBRI ini, dan penulis tetap menjawab bahwa kecuali
dikasih harga 9,000, saya tetap tidak akan membeli BBRI ini. However, mungkin karena
khawatir ketinggalan kereta, teman penulis akhirnya tetap membeli BBRI di
13,000-an.
Logo BBRI, yang sahamnya hampir selalu menjadi menu wajib untuk dibeli, setiap kali IHSG terkoreksi |
Tapi masih di bulan April itu juga, IHSG mulai
longsor, dan BBRI turut terkoreksi hingga 11,000-an dan terus turun.. hingga
mencapai 9,000 pas pada Agustus. Ketika itulah penulis sendiri masuk, dimana
meski BBRI sempat bablas sekali lagi sampai 8,000-an, namun pada akhirnya dia
tetap naik hingga tembus 12,000-an, pada Februari 2016 kemarin.
Bagian yang menariknya adalah, ketika di bulan
Februari 2015, yakni ketika BBRI berada di posisi 12,000-an dan penulis
mengatakan bahwa ‘BBRI akan turun ke 9,000’, maka tidak ada seorangpun yang
percaya, apalagi sebulan kemudian BBRI malah naik lagi sampai 13,000-an.
Sebaliknya, ketika BBRI drop sampai 9,000 di bulan Agustus dan saya mengatakan
bahwa ‘Tenang saja, ntar juga naik lagi’, maka sekali lagi, tidak ada
seorangpun yang percaya! Apalagi ketika itu pasar dalam situasi serba panik,
dan BBRI sendiri sempat drop lebih dalam lagi sampai 8,000-an.
Intinya, ketika sebagian besar investor di pasar
modal hanya bisa melihat harga suatu saham pada
saat ini saja, tanpa memiliki gambaran sama sekali bahwa kedepannya saham
tersebut akan bergerak kemana (termasuk tidak akan percaya jika anda bilang bahwa saham A yang sekarang berada di posisi 500 akan naik ke 1,000, demikian sebaliknya), maka sebagian kecil investor lainnya mampu menganalisa
bahwa saham tersebut undervalue, atau
sebaliknya overvalue. Lalu berdasarkan
analisa itulah, ia menciptakan
visi bahwa saham tersebut pada
akhirnya nanti akan naik atau turun ke posisi sekian. Jadi kenapa penulis
di bulan Februari 2015 mengatakan bahwa BBRI, yang ketika itu berada di level
12,000, cepat atau lambat akan turun ke kurang lebih 9,000? Ya karena BBRI di
harga 12,000, berdasarkan nilai ekuitas perusahaan ketika itu, jelas overvalue.
Udah gitu doang!
Jadi itulah, ladies
and gentlemen, pentingnya seorang investor untuk memiliki visi, untuk bisa
melihat jauh ke depan! Yakni untuk bisa melihat saham bukan berdasarkan harganya pada saat ini, tapi berdasarkan harganya yang seharusnya, dan poin
inilah yang membedakan value investor dengan pelaku pasar lainnya (growth
investor, trader, spekulan, dll). Contoh lain, seperti yang sudah kita bahas di
artikel
minggu lalu, sekarang ini ada banyak saham-saham BUMN yang bergerak tidak
wajar, dimana beberapa diantaranya naik terus, dan sebaliknya beberapa lainnya
turun terus. Dan seperti biasa, sebagian besar pelaku pasar hanya melihat
saham-saham tersebut pada harganya saat ini, dimana saham BUMN yang lagi naik
terus diburu tak peduli meski fundamentalnya nol, sementara saham BUMN yang
lagi turun malah dianggap jelek dan prospeknya suram (biasanya karena banyak
berita jelek juga), tak peduli meski fundamentalnya bagus, dan valuasinya sudah
undervalue.
Well, namun mudah-mudahan setelah membaca artikel
ini, you know what to do. Sedikit tips, diatas penulis menyebut ‘untuk bisa melihat
jauh ke depan’. Namun seringkali ‘jauh kedepan’ itu sebenarnya tidak terlalu
jauh, melainkan hanya beberapa minggu hingga beberapa bulan saja. Berdasarkan
pengalaman, ketika anda membeli saham bagus pada harga murah, maka anda tidak
perlu menunggu sampai bertahun-tahun seperti kisah penulis ketika kuliah dulu,
agar visi anda (bahwa saham tersebut pada akhirnya akan naik) menjadi kenyataan,
melainkan paling lama hanya beberapa bulan saja. And trust me, kalau anda
minimal sudah 2 – 3 tahun di market, maka ‘beberapa bulan’ itu sama sekali gak
lama kok. Kalau gak percaya, coba lihat kalender: Sekarang udah bulan Juni lagi
lho! Atau sudah lewat enam bulan sejak awal tahun kemarin.
Yang juga perlu dicatat, beberapa visi (bahwa saham akan naik atau turun ke harga tertentu) terkadang menjadi kenyataan, namun
beberapa lagi tidak, namun itu tidak
jadi masalah. Seperti contoh BBRI diatas, penulis hanya mengatakan bahwa
‘Kecuali dikasih harga 9,000, saya tidak akan membeli BBRI ini’. Ini artinya
jika setelah beberapa waktu BBRI ternyata tidak turun dari 12,000 ke 9,000 tapi
malah terus saja naik (dan memang pernah juga terjadi sebuah saham yang sudah mahal
ternyata masih naik terus, atau sebaliknya sudah murah tapi turun terus), maka ya
sudah, kita gak akan beli BBRI dan cari saham lain saja, yang fundamentalnya
sama-sama bagus tapi valuasinya jauh lebih murah. Seperti kata pepatah: Ketika satu
pintu tidak terbuka, dan setelah ditunggu-tunggu tetap saja tidak terbuka, maka
carilah pintu yang lain.
Namun memang, khusus untuk saham-saham blue chip
yang likuid, maka jarang terjadi sebuah saham naik teruusss, atau sebaliknya
turun terus, melainkan bergantian naik dan turun dalam hitungan bulan. Atau
dengan kata lain, ‘visi’ yang anda buat biasanya akan akurat, sehingga risikonya lebih kecil dibanding kalau
anda beli saham-saham second liner. Pada tahun 2011 lalu, saham-saham perbankan
seperti BBCA, BMRI, BBRI, dan BBNI, secara keseluruhan bergerak stagnan atau
bahkan sedikit turun, seiring dengan IHSG-nya yang di tahun tersebut hanya naik
3.2%, malahan sempat jeblok gila-gilaan ketika IHSG pada bulan Oktober sempat
turun 8.88% dalam sehari (tapi sebelum Desember langsung naik lagi). Namun
karena sejak awal kinerja emiten-emiten perbankan tersebut masih oke, maka hanya
beberapa bulan kemudian yakni di tahun 2012-nya, mereka langsung naik rata-rata
40 – 50%, ketika IHSG-nya hanya naik 12.9%.
Menariknya, di tahun 2016 ini, saham-saham
perbankan secara keseluruhan bergerak turun sejak awal tahun ketika IHSG-nya masih
naik sekitar 5%, padahal kinerja mereka masih aman-aman saja. Soo, what do you
think???
Buletin Analisis IHSG & Rekomendasi
Saham Bulanan edisi Juni 2016 sudah
terbit! Anda bisa
memperolehnya disini,
gratis konsultasi portofolio/tanya jawab saham untuk member.
Jadwal Seminar Value Investing: Buy
at Lowest Price, Sell at Highest. Hotel NEO Tendean, Jakarta Selatan, Sabtu
18 Juni 2016 (sekaligus gathering & buka puasa bersama). Keterangan lebih lanjut klik
disini.
Follow penulis (Teguh Hidayat) di Instagram, @teguhidx.
Follow penulis (Teguh Hidayat) di Instagram, @teguhidx.
Komentar