Antara Panama Papers, Tax Amnesty, dan Ekonomi Nasional
Senin kemarin, Menteri Keuangan Bambang
Brodjonegoro, mengatakan bahwa Pemerintah sedang mempertimbangkan untuk
menurunkan tarif pajak penghasilan korporasi dari 25% menjadi hanya 20%. Sebetulnya
ini tentu kabar baik bagi perusahaan-perusahaan, namun karena sebelumnya ada
banyak cerita bahwa Pemerintah masih belum berhasil dalam mencapai target
pendapatan pajak, maka yang disoroti pelaku pasar adalah bahwa penurunan tarif
pajak tersebut berdampak negatif bagi keuangan negara, dan tentunya ekonomi
nasional secara keseluruhan, dan alhasil kemarin IHSG turun lumayan. Namun disini
kita gak akan membahas soal IHSG-nya.
Pernyataan Menteri Keuangan diatas kemungkinan
merupakan respon dari pemberitaan soal terkuaknya ‘Panama Papers’, yakni
dokumen yang berisi informasi lebih dari 214 ribu perusahaan offshore (perusahaan yang terdaftar/teregistrasi
di negara tertentu, namun berkantor dan beroperasi diluar negara tersebut), termasuk
asal Indonesia, dimana ada banyak orang Indonesia yang secara sengaja
mendirikan special purpose vehicle (SPV) di negara Panama untuk tujuan
tertentu, salah satunya untuk menghindari pajak. Kenapa Panama? Karena pajak
penghasilan disana hanya 0%, sehingga Panama disebut juga sebagai tax haven.
Nah, sebelum beredarnya cerita soal Panama Papers
ini, sebenarnya sudah menjadi rahasia umum bahwa ada banyak perusahaan atau
konglomerat yang dengan sengaja mendirikan SPV di negara-negara tax haven (biasanya merupakan negara kecil
antah berantah) seperti British Virgin Island, Seychelles, Cayman Island, Malta
dsb, dengan tujuan untuk menghindari pajak. Caranya adalah dengan mentransfer
pendapatan atau aset tertentu dari perusahaan asli yang beroperasi di
Indonesia, ke SPV yang terdaftar di British Virgin Island tadi, sehingga
otomatis pendapatan tersebut menjadi bebas pajak. Ini pula yang menjelaskan
kenapa ada banyak perusahaan yang di laporan keuangannya tercatat merugi
(sehingga tidak perlu membayar pajak), tapi anehnya mereka masih tetap
beroperasi dengan normal/nggak bangkrut-bangkrut, karena mereka sejatinya memang nggak merugi, melainkan sebagian pendapatan
perusahaan dipindah ke SPV tadi. SPV ini adalah seperti rekening bank yang dibuka
diluar negeri, sehingga meski perusahaan tampak seperti menempatkan aset/uang mereka
di lokasi yang jauh dari Indonesia, namun uang tersebut tetap bisa
digunakan/dicairkan kapan saja selama mereka pegang ATM-nya.
Dan praktek ini tidak hanya terjadi di Indonesia,
melainkan hampir di seluruh dunia. Meski di satu sisi hal ini tentunya
merugikan negara yang menjadi tempat perusahaan beroperasi, namun disisi lain boleh
dibilang tidak ada peraturan hukum yang melarang perusahaan/individu untuk
mendirikan SPV di luar negeri. Ini berarti, jika Pemerintah hendak mendorong
perusahaan-perusahaan yang punya SPV tersebut untuk tidak lagi mentransfer
asetnya keluar negeri dan membayar pajaknya dengan benar, maka perusahaan
tersebut justru harus diberi insentif tertentu, agar mereka bersedia membayar
pajak secara apa adanya tanpa akal-akalan.
Karena itulah, sejak awal tahun lalu Pemerintah sudah
mengusulkan program pengampunan pajak (tax
amnesty), dimana jika program ini
disetujui oleh DPR, maka perusahaan-perusahaan dengan kriteria tertentu bisa
melaporkan/membayar tunggakan pajaknya tanpa bunga ataupun denda. Sekilas
kebijakan ini tampak berpihak ke perusahaan/konglomerat dan merugikan negara,
namun ini justru untuk mendorong penerimaan pajak itu sendiri. Dan jika pajak
korporasi jadi diturunkan dari 25% menjadi 20%, maka aset-aset perusahaan yang
selama ini ditempatkan diluar negeri (melalui SPV tadi atau lainnya) diharapkan
akan balik lagi ke Indonesia dan bisa dikenakan pajak, sehingga ‘omzet’ pajak akan
meningkat. Cerita soal Panama Papers ini juga menjadi momentum bagi pemerintah
untuk secara halus memaksa perusahaan-perusahaan dan para konglomerat
super-kaya untuk menarik kembali aset-aset mereka ke Indonesia, atau mereka
akan menerima sanksi sosial dari masyarakat sebagai pengemplang pajak (meski memang,
ketika seseorang/sebuah perusahaan mendirikan SPV diluar negeri, maka tujuannya
tidak selalu untuk menghindari pajak).
Pertanyaannya sekarang, jika semua upaya
Pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak ini berhasil, lalu bagaimana
dampaknya terhadap perekonomian nasional? Well, tentunya yang perlu diingat, ada banyak tantangan yang
harus diatasi agar tujuan Pemerintah tadi tercapai. Pertama, berbagai
wacana seperti tax amnesty dan pemotongan pajak korporasi tadi, itu semua masih
sebatas wacana yang harus lolos/disetujui DPR dulu, dan itu artinya akan
terjadi tawar menawar politik yang prosesnya bisa berkepanjangan. Kedua, jika
dana milik perusahaan yang selama ini disimpan diluar ditarik kembali ke
Indonesia, lalu duit sebanyak itu mau diapakan? Kalau mau mendirikan
perusahaan, prosesnya masih ribet, beli saham di pasar modal risikonya besar
(terutama kalau nggak ngerti, jangan dikira perusahaan-perusahaan besar itu
ngerti investasi saham hanya karena mereka punya duit banyak), beli obligasi
pun sami mawon berisiko, sementara bunga deposito bank kelewat kecil. Jadi
dalam hal ini Pemerintah juga harus meluncurkan kebijakan tambahan, entah itu
meluncurkan surat utang negara (SUN) yang khusus didesain untuk ‘dana tarikan’
ini, mempermudah proses investasi/pendirian perusahaan dalam negeri, dan
seterusnya.
Dan ketiga, jika Pemerintah sukses dalam menarik
kembali dana perusahaan yang selama ini diparkir diluar negeri, maka negara yang
selama ini menjadi ‘tempat parkir’ dana tersebut juga tidak akan tinggal diam,
karena jika dana tersebut ditarik maka ekonomi mereka juga praktis akan
terganggu. Beberapa negara financial
center seperti Singapura, Swiss, dan Hongkong, selama ini mereka menikmati fee
dari mengelola investasi milik perusahaan-perusahaan di seluruh dunia, termasuk
dari Indonesia, dimana kalau Pemerintah Indonesia meluncurkan kebijakan
tertentu untuk menarik kembali investasi tersebut, maka mereka juga pasti akan
meluncurkan kebijakan agar investasi itu tetap stay disitu. Sama sajalah seperti kalau asing mulai jualan di Bursa
Saham Indonesia, maka OJK atau BEI itu sendiri biasanya akan meluncurkan
kebijakan tertentu agar investor asing ini nggak jadi jualan, atau kalau bisa
mereka justru belanja saham lebih banyak lagi.
Intinya sih, meski niat Pemerintah tentunya bagus, namun hasilnya tidak akan langsung kelihatan dalam waktu
dekat. Hanya memang, jika berbagai upaya diatas berhasil, maka: 1. Penerimaan
pajak Indonesia meningkat, sehingga pembangunan infrastruktur, yang memang
sedang gencar-gencarnya, kedepannya akan lebih gencar lagi, 2. Indonesia
kebanjiran ‘dana asing’ yang sejatinya merupakan dana milik orang Indonesia
sendiri, dimana sebagian diantaranya pasti ikut masuk ke stock market, dan itu akan mendorong kenaikan IHSG, dan 3. Proses
pendirian perusahaan dan investasi akan terus dipermudah untuk mengakomodir masuknya
dana dari luar negeri, dan pendirian usaha tentunya akan menarik tenaga kerja,
sehingga ekonomi akan berputar secara keseluruhan, dan pada akhirnya mendorong
pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
Well, everything sounds good, right? Tapi tentu
semuanya butuh proses dan waktu. Namun
paling tidak kita sudah bisa mengatakan bahwa ekonomi Indonesia, dari sisi
pembuat kebijakannya (baca: Pemerintah), sekarang sudah on track, dan cepat atau lambat kita akan menyaksikan
perusahaan-perusahaan di BEI kembali membukukan kenaikan profit seiring dengan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi, yang ditargetkan mencapai 5.3% pada tahun
2016 ini. Sekitar tiga minggu lagi Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis angka
pertumbuhan ekonomi untuk Kuartal I 2016, dan mari kita lihat apakah kita akan one step closer ke target 5.3% tersebut,
karena terakhir masih 4.79%.
The Calm Investor, buku tentang kontrol emosi &
psikologis dalam berinvestasi di pasar modal, sudah terbit! Harganya hanya Rp55,000, dan anda bisa membelinya disini.
Komentar
To Br.awa perusahaan kapitalisasi no 1 di indonesia sebesar hmsp saja masih manipulasi laporan keuangan mereka agar investor dapat dividen nnya lebih kecil... saya tau ini karena kakak saya menjabat manager di sampoerna surabaya...