Menyambut ‘January Effect’
Dalam dunia pasar modal, ‘January Effect’ adalah situasi dimana harga-harga saham meningkat signifikan pada bulan Januari. Ada beberapa
hal yang bisa menjelaskan fenomena ini, seperti bahwa investor biasanya lebih fresh dan lebih bersemangat untuk belanja
saham setelah libur panjang (natal dan tahun baru), periode awal tahun hampir
selalu identik dengan optimisme, dan karena perusahaan-perusahaan biasanya
membayar dividen di semester pertama, tepatnya sekitar April – Juni, jadi para
investor akan sudah ambil posisi di saham yang bersangkutan jauh hari
sebelumnya, tepatnya mulai bulan Januari.
Jika dibandingkan dengan fenomena ‘Window Dressing’
yang sering disebut-sebut menjelang akhir tahun, maka
January Effect ini benar adanya, atau paling tidak lebih berpeluang untuk terjadi.
Pada event Window Dressing di bulan November - Desember, dikatakan bahwa saham-saham tertentu mungkin akan naik karena
kerjaan para fund manager yang dengan sengaja menaikkan saham-saham tersebut
agar kinerja porto mereka tampak bagus. Jika teori itu benar, maka seharusnya
IHSG akan naik pada bulan November – Desember, namun faktanya, anda boleh cek
sendiri, IHSG selama ini justru lebih sering turun pada bulan-bulan tersebut.
Mungkin benar bahwa fund manager tertentu yang mengelola dana trilyunan dengan
sengaja ‘mempercantik’ porto mereka dengan menaik-naikkan saham tertentu yang mereka
pegang, namun tetap saja mereka tidak akan bisa mengalahkan arus pasar, dimana jika
mayoritas investor males belanja di bulan Desember maka ya sudah, IHSG juga
akan turun.
Sementara untuk January Effect, yang terlibat
dalam aktivitas belanja saham nggak cuma fund-fund manager tertentu, tapi
investor secara keseluruhan, dan hasilnya IHSG memang naik. Sepanjang
pengalaman penulis sejak 2009 hingga 2015 kemarin, IHSG lebih sering naik
signifikan di bulan Januari, dan hanya turun pada tahun 2009 dan 2011.
Pertanyaannya, bagaimana dengan Januari 2016
nanti? Apakah IHSG juga akan naik?
Secara statistik, IHSG biasanya akan naik pada tahun tertentu jika pada tahun sebelumnya dia turun. Kecuali terjadi krisis besar yang berkepanjangan, maka barulah IHSG bisa turun dua tahun berturut-turut, seperti tahun 1997 – 1998 dan 2000 - 2001. Tapi karena ekonomi nasional untuk tahun 2015 ini, meski lesu, namun tidak bisa disebut
krisis juga, maka untuk tahun 2016 nanti secara keseluruhan, IHSG berpeluang
untuk naik. However, untuk bulan Januari-nya sendiri maka ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan.
Pertama, pada tahun 2008 lalu, ekonomi nasional
juga sempat terkena imbas dari krisis global di Amerika, dimana tidak hanya
IHSG yang ketika itu drop lebih dari 50%, tapi pertumbuhan ekonomi juga turun hingga tinggal 4.2%, dan kinerja emiten ketika itu mau tidak mau jadi ikut
jelek. IHSG sendiri, setelah hancur lebur hingga mencapai titik terendahnya
pada November 2008, dalam beberapa bulan berikutnya dia masih cenderung sideways hingga Februari 2009, termasuk sempat turun pada Januari
2009. Memasuki bulan Maret 2009, barulah IHSG naik kencang.. dan terus naik
hingga akhirnya sepanjang tahun 2009 tersebut IHSG mencatat rekor kenaikan 87.0%,
yang belum terpecahkan sampai saat ini.
Pertanyaannya, kenapa IHSG masih lesu di awal
tahun 2009, dan baru naik kencang pas bulan Maret? Well, teori yang paling
masuk akal adalah, kemungkinan karena pada Maret tersebut, beberapa emiten di
BEI sudah mulai merilis laporan keuangan mereka untuk Kuartal IV 2008, dan ada banyak diantara mereka yang mencatat kinerja yang lebih baik dari
ekspektasi, terutama sektor properti, tambang batubara, dan perkebunan kelapa
sawit. Khusus untuk batubara dan sawit, kinerja apik tersebut terus berlanjut
di kuartal-kuartal berikutnya, seiring dengan kenaikan harga batubara dan CPO.
Antara tahun 2009 – 2011, saham-saham batubara dan CPO menjadi penggerak utama
kenaikan IHSG.
Nah, kondisi untuk tahun 2015 ini sebenarnya tidak
jauh berbeda dengan 2008, dimana pertumbuhan ekonomi melambat, dan kinerja
emiten hingga Kuartal III kemarin rata-rata masih jelek (tahun 2013, IHSG
memang juga turun, tapi kondisi ekonomi ketika itu belum se-lesu sekarang). Dan
jika investor juga lebih memilih wait and
see pada awal tahun 2016 nanti, yakni setidaknya sampai para emiten merilis
laporan keuangan terbaru mereka pada Maret 2016, maka fenomena ‘January Effect’ mungkin tidak
akan terjadi, dan IHSG baru akan naik pada Maret, itupun jika kinerja para
emiten benar menunjukkan perbaikan.
Kabar baiknya adalah, kinerja sektor
perbankan di Kuartal III 2015 kemarin secara umum sudah lebih baik dibanding
kuartal sebelumnya (Kuartal II), dan ini merupakan sinyal recovery perekonomian (kalau ekonomi Indonesia kenapa-napa, maka
perbankan akan menjadi sektor yang terkena duluan. Sebaliknya, kalau ekonomi
pulih, maka perbankan pula yang akan profit duluan). Jadi terlepas dari
pertanyaan apakah pada Januari nanti IHSG akan naik atau tidak, namun pada
bulan Maret dan seterusnya, IHSG berpeluang untuk naik.
Kedua, pada awal tahun 2009, investor masih banyak
disuguhi oleh cerita-cerita negatif tentang krisis mortgage di Amerika yang belum benar-benar kembali pulih, termasuk
Krisis Yunani (anda boleh baca artikel-artikel lawas di blog ini, kita sudah
sering membahasnya). Jadi meski IHSG pada akhirnya naik banyak sepanjang 2009,
namun pada Januari – Februari dia cenderung turun,dan itu mungkin karena
investor juga masih ragu-ragu terkait perkembangan isu global ketika itu.
Sementara untuk tahun 2016 mendatang, kondisinya
sangat berbeda: Silahkan anda cek negara-negara maju seperti Amerika, Inggris,
Jerman, termasuk China: Nobody talks
about crisis. Ekonomi global secara umum mengalami slowdown, itu benar, tapi sekali lagi, tidak ada yang membicarakan soal krisis. Ketika The Fed menaikkan Fed Rate, itu juga karena Ms. Yellen
menganggap bahwa ekonomi Amerika sudah pulih, dan sudah siap untuk menerima
tingkat suku bunga perbankan yang lebih tinggi (lebih detil soal Fed Rate, baca
artikel
ini).
Kesimpulannya, kalau mempertimbangkan faktor isu
global ini, maka IHSG berpeluang naik pada Januari nanti, karena ‘optimisme
awal tahun’ yang menghampiri para investor tidak akan terlalu terganggu oleh
cerita yang jelek-jelek dari luar negeri (kecuali cerita atau rumor jelek yang
dibuat-buat, yang selalu nongol tiap kali IHSG turun). Untuk saham-saham
pendorongnya kemungkinan perbankan,
infrastruktur, dan properti, karena
memang sektor-sektor itulah yang punya sentimen bagus untuk 2016 mendatang terkait pembangunan infra dll, plus kinerja mereka juga tidak bisa dibilang
buruk.
Logo Bank BRI (BBRI). Dengan ROE yang mencapai hampir 30% pada Kuartal III, BBRI menjadi satu dari sedikit perusahaan besar di BEI yang masih mencatatkan kinerja apik sepanjang 2015 |
Tapi kalaupun pada Januari nanti IHSG ternyata tidak
naik, maka jangan khawatir, karena jika laporan keuangan terbaru para emiten memang
menunjukkan kinerja yang sesuai ekspektasi, maka kita sebagai
investor akan mengalami periode ‘honey moon’ mulai Maret nanti, mudah-mudahan.
Info
Investor: Buletin Analisa IHSG & stock-pick saham
bulanan edisi Januari 2016 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya
disini, gratis konsultasi untuk
member.
Komentar