Buy on Weakness, Sell on Strength? Really?
Kalau ada suka travelling dan sering bepergian
menggunakan pesawat terbang, maka anda tentunya hafal dengan maskapai Lion Air yang sangat terkenal.. tapi
bukan terkenal dalam artian yang positif, melainkan justru terkenal sebagai maskapai
‘kelas angkot’ yang sering delay. Karena reputasinya yang buruk itu pula, ketika
beberapa tahun lalu penulis mulai sering naik pesawat terbang, penulis sengaja
menghindari maskapai yang satu ini dan lebih memilih Garuda, Air Asia,
Citilink, dan Sriwijaya Air. Dan memang, saya tidak pernah bermasalah dengan maskapai-maskapai
tersebut, apalagi Garuda yang benar-benar jaminan mutu (tapi harga tiketnya
kadang bikin kesel..)
Namun sekitar dua tahun lalu, penulis mau tidak
mau harus menggunakan jasa Lion Air untuk pertama kalinya, karena memang ketika
itu di rute penerbangan yang akan penulis lalui (Bandung – Jogja) cuma ada Lion doang. Sempat khawatir sejenak, namun pengalaman pertama itu berjalan
sangat mulus: Pesawat sama sekali tidak delay, penerbangannya cukup nyaman
(meski memang jarak antara kursi dengan kursi didepannya sedikit terlalu dekat,
sehingga bikin dengkul mentok), dan para flight
attendant-nya juga sangat ramah.
Sejak saat itu penulis jadi pelanggan setia Lion.
Dan entah kebetulan atau tidak, selama ini belum pernah sekalipun penulis merasa
tidak puas dengan Lion Air ini, entah itu karena dia delay atau masalah lainnya
(selalu tepat waktu). Termasuk, semalem penulis baru saja pulang dari acara
Market Outlook di Surabaya menuju Jakarta pake Lion, dan sekali lagi dia tepat
waktu, plus sepertinya pesawatnya masih sangat baru, sehingga penerbangannya
terasa sangat mulus (pesawat sempat mengalami turbulensi karena melewati awan
hujan, tapi getarannya tidak terlalu terasa). Dan para flight attendant-nya
sangat-sangat sopan, dimana mereka dengan sabar mengingatkan beberapa penumpang
bandel yang masih menelpon pakai handphone, padahal pesawat sudah akan tinggal
landas (sumpah, penumpang model gini bikin kesel banget!)
Intinya sih, kalau pihak Lion minta testimoni,
maka penulis akan dengan senang hati mengatakan bahwa, dengan mempertimbangkan value for money, maka Lion adalah salah
satu maskapai terbaik di Indonesia. Kalau ada beberapa pesawatnya yang delay ataupun mengalami masalah lainnya, maka sebagai maskapai dengan rute dan jumlah
pesawat paling banyak di tanah air, ya pasti ada saja pesawatnya yang tidak
bisa melayani penumpang secara maksimal. Tapi yah, berapa banyak sih jumlah
penerbangan yang delay ini dibanding penerbangan lainnya yang tepat waktu? Dan
kalau Lion memang seburuk itu, maka kenapa pesawatnya selalu penuh?
Dalam hal ini penulis juga jadi ingat dengan restoran
murah meriah, Solaria, yang
sepertinya juga ‘bernasib’ sama seperti Lion Air: Punya reputasi yang buruk di
mata masyarakat. Kalau anda baca-baca di internet, ada banyak sekali cerita
tentang pengunjung restoran Solaria yang entah itu menemukan kecoa di makanan
yang disajikan, sudah menunggu lama tapi tidak juga dilayani, makanan yang
disajikan ternyata belum matang, dan seterusnya. Tapi entah kebetulan atau
gimana, seperti hal-nya Lion Air, penulis juga tidak pernah mengalami masalah
kalau makan di Solaria, melainkan justru selalu puas karena, coba anda
bayangkan: Nasi goreng kepiting, porsinya besaaar dan rasanya pun lumayan, tapi
harganya cuma Rp35,000, dan tempat restorannya pun cozy banget! Jadi kurang puas gimana coba?
Pendek kata, kalau bukan karena penulis berani mengabaikan opini-opini jelek yang
beredar tentang Lion dan Solaria ini, melainkan memutuskan untuk mencobanya sendiri, maka mungkin penulis harus keluar
biaya yang lebih besar untuk jalan-jalan karena terus pake Garuda, dan juga
kelaparan di bandara karena gak mau makan di Solaria. Seperti halnya Lion,
Solaria juga selalu penuh, dan itu tidak mungkin terjadi kalau restoran
tersebut benar-benar bermasalah bukan?
Okay, lalu apa hubungannya ini dengan investasi
kita di saham?
Sebagian besar investor, entah karena dia masih
pemula atau memang belum benar-benar bisa melakukan menganalisis saham, dalam
membuat keputusan untuk membeli atau menjual saham biasanya mereka lebih
mengandalkan analisis atau opini dari
orang lain, entah itu analis sekuritas, analis/investor independen (seperti
penulis), atau pendapat-pendapat para ‘pakar’ yang diposting di media sosial.
Problemnya bukan terletak pada apakah opini
tersebut tepat atau tidak, karena analis/investor manapun bisa saja benar
sewaktu-waktu, tapi juga bisa keliru di waktu yang lain. Yang jadi masalah
adalah, kebanyakan dari opini tersebut disampaikan bukan berdasarkan
fundamental dari saham yang bersangkutan, melainkan berdasarkan kondisi pasar pada saat itu. Jadi kalau IHSG lagi naik
nih, maka semua orang tiba-tiba saja menjadi optimis dan berani belanja
besar-besaran, dan para analis sekuritas juga sangat bersemangat
merekomendasikan saham ini dan itu kepada para nasabahnya. Termasuk saham abal-abal macam SIAP sekalipun, kalau dia lagi naik maka pasti ada saja analis
yang rekomen.
Tapi gilirannya IHSG jeblok, ketika saham-saham
pada jatuh, maka ketika itulah para analis tiba-tiba saja diam dan menghilang.
Semua cerita optimis, katakanlah seperti Window Dressing yang sering disebut-sebut
menjelang akhir tahun, tiba-tiba saja menguap, digantikan oleh cerita horor
seperti kenaikan Fed Rate lah, pelemahan Rupiah lah, bla bla bla. Jadi kalau
anda tidak mengerjakan analisa saham anda sendiri dan lebih mengikuti opini-opini
yang nggak konsisten seperti itu (hari ini optimis karena IHSG sedang terbang,
tapi besok atau besok lusanya langsung bilang bahwa Indonesia lagi krisis), maka anda akan bingung sendiri. Ada terlalu banyak
kasus dimana seorang investor membeli saham ketika seharusnya menjual, dan menjual
ketika seharusnya membeli, gara-gara pas IHSG naik dia dikomporin buat belanja,
tapi ketika IHSG turun dia ditakut-takutin sehingga malah cut loss.
Padahal kalau anda sudah bisa menganalisa dengan
baik, kalau anda sudah mengecek sendiri
fundamental dari saham-saham yang akan anda beli dan kemudian diperoleh kesimpulan bahwa dia bagus, maka tidak peduli meski orang-orang bilang bahwa saham A
jelek, tidak peduli meski saham A terseret turun karena penurunan IHSG sehingga
semua orang menakut-nakuti anda, anda akan santai-santai saja! Jadi seperti cerita
Lion Air dan Solaria diatas, dimana kalau anda terlalu percaya pada
cerita-cerita jelek yang beredar dan tidak pernah mencobanya sendiri, maka anda
mungkin tidak akan pernah tahu bahwa dua perusahaan tersebut sejatinya punya
service yang bagus. Dan demikian pula di saham: Kalau anda terlalu denger
omongan orang tapi gak pernah
menganalisa sendiri, maka anda mungkin menjual saham yang semestinya anda
beli, dan sebaliknya membeli saham yang semestinya tidak pernah anda sentuh.
Dalam hal ini mendengar atau membaca analisa/opini
tentang saham tertentu dari orang lain, termasuk analisa yang disajikan di
website ini, itu boleh-boleh saja, tapi jadikan analisa tersebut sebagai second opinion saja, untuk menguatkan analisa yang sudah anda buat
sendiri sebelumnya. Selain itu, hindari opini-opini atau rekomendasi yang
bersifat harian, karena biasanya
rekomendasi seperti itu sangat labil,
dimana hari ini sarannya buy (soalnya IHSG naik), tapi besoknya langsung suruh
cut loss. Contohnya, ketika artikel ini ditulis, IHSG lagi longsor lagi ke
posisi 4,300-an, dan semua cerita yang jelek-jelek langsung keluar dan jumlahnya
akan semakin banyak setiap kali IHSG turun lebih dalam. Tapiii, liat deh kalau
besok-besok IHSG naik lagi, maka ceritanya akan beda lagi!
Jadi berbeda dengan opini tentang Lion Air yang
ada benarnya, bahwa memang maskapai ini kadang-kadang memang delay, opini harian
tentang pasar modal seringkali ngawur
sama sekali, dimana rekomendasi buy baru
keluar setelah IHSG naik, dan sebaliknya, rekomendasi sell baru keluar setelah IHSG turun. Lah kalau gitu caranya gimana
anda bisa untung? Bukankah katanya kita harusnya buy on weakness dan sell on strength? Kenapa ini malah sebaliknya???
Hanya memang, tidak segampang itu untuk bisa percaya diri terhadap analisis yang
anda buat sendiri, untuk tetap meng-hold saham bagus yang anda pegang ketika
IHSG dihantam koreksi, atau sebaliknya untuk menahan diri untuk tidak belanja
ketika IHSG naik tinggi dan valuasi saham-saham sudah kelewat mahal. But trust
me, selama anda bisa cuek terhadap naik
turunnya pasar modal serta kehebohan orang-orang dalam menyikapinya, selama
anda bisa tetap fokus pada fundamental serta valuasi dari saham-saham yang anda
pegang, maka seiring dengan berjalannya waktu, hasilnya akan sangat luar biasa
:)
Pengumuman: Penulis menyelenggarakan acara ‘Market Outlook – Peluang
Investasi di Tahun 2016’ di Bandung. Untuk bergabung,
keterangan selengkapnya klik
disini.
Komentar
Saya share cara cek jadwal berangkat Lion dari web FlightRadar24 (FR24), karena Mas Teguh juga sudah share tulisan tentang Value Investing yang berguna.
Kita pakai contoh Lion JT754 dari Bandung-Yogya, jam 16:25 - 17:30, yang pertama kali Mas Teguh pakai dahulu. Memang pesawat ini sering terlambat.
Dari web FR24 (http://www.flightradar24.com/data/airplanes/pk-lov/#84fb135) kita tahu jadwal penerbangan flight JT754 ini mulai pagi hari, yaitu :
1. JT882 Bandung-Makassar, jam 6:00-9:10
2. JT738 Makassar-Tarakan, jam 9:50-11:30
3. JT738 Tarakan-Makassar, jam 12:10-13:50
4. JT883 Makassar-Bandung, jam 14:30-15:40
5. JT754 Bandung-Yogya, jam 16:25-17:30
lalu kita bisa lacak keberadaan pesawat ini dari waktu ke waktu menggunakan web FR24.
Statistik menunjukkan flight JT754 sering terlambat 1-2 jam karena jadwal berangkat dari Makassar sering terlambat.
Demikian infonya, semoga bisa membantu.
Salam kompax,
Erik
www,Petualangan-Erik.com
bukankah yang benar sell on weakness, buy on strength ....?? hehehehe