Mengenal ‘Penyertaan Modal Negara’ pada BUMN
Setelah melalui perdebatan alot, DPR akhirnya menyetujui usulan Pemerintah terkait penyertaan modal negara (PMN) terhadap 23 BUMN senilai total Rp34.3
trilyun, dimana dananya diambil dari APBN 2016. Yang mungkin menjadi perhatian investor pasar saham, dari ke-23 BUMN penerima PMN tersebut,
empat diantaranya merupakan perusahaan Tbk, yakni Krakatau Steel
(KRAS), Jasa Marga (JSMR), Wijaya Karya (WIKA), dan Pembangunan Perumahan
(PTPP). Saatnya akumulasi keempat saham tersebut? Well, seperti biasa gak usah
buru-buru, melainkan mari kita pelajari dulu.
Dibawah pimpinan Jokowi, yang dilantik sebagai
Presiden pada Oktober 2014, pada awal tahun 2015 lalu pemerintah segera membuat
terobosan dengan menambahkan pos PMN pada R-APBN tahun 2015. Dikatakan
terobosan, karena ini adalah pertama kalinya sepanjang sejarah RI dimana
Pemerintah menyuntikkan modal ke BUMN untuk tujuan pembangunan. Biasanya kalau
Pemerintah mau bikin jembatan, jalan raya dll, mereka akan membuatnya
sendiri melalui departemen dan dinas-dinas terkait, nyaris tanpa melibatkan
BUMN kecuali sebagai pihak ketiga (misalnya WIKA sebagai kontraktor dalam
proyek pembagunan jalan tol). Tapi sekarang BUMN dilibatkan langsung
dalam pembangunan, dan untuk itu mereka memperoleh tambahan modal dari
Pemerintah sebagai pemegang saham pengendali. Itu sebabnya kemarin kita melihat
bahwa beberapa BUMN seperti Waskita Karya (WSKT), Adhi Karya (ADHI), hingga
Aneka Tambang (ANTM), semuanya menggelar right issue dengan Pemerintah sebagai
pembeli siaga-nya.
Nah, pada PMN tahap pertama untuk tahun 2015, Pemerintah,
dengan persetujuan dari DPR, menyertakan modal senilai total Rp37.3 trilyun
untuk 27 BUMN, dan tiga diantaranya adalah perusahaan Tbk yakni WSKT, ADHI, dan
ANTM, dimana untuk tiga BUMN ini PMN tersebut disertakan dalam bentuk right issue. Berdasarkan informasi rencana penggunaan dana di prospektus yang diterbitkan, jelas
sekali bahwa Pemerintah melalui WSKT, ADHI, dan ANTM, berencana untuk membangun
ini dan itu sesuai dengan kompetensi BUMN yang terkait, yakni:
- WSKT: Membangun jalan tol di Sumatera dan Jawa, plus jaringan transmisi listrik di Sumatera.
- ADHI: Membangun jaringan rel kereta api di seluruh Indonesia beserta stasiun dan properti pendukungnya.
- ANTM: Melanjutkan proyek pembangunan Pabrik Feronikel di Halmahera Timur, Maluku Utara. Proyek ini sejatinya sudah dimulai sejak tahun 2011, sebagai bagian dari MP3EI, tapi mandek karena ANTM kekurangan dana. Pabrik feronikel ini ditargetkan mulai beroperasi tahun 2018, dan akan memberikan nilai tambah bagi ANTM karena perusahaan bisa mengolah lebih banyak cadangan nikel mentahnya menjadi feronikel, sebelum kemudian baru dijual.
Sementara untuk PMN tahap dua untuk tahun 2016
mendatang, PT PLN menjadi penerima setoran modal terbesar yakni Rp10 trilyun,
dimana dananya akan digunakan untuk membiayai mega proyek pembangkit listrik
35,000 MW, yang memang sudah on progress.
Dalam waktu dekat ini kita juga akan melihat KRAS, JSMR, WIKA, dan PTPP
menggelar right issue. Pemerintah sendiri berencana untuk terus menyertakanan
modal ke BUMN setiap tahun, jadi untuk tahun-tahun berikutnya (2017 dan
seterusnya), BUMN yang lain kemungkinan juga akan menyusul untuk menggelar
right issue.
Pertanyaannya sekarang, bagaimana kira-kira dampak
PMN ini terhadap saham dari BUMN-BUMN yang terkait, IHSG, dan ekonomi nasional
secara keseluruhan? Well, ada beberapa poin yang penulis perhatikan. Pertama, kalau
kita ambil contoh right issue WSKT, ADHI, dan ANTM, yang harga right issue-nya
semua ditetapkan dibawah harga pasar, maka Pemerintah sepertinya sengaja
membuat agar momentum PMN ini tidak dimanfaatkan oleh investor tertentu untuk
meraup keuntungan jangka pendek, karena tujuannya murni untuk pembangunan
infra melalui tangan BUMN. Jika WSKT, ADHI, dan ANTM mampu menggunakan
dana setoran pemerintah untuk menjalankan proyek-proyek infra secara maksimal
hingga pada akhirnya meningkatkan kinerja perusahaan, dan otomatis sahamnya
naik, maka barulah para pemegang sahamnya akan diuntungkan. Namun sudah tentu,
para BUMN ini perlu waktu yang tidak sebentar, minimal 1 – 2 tahun atau bahkan
lebih, untuk menginvestasikan tambahan modal yang mereka terima hingga menghasilkan
kinerja keuangan yang baik, sehingga yang (mungkin) akan diuntungkan hanyalah
investor yang memegang sahamnya untuk jangka panjang.
Kedua, terdapat multiplier effect dari PMN ini. Dengan struktur modal
yang lebih kuat, maka para BUMN akan bisa mengajukan pinjaman ke bank atau
menerbitkan obligasi untuk menambah modal kerja, sehingga bank akan kebanjiran
omzet kredit lagi. Dana PMN plus pinjaman yang diterima para BUMN ini,
contohnya oleh ADHI sebagai perusahaan kontraktor, akan digunakan untuk membayar
sub-kontraktor, membeli bahan bangunan dari supplier, merekrut pegawai baru,
dan seterusnya. Para pegawai ini menerima gaji, dan mereka akan membeli beras
dari pedagang, dan pedagang akan membeli hasil panen dari pertani. Pendek kata
uang yang disalurkan Pemerintah ke BUMN pada akhirnya akan menyebar ke seluruh
masyarakat, dan akan kembali menggerakkan
roda perekonomian yang sempat mandek setahunan terakhir ini karena
dicabutnya subsidi BBM dan lain-lain (kita pernah membahas soal itu disini).
Plus, karena Pemerintah membangun infra dari Aceh hingga Papua, maka perputaran
roda perekonomian tersebut akan tersebar secara merata di seluruh penjuru
negeri, dan tidak hanya terkonsentrasi di Pulau Jawa seperti biasanya. Jika
semuanya lancar, maka pertumbuhan ekonomi yang melambat sepanjang tahun 2015 ini akan segera melaju kencang kembali, karena dana sekian trilyun yang
disalurkan melalui BUMN tersebut hanyalah sebagian kecil dari dana pembangunan
infrastruktur secara keseluruhan. Dan seperti yang bisa kita lihat dilapangan,
salah satunya di
artikel ini, pembangunan infra tersebut memang sudah jalan kok!
Ketiga, dan yang ini terkait IHSG, dengan
meningkatnya nilai modal/aset bersih perusahan-perusahaan BUMN, maka market cap perusahaan akan turut meningkat,
dan itu akan menarik minat investor dari luar (investor asing) untuk kembali
menempatkan investasinya disini. Karena untuk fund yang benar-benar besar, biasanya mereka hanya mau invest di saham big caps, katakanlah diatas US$ 1
milyar. Dan pasca right issue, market cap WSKT sekarang sudah
diatas US$ 1 milyar, sehingga sahamnya praktis masuk watch-list para fund manager global. Jika peningkatan market cap
ini terjadi pada banyak BUMN sekaligus, maka mungkin kita akan melihat para investor
asing, yang belakangan ini banyak keluar dari pasar saham Indonesia, akan
berbondong-bondong masuk kembali.
Intinya penulis memandang PMN ini sebagai
sesuatu yang baik, yang bisa memberikan dampak positif bagi para BUMN terkait, bagi perekonomian nasional dari multiplier
effect yang dihasilkan, dan juga bagi IHSG. Meski memang terdapat risiko bahwa
BUMN yang disuntik modal ternyata tidak mampu memanfaatkan setoran dana dengan baik
sehingga kinerjanya malah jadi jelek (dan sahamnya jatuh), namun multiplier
effect tadi tetap akan berdampak positif terhadap perekonomian karena mengalirnya uang dalam jumlah besar dari Pemerintah ke masyarakat, dan yang jelas nilai aset
bersih/market cap para BUMN ini tetap akan naik. Sementara kalau melihat bahwa
Pemerintah secara sengaja mensinergikan
BUMN satu sama lain, maka seharusnya para BUMN ini bisa menghasilkan
kinerja sesuai harapan. Contohnya, melalui PMN tahun 2015 dan 2016, Pemerintah
sudah memutuskan untuk memberikan tambahan modal ke KRAS, PT Industri Kereta
Api (INKA, tidak listing), ADHI, dan PT Kereta Api Indonesia, dimana KRAS memproduksi baja, baja itu akan
dibeli oleh INKA untuk membuat gerbong dan rel, rel itu akan dibeli oleh
ADHI untuk membangun jaringan rel kereta api, dan PT Kereta Api Indonesia akan mengoperasikan jaringan rel baru tersebut. Pendek kata, karena
semua BUMN memperoleh ‘jatah pekerjaan’ sesuai kompetensinya masing-masing,
maka semua BUMN akan memperoleh pembeli untuk produk/jasa yang mereka hasilkan.
Dan kalau sudah demikian, maka apa lagi alasan bagi para BUMN ini untuk tidak mencatatkan
kinerja yang memuaskan?
Namun, sudah tentu, seperti halnya kita kemarin harus ‘puasa’
dulu setelah ekonomi babak belur gara-gara Pemerintah mencabut subsidi ini dan
itu (karena dananya dipindahkan ke pos-pos
yang lebih produktif, salah satunya PMN ini), maka penyaluran PMN ini juga
memerlukan waktu yang
tidak sebentar agar dampak positif yang dihasilkan bisa benar-benar dirasakan. Disisi lain, karena
Pemerintah juga tampaknya tidak memiliki hambatan berarti dalam merealisasikan
PMN ini dan juga tindakan lainnya terkait pembangunan infra (soalnya di DPR
juga tinggal sisa Fadli Zon dan Fahri Hamzah doang, yang lainnya udah jinak
semua), maka penulis percaya bahwa dalam jangka panjang, Indonesia will eventually
be prosperous. So guys, will you join the train? :)
Pengumuman: Buletin monthly investment plan & stock-pick
saham edisi November sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini.
Gratis konsultasi langsung dengan penulis untuk member.
Komentar
Saya pemegang saham ADHI sebelum right issue, yang menurut saya penuh dengan tanda tanya. Beberapa kali dirut ADHI menyatakan range harga right issue, yang mula2 sekitar Rp 4.000,- lalu range nya turun terus beberapa kali (sekitar 3 kali kalau saya tidak salah, yang selalu di umumkan dengan harga di bawah harga pasar) yang mengakibatkan harga saham jatuh, kerugian bagi pemegang saham lama.
Saya justru curiga dengan cara ini, yaitu untuk investasi dana politik. Saham bagus kok di jual murah banget dan dirut kok bicaranya ngak kredibel.
Yang beli saham right issue ADHI sudah untung banget (harga setelah right / ex right kalau ngak salah Rp 1.910. Jadi saya tidak setuju dengan pendapat anda bahwa harga right issue di taruh di harga rendah untuk mencegah "investor ngak jelas" meraup untung cepat. Boleh share jalan berpikir anda ketika menulis bagian tsb (untuk perbandingan pemikiran saja)? Makasih sebelumnya bung Teguh.
Terus, ketika saham baru ADHI ternyata dilepas di 1,560, maka itu bukan berarti ADHI dijual murah karena dalam RI, pemegang saham itu menyetor modal baru, bukan membeli saham dari pemegang saham lain (tidak ada transaksi jual beli disini). Harga 1,560 tersebut juga sebenarnya gak bisa disebut murah juga, karena nilai buku ADHI cuma Rp895 per saham.
Tapi kalo dirutnya melempar isu bahwa ADHI ditetapkan di level 4,000 hingga saham ADHI jadi bergerak liar, maka itu lain soal, dan kalau saya orang OJK maka saya akan memeriksa si dirut ini, karena ia mungkin memperoleh keuntungan pribadi dari isu tersebut. Tapi dalam hal ini yang melempar isu tadi hanya oknum-nya, bukan Pemerintah atau BUMN itu sendiri. Jadi yang bikin Pak Rusdi merugi adalah rumor (yang bukan bagian dari proses right issue), dan bukan karena RI ADHI ditetapkan di level 1,560. Harga 1,560 itu sendiri gak terlalu jauh dibandingkan harga pasarnya, dimana ADHI sempat berada di level 1,700-an waktu Agustus lalu (jadi beda dengan kasus RI BWPT yang harga RI-nya ditetapkan di Rp400, sangat jauh dibawah harga pasarnya yakni 1,000-an).
However, this is my mere opinion and I could be wrong. Jika nanti BUMN yang lain menggelar RI tapi harga RI-nya ditetapkan jauh diatas harga pasar, atau ada lagi kasus seperti ADHI ini, maka itu berarti proses RI-nya memang tidak beres dan mungkin benar kalau ada yang bermain disitu. PMN-nya sama sekali gak salah, tapi seseorang (siapa? yang jelas bukan Fadli Zon) harus mengusut semua pihak yang terlibat proses right issue-ya, entah itu underwriter, direksi perusahaan, atau mungkin Kementerian BUMN itu sendiri.
sejak Right issu Saham Antam melorot terus ,Saya masih mempunyai ANTM di harga 420 .
menurut bapak bagaimana Arah gerak Antm ?? bagaimana prediksi Antm di lap keu QIII ?
apakah masih rugi ??
Supaya jadi pelajaran untuk kita semua.
Trims.
saya juga mengalami beli Saham ANTAM di 420 ,sekarang harganya turun terus setelah RI .menurut pak teguh bagaimana Arah Saham ANTAM untuk jangka pendek dan jangka panjang setelah RI ??
PBV ANTAM 0.7 apakah termasuk murah ??
Ada hal yg mau saya tanyakan ttg saham SSIA belakangan ini..dimana sektor properti lagi rally tapi kenapa saham ini malah anjlok ya? Apakah ada sesuatu yg tidak beres dalam perusahaan ini?
Mohon pak teguh berkenan luangkan sedikit waktu untuk membahas saham SSIA ini.
Terima kasih ya