Tips Investasi Ala Pendaki Gunung
Akhir pekan kemarin
penulis bersama beberapa orang teman pergi mendaki gunung, dalam
hal ini Gunung Salak di Kabupaten Sukabumi/Bogor, Jawa Barat. Berbeda dengan
aktivitas liburan lainnya yang jauh lebih santai, mendaki gunung membutuhkan
ketahanan fisik sehingga penulis harus meluangkan waktu untuk rutin berolahraga
selama minimal seminggu sebelum hari pendakian. Karena itulah, sejak terakhir
mendaki sekitar dua atau tiga tahun lalu, baru sekarang penulis punya waktu
untuk melakukannya lagi. Dan setelah sempat kram, kehujanan,
kedinginan, hingga kehausan selama dua hari satu malam, Alhamdulillah kami sukses mencapai
puncak, dan juga sukses kembali ke rumah.
Dan, btw, kalau kita
melakukan aktivitas tertentu yang bersifat menantang, maka biasanya kita akan memperoleh
inspirasi tertentu. Berikut adalah tiga inspirasi yang penulis peroleh dari
petualangan kemarin, yang bisa dikaitkan dengan investasi kita di saham.
Investasi itu sulit dan
melelahkan pada awalnya, tapi akan menyenangkan pada akhirnya
Pertama, mendaki gunung
tentu saja menguras tenaga. Dan
Gunung Salak sendiri dikenal sebagai salah satu gunung dengan medan pendakian
paling sulit di Pulau Jawa, dengan jalur yang terjal, panjang dan jauh (dari base
camp ke puncak dan balik lagi, totalnya hampir 20 kilometer), sempit, licin
dan berlumpur karena hujan, dan kanan kiri jurang. Kami beberapa kali ketemu
jalur yang menurun, tapi tak lama kemudian langsung disambut oleh tebing yang nyaris
vertikal yang harus dipanjat menggunakan tali. Penulis kemarin juga sempat
ketemu jalur pendakian yang longsor sehingga dibuat jembatan diatas jurang,
padahal ‘jembatan’ itu sejatinya cuma satu batang pohon dan dua utas tali untuk
pegangan. Bagi pendaki berpengalaman, melewati jembatan seperti itu mungkin
biasa saja. Tapi bagi pendaki amatir seperti penulis, itu benar-benar
pengalaman yang sangat menakutkan! Apalagi kondisi penulis ketika itu sudah sangat letih, kaki gemeteran, dan mata nyaris berkunang-kunang.
Tapi toh, saya dan
teman-teman berhasil melewatinya, demikian pula dengan tebing-tebing vertikal
tadi, hingga akhirnya kami tiba di puncak. Disinilah
menariknya: Mungkin karena sadar bahwa kami sudah dipuncak dan tidak perlu
mendaki lebih jauh lagi, kami tiba-tiba saja merasa bersemangat dan tidak merasa capek lagi. Kami dengan
cepat memasang tenda, ganti baju, dan masak untuk makan malam (kami tiba di
puncak sekitar pukul 6 sore). Ketika akhirnya dinner siap disajikan, itu adalah makan malam terenak yang pernah penulis rasakan! Penulis juga
minum Kopiko 78 degrees yang sengaja dibawa (itu minuman kesukaan penulis kalo
lagi nongkrongin saham di malam hari), dan entah kenapa rasanya ketika itu
jauuuuuuh lebih enak dari biasanya.
Menjelang malam sebelum
tidur, pikiran penulis menerawang jauh hingga sampai pada kesimpulan bahwa,
mendaki gunung itu tidak ada bedanya dengan invest di saham. Dulu ketika
penulis baru masuk ke pasar modal untuk pertama kalinya, penulis entah sudah
berapa berapa kali dikerjai oleh ‘bandar’ yang tidak pernah kelihatan wujudnya,
dihantam koreksi IHSG, hingga digebuk oleh rumor-rumor jelek entah dari mana
yang dengan gampangnya bikin saham penulis jatuh berantakan.
Dan itu semua sangat melelahkan! Apalagi kondisi penulis yang ketika itu belum
berpengalaman dan gak ngerti apa-apa, menyebabkan penulis gampang panik dan
banyak melakukan kesalahan yang tidak perlu.
Namun beberapa tahun
kemudian, seiring dengan meningkatnya pengetahuan serta pengalaman, perlahan
tapi pasti penulis berhasil menemukan cara-cara
investasi yang baik dan benar (saya sudah sering membahasnya di website
ini, sebagian besar terinspirasi oleh pengalaman penulis sendiri sebagai
investor), yang mampu menghasilkan keuntungan konsisten serta meminimalisir
risiko kerugian, dan penulis juga tidak lagi gampang panik ataupun greedy. Jika
dulu semuanya serba gelap dan harus main tebak-tebakan nyaris tiap hari (naik
apa turun?), maka kini semuanya under control. Penulis kini jauh lebih enjoy
dalam menyikapi portofolio, bisa tidur nyenyak di malam hari, dan semua rasa
lelah yang mendera selama bertahun-tahun sebelumnya tiba-tiba saja hilang
begitu saja, sama persis seperti ketika penulis sampai di puncak gunung!
Jadi bagi investor
pemula, jika semuanya tampak melelahkan, sulit dan gelap (karena pengetahuan
investasi yang belum memadai), atau bahkan menakutkan, maka itu sangat-sangat
wajar, karena seperti halnya mendaki gunung, anda tidak bisa begitu saja tiba di puncak tanpa melalui pendakian yang melelahkan bukan? Namun asalkan anda keep going, maka suatu hari nanti anda sampai
pada titik dimana: 1. You know what to do, 2. You can do it with relax, 3. You
make consistent profits without significant losses (kalau rugi dikit-dikit sih
ndak apa-apa, asal jangan rugi kaya di TRAM), maka itulah ‘puncak gunung’ yang
baru saja anda capai, and trust me, ketika anda sudah tiba di titik tersebut,
maka segala letih, lesu, dan capek akan hilang dengan sendirinya, berganti
dengan rasa santai dan nyaman, pokoknya seneng deh! :)
Kemampuan tiap individu
berbeda-beda, namun asalkan keep going, maka semua orang akan sampai di
puncak
Kedua, penulis dan
kelompok (kami pergi berenam) berangkat dari base camp pukul 7 pagi, dan selama
pendakian kami beberapa kali istirahat untuk memulihkan tenaga. Ketika
beristirahat itulah, kami disusul oleh kelompok-kelompok lain
yang bergerak lebih gesit. However, kami juga beberapa kali menyusul kelompok
tertentu yang tampak bergerak lebih lambat. Kami sampai di puncak pukul 6 sore,
sehingga totalnya kami butuh waktu 11 jam untuk menyelesaikan pendakian, namun
beberapa kelompok lain ada yang sudah sampai puncak lebih awal pada pukul 4
sore, dan ada juga yang baru sampai pukul 8 malam.
Pendek kata, setiap kelompok pendakian ternyata memiliki kecepatan yang berbeda-beda dalam mencapai
puncak gunung, dimana ada yang cepat, dan ada juga yang lambat.
Tapi persamaaan dari
semua kelompok adalah, mereka semua mencapai puncak! Termasuk, penulis sempat
melihat beberapa orang yang secara fisik dan usia tampak mustahil untuk bisa
mencapai puncak, tapi toh mereka sampai juga meski baru sampai pada malam hari.
Beberapa kelompok mungkin saja ada yang menyerah di tengah jalan dan balik
lagi, tapi sebagian besar pendaki yang penulis temui di tengah jalan, penulis bertemu
dengan mereka lagi di puncak (dan kelompok kami dengan cepat akrab dengan
kelompok lain. Suasana keakraban di Puncak Salak sangat luar biasa, dan tidak akan bisa ditemui di tempat lain manapun).
Nah, dalam berinvestasi
di saham, diakui atau tidak, setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda
dalam menganalisa ataupun mengendalikan emosi, dimana beberapa investor mungkin
perlu waktu yang lebih lama untuk menggali pengetahuan dan pengalaman, hingga
pada akhirnya mampu menghasilkan profit yang konsisten, sama seperti penulis
yang tentu saja tidak mampu mendaki gunung secepat anggota SAR yang katanya
bisa mencapai puncak Salak hanya dalam waktu tiga jam.
Namun, asalkan anda keep
going dan tidak mundur lagi ke belakang, asalkan anda terus
mengikuti rute yang benar dan tidak coba-coba ambil jalan pintas (hati-hati nih, kalo di saham biasanya yang pake dana
margin), maka tak peduli apapun latar belakang anda, cepat atau lambat anda akan sampai puncak! Setelah pengalaman di Gunung Salak, penulis jadi rajin baca-baca tentang gunung
tertinggi di dunia, Everest, dan penulis menemukan fakta bahwa beberapa orang
yang ‘aneh-aneh’ mulai dari orang pincang, orang tua berusia 70 tahun lebih,
anak remaja berusia 13 tahun, hingga orang yang jelas-jelas tidak bisa melihat
(buta), semuanya sukses mencapai puncak, meski tentunya dengan kecepatan yang
jauh lebih lambat dibanding pendaki profesional. Nah, jika siapapun bisa
mencapai puncak gunung tertentu, termasuk mereka yang tampaknya mustahil bisa
melakukannya, lalu apa yang membuat anda berpikir bahwa anda tidak bisa menjadi
seorang investor yang sukses??? All you have to do, once again, is just keep
going, follow the right path (or in this case, do the right thing), and never quit or turning back.
Jagalah perilaku, maka
anda akan baik-baik saja
Kalau anda baca-baca di
internet, maka Gunung Salak tidak hanya dikenal sebagai gunung yang terjal tapi
juga angker, mungkin malah paling angker dibanding gunung lain manapun di Indonesia.
Karena itulah, sebelum kami berangkat, pimpinan kelompok (bukan penulis)
berpesan agar kami nggak ngomong kasar, nggak buang sampah sembarangan, tidak
berbuat asusila, dan menjaga perilaku. Karena kalau tidak maka kami mungkin
bakal dikerjai oleh ‘penghuni’ setempat.
Tapi untungnya kami
berenam sukses mencapai puncak dan kembali kebawah dengan selamat tanpa kurang
suatu apapun, dan itu karena kami memang behave dan gak macam-macam. Hanya memang dalam perjalanan pulang ke
Jakarta, kelima rekan penulis menceritakan pengalaman mistisnya masing-masing
selama di gunung, mulai dari melihat penampakan, melihat pohon terguncang
dengan keras, dan entah kenapa tiba-tiba bulu kuduknya berdiri sendiri.
Alhamdulillah, penulis menjadi satu-satunya orang yang tidak melihat,
mendengar, atau merasakan hal ganjil apapun (malah sejak pertama kali penulis
naik gunung waktu masih kuliah dulu, penulis belum pernah sekalipun ketemu
‘sesuatu’. I don’t know why, tapi ya jangan sampe deh).
Nah, sebenarnya tidak
hanya di gunung, namun dalam kehidupan sehari-hari kita juga dituntut untuk
selalu behave jika mau selamat, termasuk juga di pasar saham. Tapi di
pasar saham ada banyak sekali orang-orang yang tidak mau menjaga perilaku,
dimana para trader kecil maunya main judi melulu, sementara pemodal besar juga
banyak yang dengan sengaja mencoba mengambil keuntungan cepat dari investor ritel
yang nggak ngerti apa-apa, dengan cara menyebar rumor sesat dan menaik turunkan
saham tertentu secara tidak wajar. Akibatnya bisa ditebak: Kerugian gila-gilaan
menjadi cerita yang biasa di pasar saham, dan tidak banyak investor yang mampu
‘mendaki dengan selamat’ di tahun-tahun pertama mereka sebagai investor. Dan
jangan salah: Kebanyakan investor ritel mengira bahwa pemodal besar biasanya
pasti untung ketika mereka membandari saham tertentu, padahal pemodal besar ini
bisa saja rugi karena tindakan spekulasi yang mereka buat sendiri. Bagi anda
yang paham dunia bandar-bandaran, anda tentu hafal bahwa seorang bandar harus
melakukan ‘distribusi’ dengan lancar, atau ia akan terjebak memegang ‘barang
busuk’ pada harga selangit, dan akhirnya menderita rugi besar.
Jadi bagaimana caranya
agar kita bisa selamat dari terjalnya pasar saham? Ya dengan menjaga perilaku,
dengan berinvestasi berdasarkan cara yang benar, yakni membeli saham dari
perusahaan yang bagus pada harga yang wajar/murah, kemudian disimpan. Ada
banyak cerita investor yang sukses besar setelah memegang saham bagus selama
bertahun-tahun, jadi kenapa kita tidak melakukan hal yang sama? Sebaliknya, ada
banyak juga cerita investor yang jatuh dan hancur gara-gara tergoda saham
gorengan, tapi kenapa kok sampe sekarang peminat saham-saham seperti ini tidak
pernah berkurang? Tapi mungkin itu karena pada prakteknya memang sangat sulit
untuk bisa behave, terutama bagi investor pemula karena di saham banyak
sekali godaan untuk berbuat yang nggak bener. But just try to do it, dan lihat
hasilnya :)
Okay, I think that’s
enough. Untuk minggu depan kita akan bahas soal restrukturisasi utang Bumi
Resources (BUMI), kebetulan penulis dalam seminggu terakhir menerima cukup
banyak pertanyaan terkait topik tersebut.
Galeri Foto (Klik gambar untuk memperbesar)
Sebelum berangkat selfie dulu! Penulis yang pake kaos kuning. Om-om yang pake kacamata item itu bukan anggota kelompok, tapi ia tiba-tiba saja minta ikut difoto |
Di pintu gerbang pendakian |
Mulai mendaki |
Semakin tinggi, semakin terjal |
'Jembatan setan'. Kalau berada langsung di lokasi, itu pemandangannya serem banget, kanan kiri beneran jurang |
Pemandangan Kawah Ratu, yang tampak jelas dari jalur pendakian |
Akhirnya! Sampai di puncak! |
Info Investor: Buku Kumpulan Analisis
Saham edisi Kuartal III 2015 akan terbit hari Senin,
tanggal 9 November mendatang. Anda bisa memperolehnya disini.
Komentar