Metode Rahasia dalam Berinvestasi
Kamis kemarin, penulis
berkesempatan untuk bertemu tatap muka dengan seorang investor bernama Joel Cohen, yang bekerja untuk sebuah perusahaan asset
management di Amerika dengan dana kelolaan sekitar US$ 19 milyar. Penulis
sendiri, meski sebelumnya sudah pernah ketemu beberapa kali dengan investor
asal luar negeri (dimana mereka sengaja datang ke Jakarta), namun baru kali ini
ketemu dengan seseorang yang mewakili institusi yang besar. So for me, it’s a
brand new experience.
Nah, dalam diskusi
selama persis satu jam tersebut, Mr. Cohen mengajukan banyak pertanyaan. Dan
salah satu pertanyaan tersebut adalah, ‘Pak Teguh, sebagai seorang investment
professional, upaya apa yang anda lakukan agar bisa menghasilkan return investasi
yang secara stabil dan konsisten senantiasa memuaskan dalam
jangka panjang?’
Sayangnya karena terbatasnya
kemampuan penulis dalam berbicara dalam Bahasa Inggris (kalau nulis sih lancar,
tapi kalau ngomong masih patah-patah), maka meski ketika itu saya punya banyak
sekali jawaban atas pertanyaan tersebut di benak penulis, namun yang mampu
diucapkan hanya sebagian kecil diantaranya. Karena itulah, penulis akan
menjawabnya sekali lagi disini. Okay, here we go!
Kesulitan terbesar
dalam berinvestasi, seperti yang sudah pernah saya sampaikan disini, bukanlah
terletak pada analisis saham, money management, dll, melainkan kontrol emosi. Ketika pasar dalam
suasana panik, maka sangat sulit bagi investor manapun untuk bisa greedy sendirian,
dan sebaliknya ketika pasar dalam suasana euforia, akan sangat sulit bagi
investor manapun untuk bisa fearful sendirian. Karena suka atau tidak,
seorang investor sejatinya merupakan bagian dari pasar juga. Sejak dulu sampai
sekarang, dan hingga selamanya, akan selalu ada investor-investor yang tidak
mampu memanfaatkan peluang emas dari turunnya harga-harga saham, karena mereka
gagal dalam mengendalikan rasa takut
mereka. Sebaliknya, akan selalu ada juga investor-investor yang terjebak
membeli saham tertentu pada harga yang terlalu tinggi, karena mereka larut
dalam euforia pasar! Ketika seorang investor tidak lagi mampu dalam mengontrol
emosinya, maka seluruh perhitungan serta analisa yang ia buat sebelumnya akan
menjadi tidak berguna sama sekali.
Karena itulah, untuk
bisa menghasilkan return investasi yang memuaskan dalam jangka panjang, maka kontrol emosi sangatlah
penting. It’s okay kalau anda sewaktu-waktu mengalami kerugian dari pasar
modal, because that’s just a part of the game! Karena even FC Barcelona sekalipun
bisa saja sewaktu-waktu kalah dari FC Granada, misalnya. Tapi sekalinya anda lost
control, then well, that’s probably the end of the game, karena selanjutnya
anda mungkin malah akan menendang bola ke gawang sendiri.
Pertanyaannya sekarang,
bagaimana cara untuk mengontrol emosi tersebut? Terdapat mungkin seribu jawaban
atas pertanyaan ini, namun inilah yang penulis lakukan: Kunci dari kontrol emosi
adalah perasaan tenang tanpa beban ketika
melihat posisi portofolio. Jadi agar
emosi anda bisa stabil, you have to be as
calm as possible. Caranya? Do
whatever you like, go whereever you want to go, and take a deep breath in the
forest!
So, believe it or not, sebagai
investor, penulis menghabiskan sebagian besar waktu bukan dengan duduk dibelakang
meja komputer, mempelajari dokumen ini dan itu terkait perusahaan, apalagi
sampai melototin pergerakan harga saham, sama sekali bukan! Yang saya lakukan
adalah..
- Main Playstation dari pagi sampe siang (PES, Assassins Creed, GTA, Forza Motorsport, Skyrim, The Witcher, Battlefield, Tomb Raider, Call of Duty), ini hobi penulis dari jaman SD sampe sekarang
- Nonton discovery channel, acara masak-masak (soalnya penulis suka sekali kuliner), History Channel, konser-konser musik di Youtube, atau nonton konser itu sendiri secara langsung.
- Baca buku novel sejarah, terutama tentang sejarah China klasik.
- Pergi ke gunung atau pantai di akhir pekan, bikin api unggun dan barbeque
- Pergi keliling Indonesia, mengunjungi kota-kota yang belum pernah dikunjungi sebelumnya.
- Main badminton, lari sore di kompleks olahraga ragunan
- Makan!
- Tidur siang
- Pulang kampung ke Cirebon, mengajak neneknya anak-anak untuk jalan-jalan dan belanja kerudung, dan
- Pulang ke Bandung, stay disana seminggu penuh dimana setiap pagi antar jemput si teteh ke sekolah Playgroup, dan sorenya nemenin si adik naik odong-odong dan main perosotan. Di akhir pekan mengajak mereka berdua plus mamanya untuk beli sepatu dan makan es krim.
Dari semua kegiatan
diatas, yang paling penulis sukai adalah pergi sendirian ke kebun teh di Ciwidey
(Bandung) atau Puncak, atau hutan pinus di Lembang, untuk kemudian duduk-duduk diatas batu besar dan
menarik nafas dalam-dalam. Jika anda melakukan hal yang sama, katakanlah di
akhir pekan, maka tak peduli meski anda sedang menanggung beban pikiran seberat
apapun (misalnya karena IHSG jeblok, dan alhasil pegangan saham nyangkut
dimana-manaaa), namun anda kemudian akan merasa plong dan legaaa. Sehingga
ketika anda kembali ke ‘medan perang’ pada hari Senin-nya, anda secara mental sudah siap, dan anda akan bisa menata ulang
portofolio anda dengan pikiran yang
jernih.
Dalam banyak kasus, seorang
investor seringkali tidak mampu berpikir jernih dalam me-manage investasinya,
sebenarnya bukan karena sahamnya nyangkut atau apa, tapi karena ia memiliki
masalah/beban pikiran diluar posisinya sebagai investor, entah itu masalah
keluarga, masalah kantor (kalau ia masih bekerja), atau lainnya. Alhasil ia
jadi gagal fokus, dan itu akan semakin memperburuk keadaan. Analoginya sama
seperti kalau anda terjebak macet: Kalau misalnya anda baru pulang kerja dan
capeeek banget, maka anda akan stress dan kesal setengah mati ketika mobil
didepan anda nggak maju-maju. Tapi kalau anda baru pulang dari liburan yang
menyenangkan, maka meski spion anda diserempet motor matic yang dikendarai anak
ABG tanggung yang nggak pake helm, anda mungkin tetap akan senyum-senyum saja
(actually, ini pengalaman pribadi).
So, mari kita
simpulkan. Untuk bisa sukses sebagai investor maka anda harus bisa mengatasi
kesulitan terbesar sebagai seorang investor itu sendiri, yakni kontrol emosi.
Dan agar emosi anda bisa terkendali secara penuh, maka anda harus as calm as
possible. Caranya? Enjoy your life, lepaskan semua beban pikiran, dan hiruplah
udara segar di pegunungan.. Jadi, percaya atau tidak, ketika penulis pergi
berlibur, maka penulis menganggap itu sebagai bagian dari pekerjaan. Sudah tentu saya tetap melakukan pekerjaan
rutin seperti menganalisis saham, mempelajari kondisi makro ekonomi, hingga
terus mencari ‘mutiara-mutiara terpendam’ di belantara pasar modal. Namun porsi
waktu yang penulis habiskan untuk pekerjaan rutin tersebut relatif kecil,
rata-rata kurang dari 4 jam dalam sehari, dibanding aktivitas bersenang-senangnya
yang bisa tiga hari dua malam, kalau kebetulan saya pergi berlibur keluar kota.
Well, that’s my secret.
Now what about you?
Btw, ‘kontrol emosi
dalam berinvestasi’ adalah satu tema yang sebenarnya amat sangat panjang jika
diulas secara lengkap. Penulis sejak setahun lalu sudah menulis buku terkait
ini, yang didasarkan pada pengalaman penulis sendiri sebagai investor. Dalam
waktu dekat akan saya terbitkan dalam bentuk ebook.
Info Investor: Buletin Analisis IHSG & investment
plan edisi Oktober sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini.
Gratis konsultasi portofolio langsung dengan penulis bagi member.
Komentar
kirain warga jakarta :-)
He he
Orang yang sering kasih seminar bukan berarti mereka ekstrovert, sama seperti selebritis yang terkenal bukan berarti dia punya banyak teman. However, saya sendiri gak menganggap kalau introvert itu suatu kelebihan. Karena itulah meski tidak punya banyak teman yang benar-benar dekat, tapi saya sebisa mungkin 'berteman' dengan keluarga dirumah, dengan cara menghabiskan banyak waktu bersama mereka. Sementara Warren Buffet, saking introvert-nya, ia bahkan tidak dekat dengan keluarganya sendiri.
Maksud saya seminar di sini adalah jualan seminar. orang yang jualan seminar lebih ektrovert. orang yg membawakan seminar mungkin diminta, dan bukan jualan. Introver akan jago kasih seminar ketika dia mempersiapkan. Kebetulan saya introvert juga. Kalau mau jadi investor top, menurut saya memang dari karakternya. kl introvert dia akan 'terpisah' dari pasar. jadi mereka tidak gampang panik, lebih kalem
Menurut saya sih terlepas dari Introvert atau Ekstrovert Investor yg terpenting adalah cara dia melihat "Masalah/Kondisi" saham yg akan dibeli dan nanti-nya akan dijual..
Dan saya seribu persen yakin, ketika market kayak bulan agustus kemarin banyak yang cutloss dan expect utk beli lagi ketika saham yg diincar membuat "New Low", padahal itu cara yang salah..
Pada akhirnya yang diuji hanya kesabaran dan kebutuhan modal aja kok..
CMIIW
Salam
ToMaT
Jadi investor itu intinya uang
mau mulai investasi ya pake uang
mau saham naik atau turun ya karena uang
tujuan akhirnya ya uang
investasi kan puncak tertinggi dari cara cari uang
harusnya jadi bos uang dong
bukannya kerja ngos-ngosan lagi karena uang
apalagi seharian mlototi komputer karena mau menggandakan uang
ngapain gak beli aja saham yang berpeluang
trus tidur dan mimpi hingga melayang
biar akhir tahun tersenyum girang
karena yang kau cari akhirnya datang....uangggggggggggg
ha ha ha....gitu aja kok repot
tapi masalahnya saya tidak seperti Pak Teguh, saya tidak bisa mengajar seminar seperti bapak, dan tidak pandai analisa saham seperti Pak Teguh, tapi saya masih belajar-belajar mengenai saham pak.
Pertanyaan saya,
1.Apakah bisa saham sebagai penopang hidup saya?. Dalam impian saya, saya ingin pensiun dini dan bergaya ala pak Teguh.
2.Apakah selama ini penghasilan bpk hanya dari trading/invest saham piur ataukah bapak punya bisnis lain?
3.Apabila ada bisnis lainnya "selain Seminar", brp persentase hasil dari bisnis bapak tsb. untuk diinvestasikan ke saham?
Mohon beri pencerahannya Pak Teguh, agar saya bisa menikmati hidup ala Pak Teguh.
Terimakasih
1. Ya bisa lah. Orang yang full time di saham ada banyak kok, gak cuma saya. Tapi jangan bayangkan begitu masuk saham maka seketika itu pula bisa langsung full di saham. LKH saja butuh waktu 7 tahun (1989 - 1996) untuk akhirnya full di saham. Di tahun-tahun pertama inilah seorang investor harus merasakan jatuh bangun dulu, jadi gak mungkin bisa langsung duduk santai dan menikmati hidup.
2. Gak ada. Satu-satunya bisnis hanya jualan analisa saham dan buku/ebook, sementara penghasilan dari seminar kecil banget, malah kadang tekor (soalnya seminarnya juga ala kadarnya dan murah, saya bukan selebritis sperti Ellen May dll). Diluar itu gak ada sumber income apapun.
3. Persentasenya gak tentu, tapi intinya kita selalu menyisihkan income untuk investasi dulu, kemudian selebihnya baru dipakai untuk kebutuhan sehari-hari. Gaya hidup jangan mewah-mewah, yang sederhana saja. Klo kemana-mana jangan pake mobil, pake busway saja.
Life below your mean...