Bank BNI

Hingga Kuartal III 2015, Bank BNI (BNI) membukukan laba Rp6.0 trilyun, turun 21.2% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, dan ROE-nya tercatat hanya 16.1%, juga turun dibanding periode sebelumnya 22.7%. Meski sekilas tampak buruk, namun ketika laporan keuangan perusahaan keluar pada tanggal 16 Oktober lalu, saham BBNI tetap bertahan di posisinya yakni 5,100, dan sekarang malah sudah di 5,250. Dan meski BBNI sempat digebuk sampai terkapar dibawah 4,000 pada event panic selling round two, 28 September lalu, namun ia dengan cepat naik lagi hingga tembus 5,000 hanya dalam tempo dua minggu kemudian. Jadi sebenarnya BBNI ini bagus apa jelek?


Dibanding bank-bank besar lainnya seperti Bank BRI (BBRI), Bank BCA (BBCA), hingga Bank Mandiri (BMRI), maka fundamental BBNI memang bisa disebut standar, meski tidak bisa dikatakan jelek juga, tapi disisi lain valuasinya juga murah. Dengan PBV hanya 1.6 kali pada harga 5,250, maka BBNI bisa disebut sebagai salah satu saham bluechip paling murah di BEI, karena bluechip-bluechip lain biasanya dihargai pada PBV minimal 2 koma sekian kali.

However, yang mungkin jadi concern investor ketika melihat BBNI ini adalah ketika pada Kuartal II lalu perusahaan hanya membukukan laba Rp2.4 trilyun, anjlok hingga 50.8% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, padahal pendapatan BBNI sejatinya masih naik 13.8%. Laba BBNI bisa jatuh seperti itu karena adanya cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) sebesar Rp6.0 trilyun, naik tajam dari sebelumnya Rp2.2 trilyun. Seandainya CKPN ini masih berada di level yang wajar, katakanlah Rp2 atau 3 trilyun, maka laba BBNI seharusnya tercatat Rp5.5 – 6 trilyun, atau masih naik signifikan dibanding tahun sebelumnya.

Pertanyaannya, apa sih yang dimaksud dengan CKPN?

CKPN, atau Bahasa Inggris-nya impairment loss, adalah catatan kerugian yang harus dilaporkan oleh sebuah perusahaan jika terdapat bukti kuat bahwa nilai aset perusahaan tersebut di masa yang akan datang mungkin akan turun dibanding nilainya pada saat ini (kalau pake bahasa akuntansi maka definisi CKPN ini lumayan bikin pusing terutama bagi investor awam, namun defisini diatas menurut penulis sudah cukup mendekati). Pada kasus Bank BNI, jika ada debiturnya yang berisiko untuk gagal membayar utangnya (kredit macet), maka nilai aset BBNI di masa yang akan datang mungkin akan turun jika kredit tersebut ternyata benar-benar macet. Selisih antara proyeksi nilai aset BBNI di masa depan dengan nilai aset BBNI pada saat ini, itulah yang dilaporkan di laporan keuangan sebagai CKPN.

Dan kalau kita lihat angka non performing loan (NPL) gross BBNI yang mencapai 3.0% di Kuartal II 2015, atau sangat tinggi untuk ukuran bank sebesar dan semapan BBNI, maka wajar jika manajemen kemudian melaporkan CKPN yang juga besar. Menurut manajemen, NPL BBNI bisa setinggi itu karena lesunya perekonomian nasional, dimana ada beberapa debitur yang kesulitan dalam mencicil utangnya ke Bank BNI. Namun jika kedepannya kondisi ekonomi membaik hingga angka NPL ini bisa ditekan, maka BBNI akan memiliki proyeksi nilai aset/arus kas yang lebih baik di masa depan, dan angka CKPN tadi dengan sendirinya bisa diturunkan.

Nah, jadi berbeda dengan kerugian atau beban-beban yang memang sudah direalisasikan/dibayarkan, CKPN ini hanyalah sebuah proyeksi, atau dengan kata lain BBNI tidak benar-benar keluar duit sebanyak itu, dan angka CKPN ini bisa turun dengan sendirinya jika manajemen BBNI nantinya mampu untuk membenahi penyaluran kreditnya.

Untungnya, hingga Kuartal III barusan, CKPN BBNI tercatat Rp6.4 trilyun, atau masih naik sedikit dibanding Kuartal II namun tidak lagi sampai melompat, sementara NPL gross-nya mulai turun kembali menjadi 2.8%. Dan hasilnya, laba BBNI tercatat Rp6.0 trilyun, yang meski masih turun secara year on year, namun jauh lebih baik dibanding Kuartal II lalu. Dengan asumsi bahwa BBNI baru saja mengalami periode terburuknya pada Kuartal II lalu, maka pada akhir tahun nanti BBNI masih berpeluang untuk setidaknya mencatatkan laba yang sama besarnya dibanding tahun 2014 lalu.

Lalu bagaimana dengan sahamnya?

Seperti yang sudah disebut diatas, valuasi BBNI terbilang rendah untuk ukuran saham big caps, tapi disisi lain kualitas fundamentalnya juga biasa-biasa saja jika dibanding BCA, Mandiri, apalagi BRI. However, BBNI juga bukan bank ecek-ecek yang gak jelas, dan dia merupakan salah satu bank tertua di Indonesia dengan track record kinerja yang konsisten di masa lalu, jadi dia tidak mungkin juga dihargai terlalu rendah.

Nah, ketika IHSG dilanda dua kali panic seling pada akhir Agustus dan akhir September lalu, BBNI sempat turun hingga PBV-nya as low as 1.2 kali pada harga 4,000 – 4,250, dan menurut penulis itulah harga terendah yang mungkin bisa anda peroleh (catat: PBV 1.2 kali itu artinya anda membayar Rp12 juta untuk memperoleh bagian aset BBNI senilai Rp10 juta, padahal dengan mempertimbangkan fundamental serta reputasi BBNI, aset Rp10 juta tersebut bisa meningkat minimal dua kali lipat setelah beberapa tahun). Actually, BBNI mungkin tidak akan pernah turun sampai serendah itu kalau bukan karena masalah CKPN tadi, jadi sejatinya ini merupakan opportunity, karena dengan mempertimbangkan nama besarnya dan lain-lain maka penulis menganggap bahwa kinerja BBNI kedepannya akan bagus kembali. Dan karena itulah sahamnya sangat boleh dipertimbangkan untuk investasi jangka panjang (di ebook kuartalan, BBNI ini sudah jadi favorit penulis sejak 2013 lalu).

Tapi masalahnya BBNI sekarang sudah naik ke 5,250, apakah harga segitu masih murah? Well, kalau tujuannya untuk invest jangka panjang, maka ya, dia masih lumayan murah karena PBV-nya masih 1.6 kali. However, sebagai saham blue chip, pergerakan BBNI sangat mudah dipengaruhi IHSG, dan masalahnya IHSG dalam beberapa bulan terakhir ini masih belum benar-benar stabil (gampang naik, tapi gampang juga turunnya).

Jadi jika anda tertarik dengan BBNI, maka berikut strateginya: 1. Jadikan BBNI ini sebagai pegangan jangka panjang, 2. Bagi dana anda menjadi dua atau tiga bagian, dimana bagian pertama bisa langsung dipakai buat beli BBNI pada harganya saat ini, dan sisanya buat jaga-jaga kalau harus average down. Berdasarkan pengalaman di tahun 2008 dan 2013 (tahun dimana IHSG turun, sama seperti tahun 2015 ini), IHSG mengalami puncak koreksinya pada Agustus – September (atau sampai Oktober pada tahun 2008), kemudian naik sejenak, dan turun lagi pada November – Desember. Jika pada penghujung tahun 2015 ini IHSG kembali mengalami pola yang sama, maka IHSG masih mungkin untuk turun sekali lagi sebelum tutup tahun, meski tidak akan sampai menimbulkan panic selling lagi (gak akan sedalam Agustus atau September lalu, apalagi setelah penulis cek, kinerja para emiten boleh dikatakan ada perbaikan/cukup bagus pada Kuartal III ini). Dan jika IHSG beneran turun, maka BBNI biasanya akan ikut turun, tapi seharusnya gak akan sampai 4,000 – 4,250 seperti September kemarin, melainkan mungkin mentoknya di kisaran 4,500-an. Benar atau tidak, kita lihat nanti.

PT. Bank BNI, Tbk
Rating Kinerja pada Kuartal III 2015: A
Rating Saham pada 5,250: BBB

Pengumuman: Buku Kumpulan Analisis Saham edisi Kuartal III 2015 sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini.

Komentar

Anonim mengatakan…
Ulasan yg sangat bagus pak Teguh, jika sy ada dana cash yg bs di hold 3 sampe 5 taon kira2 menurut pak Teguh yg memberika gain yg besar sektor apa pak? Sy sangat tertarik dengan sektor konstruksi mining dengan pbv yg sangat rendah dan menurut sy yg saat ini sektor mining lg di bottom masi bs membukukan laba positif..apa saat ini sudah bisa di collect untuk sektor ini?thx
Unknown mengatakan…
kalau begitu belinya december aja. lol
Rez mengatakan…
Pak Teguh, untuk BTPN bagaimana? dulu pernah diulas sebagai bank dengan performa terbaik, walau kalah "brand" dengan big 3 (mandiri, bri, bni). setelah jatuh ke bawah 3000an sampai sekarang susah banget reboundnya. Adakah masalah fundamental di btpn?
Anonim mengatakan…
Pak Teguh, bisa mengulas Panin Bank Syariah (PNBS)? bagaimana prospek satu-satunya bank syariah di bursa. Thx.
Goldvester Yap mengatakan…
Pak Tegub, gmn ya kira2 prospek kedepan nya ANtM pasca RightIssue?
Anonim mengatakan…
Book Value per saham BBNI 6206, Jadi hitungan PBV tidak tepat
Akibatnya bisa mengubah seluruh tulisan ini

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?