Perlindungan Investor? Oleh Siapa?
Sekitar satu atau dua
bulan lalu, seorang pria bersepeda bernama Elianto Wijoyono menghadang
rombongan konvoi motor Harley Davidson di salah satu perempatan jalan di Kota
Jogja, karena rombongan itu dengan sengaja hendak menerobos lampu merah. Aksi
‘Sepeda vs Moge’ tersebut memperoleh banyak komentar di media sosial, dan
Elianto kemudian menjelaskan bahwa aksinya tersebut memang sudah direncanakan
jauh hari sebelumnya, karena ia prihatin dengan kelakukan para pengendara moge
tersebut yang sering melanggar rambu-rambu lalu lintas, sehingga bikin susah
pengguna jalan lainnya di Kota Jogja.
Nah, dari sekian banyak
komentar yang muncul, yang menarik adalah komentar dari seorang anggota Polda
Jogja yang mengatakan bahwa aksi main hakim sendiri yang dilakukan Elianto
tersebut justru bisa ditindak pidana. Sebab jika ada pengendara moge yang
melanggar lalu lintas atau semacamnya, maka itu merupakan kewenangan kepolisian
untuk memberikan teguran atau sanksi, jadi bukan wewenang Elianto karena ia cuma warga sipil.
Well, suatu pernyataan
yang naif sekali bukan? Kalau memang pelanggaran lalu lintas yang dilakukan
para pengendara moge akan ditindak tegas oleh polisi, lalu kenapa ketika mereka
berkali-kali menerobos lampu merah dll, polisi malah diam saja? Yang ada mereka
justru mengawal konvoi dan membantu mereka menerobos lampu merah! Kalau polisi sejak
awal sudah melakukan tugasnya dalam mengatur lalu lintas dan menindak semua
pelanggar tanpa pandang bulu termasuk para raja jalanan tadi, maka menurut anda
apakah Elianto akan buang-buang waktu untuk ‘main hakim sendiri’? Sudah jadi
rahasia umum bahwa polisi di Indonesia masih belum menjalankan fungsinya yakni
‘Melindungi dan Melayani’ secara penuh kepada seluruh masyarakat, karena yang
dilindungi dan dilayani hanya yang mau kasih recehan saja.
Tapi mungkin, bukan
cuma kepolisian di Indonesia ini yang belum menjalankan fungsinya dengan baik.
Beberapa hari lalu,
penulis ditelpon oleh wartawan untuk dimintai pendapat terkait pernyataan dari
salah satu direktur Bursa Efek Indonesia (BEI), bahwa ‘BEI menginginkan
penambahan 100 ribu investor baru setiap tahunnya’. Sejauh ini di memang baru
terdapat sekitar 400 ribu investor di pasar saham di Indonesia, atau sangat
sedikit dibanding jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 270 juta jiwa. Jika
penambahan 100 ribu investor baru per tahun tadi terealisasi, maka dalam
beberapa tahun kedepan jumlah investor di pasar saham Indonesia akan tembus 1
juta orang, atau bahkan lebih, dan itu tentunya akan semakin meramaikan
perputaran pasar saham itu sendiri.
Pertanyaannya tentu,
apakah peningkatan 100 ribu investor itu realistis? Nah, jika anda adalah calon
investor yang tentunya belum mengerti apa-apa, maka ketika anda ditawari untuk
membuka rekening di sekuritas, sudah tentu ada banyak hal yang akan ditanyakan.
Namun kalau anda jeli, maka salah satu pertanyaan yang terpenting adalah, adakah perlindungan terhadap diri saya
sebagai investor, dari tindakan kejahatan pasar modal?
Karena, berinvestasi di
pasar modal itu sama saja seperti mengendarai mobil/sepeda motor di jalan raya.
Jika anda menyetir mobil secara ugal-ugalan, maka anda mungkin akan mengalami
kecelakaan, dan itu adalah salah anda sendiri. Namun bagaimana jika anda mengendarai
mobil dengan sewajaranya dan selalu mematuhi rambu-rambu lalu lintas, tapi
tetap saja mengalami kecelakaan karena ditabrak oleh pengendara lain yang
menerobos lampu merah, dan itu adalah karena polisi dengan sengaja membiarkan pelanggaran lalu lintas
tersebut?
Demikian pula di pasar
saham. Seorang investor mungkin akan mengalami kerugian karena dia belum
mengerti cara menganalisis saham perusahaan, kurang pengalaman, atau simply karena
IHSG lagi jeblok, dan itu adalah bagian dari risiko kerugian yang sejak awal
sudah ‘satu paket’ dengan potensi keuntungan yang bisa diperoleh seorang
investor.
Tapi jika investor
mengalami kerugian karena dikerjai oleh bandar yang menaikkan harga saham
secara tidak wajar dan kemudian menjatuhkannya tanpa ampun seperti kasus Trada Maritime
(TRAM), atau perusahaan yang manajemennya kena kasus seperti Cipaganti
(CPGT), atau perusahaan yang entah kenapa rugi melulu hingga ekuitasnya minus
gila-gilaan seperti Bumi Resources
(BUMI), atau kasus-kasus lainnya dimana saham-saham tertentu bergerak secara
tidak wajar.. maka hey, OJK! Anda ngapain aja? Kenapa saham-saham yang
jelas-jelas sudah makan banyak korban ini malah dibiarkan saja???
Padahal berdasarkan
undang-undang, tugas sekaligus wewenang dari OJK adalah: 1. Melakukan
perlindungan terhadap konsumen (atau dalam hal ini investor), dimana hal itu
bisa dilakukan dengan cara: 2. Memberikan sanksi administratif terhadap
pihak-pihak/perusahaan yang melanggar peraturan perundang-undangan terkait jasa
keuangan. Jika OJK bersikap tegas dan selalu siap sedia untuk memberikan sanksi
kepada emiten/sekuritas atau siapapun yang jelas-jelas telah berbuat sesuatu
yang merugikan orang banyak, maka para emiten/sekuritas ini juga gak akan ada
yang berani macam-macam, dan investor secara otomatis akan terlindungi.
Nah, sejak OJK
didirikan tahun 2011 lalu, sudah tidak terhitung berapa banyak perusahaan/saham
yang bermasalah, yang membuat investor publik rugi besar-besaran. Tapi
pernahkah OJK memberikan sanksi tertentu kepada mereka? Tidak pernah!
Paling-paling OJK hanya memberi sanksi berupa peringatan tertulis denda sebesar
Rp1 juta per hari kepada perusahaan yang terlambat merilis laporan keuangannya.
Berdasarkan informasi dari hukumonline.com, antara tahun 2011 hingga Agustus
2014, OJK sudah menjatuhkan total 316 sanksi yang terdiri dari 280 sanksi denda
kepada emiten terlambat merilis laporan keuangan atau dokumen keterbukaan
informasi lainnya, 32 sanksi teguran tertulis, dan 2 sanksi
pembekuan/pencabutan izin usaha terhadap dua perusahaan jasa keuangan (bukan
emiten).
Tapi bagaimana dengan kasus-kasus
perusahaan Tbk atau aksi goreng saham yang melibatkan sekuritas tertentu, yang jelas-jelas
telah merugikan investor? Yaaa lenggang kangkung, ga ada masalah.
Lalu bagaimana dengan
BEI? Well, sami mawon.. Mau ada saham terbang atau saham jeblok, paling-paling
humas perusahaan yang bersangkutan cuma ditanya, ‘Ada apa ini?’ abis itu ya
sudah. Mau investor dikerjai habis-habisan oleh saham-saham gorengan, mereka
malah duduk manis saja di acara talk show di hotel mahal. Kalaupun BEI
memberikan sanksi, maka sanksinya ya sama seperti yang diberikan OJK: Men-suspensi
saham, menetapkan status UMA, atau memberikan denda/peringatan tertulis kepada
emiten yang terlambat merilis laporan keuangan, seolah-olah tindakan kejahatan di pasar modal itu ya cuma satu itu:
Terlambat merilis laporan keuangan.
Jadi ketika orang BEI
mengatakan bahwa ‘Kami menginginkan penambahan 100 ribu investor per tahun’,
penulis jadi merasa lucu sendiri.. Bagaimana mungkin anda berharap bahwa
orang-orang akan masuk pasar saham kalau pasar itu sendiri dipenuhi oleh para
preman yang tidak pernah ditindak? Itu kan sama saja seperti berharap bahwa
orang-orang akan dengan sukarela mempertaruhkan keselamatannya dengan berkendara
di jalanan yang semrawut karena hampir semua orang melanggar rambu-rambu lalu
lintas, karena polisinya diem saja!
Hanya memang, kalau
berdasarkan peraturan undang-undang yang ada, maka di Indonesia belum ada
sanksi hukum yang jelas untuk kasus seperti insider trading atau
semacamnya (Bapepam-LK, yakni otoritas/regulator pengawas bursa sebelum adanya
OJK, sebenarnya secara undang-undang punya wewenang untuk memberikan sanksi pidana bagi insider trader, tapi
Bapepam itu sendiri sekarang udah gak ada). Jadi mungkin bukan salah OJK atau
BEI juga jika para maling masih berkeliaran di bursa, karena bukan wewenang mereka
untuk menindaknya (OJK hanya bisa memberikan sanksi administratif, bukan
pidana). Tapi kalau itu bukan wewenang dua otoritas ini, lalu wewenang siapa?
Dan jika itu bukan wewenang mereka, lalu apa yang dimaksud dengan kata ‘perlindungan’
yang jelas-jelas merupakan salah satu fungsi dan wewenang dari OJK???
Tulisan diatas mungkin
terdengar seperti kritikan. Tapi jika seorang Elianto Wijoyono sampai harus turun tangan sendiri untuk
menegur pengendara moge, termasuk secara tidak langsung menegur polisi itu
sendiri, maka penulis kira juga harus ada seseorang yang menyampaikan tulisan
diatas agar bisa menjadi peringatan bagi pihak-pihak yang terkait. Penulis
yakin bahwa kita semua tentu menginginkan agar pasar modal bisa menjadi tempat
yang bersahabat bagi semua orang, namun itu hanya bisa terwujud jika semua
pihak, termasuk otoritas dan regulator bursa, melaksanakan peran, fungsi, dan tugasnya masing-masing dengan baik. Jika memang terjadi tindak kejahatan di Bursa, maka seperti di film National Treasure, seseorang harus berani mengatakan, 'Someone's got to go to prison, Ben'.
Jika anda punya
unek-unek lainnya, boleh sampaikan melalui kolom komentar di bawah. Untuk artikel minggu depan kita akan sharing beberapa tips untuk menghindari 'saham-saham laknat' yang banyak berkeliaran di bursa.
Btw sekarang ini lagi rame cerita soal Fed Rate, tapi di website ini kita sudah membahasnya sejak Maret lalu. Anda bisa membacanya lagi disini.
Btw sekarang ini lagi rame cerita soal Fed Rate, tapi di website ini kita sudah membahasnya sejak Maret lalu. Anda bisa membacanya lagi disini.
Komentar
Wah kebetulan sekali pak, barusan saya posting soal RI ADHI KARYA di forum saham ternama STOCKBIT ...
Kebetulan saya ingin investasi di saham ADHI KARYA, namun saya membaca berita simpang siur soal harga RI ADHI dari awal tahun 2015 sampai bulan september 2015.
Dimana soal harga RI yang selalu berubah ubah, sangat disayangkan sekali omongan mencla mencle soal harga RI terjadi pada BUMN Tbk. Jujur saya pemain baru di BEI menjadi bertanya tanya, apakah kejadian ini selalu berulang ulang saat akan terjadi RI disetiap BUMN Tbk dan perusahaan Tbk lainnya pak ?
Coba kita bayangkan investor saat membeli di harga 3800an saat bos ADHI KARYA mengatakan akan RI di harga 4000/lembar, dimana harga saham ADHI per tanggal 15.09.15 postingan saya ini ada di harga 2060. Kira2 kapan baliknya ke 3800 itu ya pak ? hehehehe
Menurut keputusan komisi VI DPR RI saat april lalu, RI saham ADHI tidak boleh lebih dari 30% dari saham pertopel. Namun saya ingin tetap mengikuti sampai RUPS saham ADHI ditetapkan di harga berapa, sesuai atau tidak dengan ketok palu DPR RI komisi VI bulan april 2015. Sebab penting sekali buat saya untuk melanjutkan investasi di BEI atau stop investasi di BEI hanya karena perkataan yang mencla mencle.
Pak Teguh mohon koreksinya jika ada yang salah atau mohon dihapus postingan saya jika banyak salahnya.
Terima Kasih
Salam Investasi
siapa yang bermain disana dengan hanya berpindah2 kantong dan itu dilegalkan oleh bursa? mengerikan sekali.
Saya yakin otoritas tidak "selugu" itu untuk tidak mengetahui siapa yang bermain disana, namun demi tercapainya target transaksi harian di BEI, hal tersebut dianggap wajar, teratur dan efisien.
Saya sependapat jika otoritas belum menjalankan fungsinya dengan baik di pasar modal kita. mereka cenderung "melegalkan" tindakan2 ilegal dan melakukan pembiaran pemodal besar menguras uang pemodal kecil yang awam, hingga pada akhirnya datang silih berganti mencoba peruntungan di bursa.
setuju 1000 % pak TH. masih ingat kasus lama saham DGSA dan saham BINTUNI. listing kurang dari setahun trus delisting. tak ada direksi n komisarisnya yg dituntut, padahal banyak investor yg dirugikan. otoritas bapepam dan bej saat itu hrsnya bertanggung jawab juga krn sdh meloloskan kedua saham tsb utk listing..
beres dah.
padahal KARK masih punya ekuitas besar sebelum ditendang...
saya pikir harus kena denda administratif buat saham yg suka tidur. alias di harga 50 selama bbrapa lama. atau sekalian aja delisting, biar jera sekalian karena bbrapa informasi yg tidak terbuka.
Jelas, BEI menginginkan tambahan investor, karena akan meningkatkan nilai transaksi. Tapi rayuan gombal semacam; hanya 0,2% penduduk yang berinvestasi, serta iming2 mendapat cuan 50% setahun oleh beberapa orang yang beruntung tidak akan membuat banyak orang tergiur.
Selama insider trading tidak ditindak, maka sustainabilitas BEI dipertanyakan. Itu mungkin salah satu sebab, kita masih di rating "spekulatif" belum investment grade.
Sudah jelas-jelas bahwa sustainabilitas dan etika itu penting, malah orang tukang goreng dibiarkan. Yang ada trauma bagi sebagian besar. Mungkin yang akan berkembang pasar reksadana dahulu. Setidaknya MI tau bagaimana kelakuan pasar kita.
Nanti, jika sudah lebih memihak investor, barulah para petani, pedagang pasar, dan kebanyakan rakyat mau masuk ke bursa. Saya lihat sekarang ini paling hanya 20-40 perusahaan bagus, diantara 500 yang melantai...
Lagu lama banget...!!!