Peluang Investasi dari ‘Value Gap’ - 2
Di artikel sebelumnya
kita sudah membahas bahwa waktu terbaik untuk membeli saham Berkshire Hathaway
adalah jika pada tahun tertentu harganya turun sedemikian dalam hingga value
gap-nya menjadi positif (kalau belum baca, boleh baca
lagi disini). Kemudian, tahun 2015 ini adalah kali pertama dimana IHSG
turun signifikan sejak 2008 lalu, dimana hingga 10 September, IHSG sudah turun
16.1% secara YTD (pada tahun 2013, IHSG secara keseluruhan hanya turun 1%). Hasilnya
meski beberapa saham mungkin masih naik, tapi sebagian besar saham lainnya
turun signifikan dibanding posisinya pada awal tahun lalu, tak peduli meski
nilai ekuitas perusahaan sejatinya masih naik. Dalam kondisi inilah, beberapa
saham kemudian menciptakan ‘value gap’ yang positif.
Berikut ini adalah data
kenaikan/penurunan ekuitas dari 15 perusahaan paling likuid di BEI sepanjang
Semester I 2015 (antara 31 Desember 2014 hingga 30 Juni 2015), dibandingkan
dengan pergerakan harga sahamnya secara YTD (antara 31 Desember 2014 hingga 10
September 2015). Angka dalam persen, data diurutkan berdasarkan value gap-nya,
dari yang terbesar hingga terkecil. Sebelumnya catat bahwa beberapa perusahaan
mencatat angka pertumbuhan ekuitas yang negatif karena faktor dividen, jadi
bukan karena perusahaan merugi (dari 15 perusahaan yang disebutkan dibawah,
semuanya membukukan laba bersih, meski mayoritas memang turun dibanding tahun
sebelumnya).
Companies
|
Equity
|
Market Price
|
Value Gap
|
PGN
|
(1.3)
|
(58.6)
|
57.3
|
Alam Sutera Realty
|
5.2
|
(37.9)
|
43.1
|
Pakuwon Jati
|
8.7
|
(29.5)
|
38.2
|
Semen Indonesia
|
0.2
|
(36.4)
|
36.6
|
Adhi Karya
|
(1.4)
|
(36.6)
|
35.3
|
Gudang Garam
|
2.6
|
(31.2)
|
33.8
|
Indofood
|
0.8
|
(26.5)
|
27.3
|
Bank BNI
|
(0.1)
|
(26.5)
|
26.4
|
Bank Mandiri
|
4.5
|
(20.2)
|
24.7
|
Bank BRI
|
4.6
|
(17.1)
|
21.7
|
Astra International
|
2.8
|
(18.5)
|
21.3
|
Bank BCA
|
8.0
|
(9.1)
|
17.1
|
Kalbe Farma
|
2.0
|
(15.0)
|
17.0
|
Indocement
|
(11.0)
|
(25.5)
|
14.5
|
Telkom
|
(1.9)
|
(3.5)
|
1.6
|
Nah, berdasarkan data
diatas, dan dengan asumsi bahwa kelima belas perusahaan diatas pada akhirnya
akan terus tumbuh dalam jangka panjang, maka untuk saat ini saham apakah yang
paling menarik untuk dibeli? Perusahaan
Gas Negara (PGAS), tentu saja! Kalau anda lihat lagi data value gap pada
tabel Berkshire Hathaway di artikel
sebelumnya, maka value gap terbesarnya adalah di tahun 1974, yakni 54.2%,
tapi bahkan value gap PGAS lebih besar lagi, yakni 57.3%. Ini artinya jika PGAS
mampu untuk kembali mencatatkan pertumbuhan ekuitas yang signifikan dalam 1 – 2
tahun mendatang, maka harga sahamnya juga akan naik lebih kencang lagi dalam 1
– 2 tahun tersebut, mungkin bisa lebih dari 100% alias dua kali lipat.
Hanya saja ada beberapa
hal yang perlu anda perhatikan. Pertama, PGAS memiliki track record kinerja
yang sangat baik dimasa lalu dimana ekuitasnya senantiasa tumbuh diatas 25%
setiap tahunnya dan itu belum termasuk memperhitungkan dividen (padahal PGAS juga termasuk
perusahaan yang royal dividen), yang kemudian menyebabkan sahamnya memiliki
valuasi diatas rata-rata (baca: mahal). Jadi meski pada tahun ini sahamnya
turun signifikan, maka kita tidak bisa serta merta mengatakan bahwa dia sudah
murah. Pada tahun 2015 ini PGAS juga mencatat kinerja yang relatif buruk
dimana itu bisa dilihat dari ekuitasnya yang turun 1.3% (dan itu menjelaskan kenapa sahamnya jatuh). Intinya, okay, PGAS
ini mencatatkan value gap yang amat besar, namun kita masih perlu menganalisis
beberapa hal lagi untuk kemudian mengambil kesimpulan akhir bahwa sahamnya
layak invest.
Tapi yang jelas dari
data diatas bisa kita katakan bahwa valuasi PGAS pada saat ini, yakni ketika
artikel ini ditulis, adalah 57.3% lebih rendah dibanding valuasinya pada akhir
tahun 2014 lalu. Jika anda membeli saham PGAS pada saat ini dan kedepannya dia
naik hingga valuasinya kembali sama dengan akhir tahun 2014, maka anda akan memperoleh
gain sekitar 140%. However, PGAS
hanya bisa naik kembali jika perusahaan mampu useperti Berkshire Hathaway, yang
dengan cepat kembali mencatatkan kinerja bagus ketika kondisi perekonomian
pulih. Beberapa perusahaan seringkali hancur berantakan ketika ekonomi nasional
mengalami krisis, dan tidak mampu bangkit lagi ketika kondisi kembali kondusif.
Tapi jika melihat manajemen PGAS yang konservatif dan prudent (utangnya
sedikit), maka penulis termasuk yang optimis bahwa PGAS akan mampu mencatatkan
kinerja bagus ketika nanti ekonomi pulih.
Selain PGAS, dari tabel
diatas bisa dilihat bahwa saham-saham yang memiliki value gap yang besar adalah
Alam Sutera Realty (ASRI), Pakuwon Jati (PWON), dan Semen Indonesia (SMGR).
Untuk SMGR, kalau bukan karena kenaikannya yang sangat signifikan dalam dua
minggu terakhir, maka value gap-nya mungkin lebih besar dari PGAS. Saham yang
memiliki value gap terkecil adalah Telkom (TLKM), dimana meski ekuitasnya turun
1.9%, namun harga sahamnya hanya turun 3.5%. Namun entah karena alasan apa, sejauh
yang penulis amati TLKM ini justru menjadi saham favorit para fund-fund manager
di perusahaan reksadana (tapi mungkin itu sekaligus menjelaskan kenapa kinerja
reksadana pada tahun ini cenderung berantakan).
Satu hal lagi. Dari
sisi pertumbuhan ekuitas, hingga Kuartal II kemarin hanya ada dua perusahaan
dalam tabel diatas yang mencatatkan pertumbuhan ekuitas yang lumayan (diatas
8%), yakni PWON dan Bank BCA (BBCA), dan itu mungkin mengindikasikan satu hal:
Meski tahun 2015 ini merupakan tahun yang sulit secara ekonomi, namun nyatanya
sektor properti dan perbankan masih mampu menunjukkan
pertumbuhan yang signifikan. Dan kalau anda pelajari lebih lanjut, maka memang
tidak hanya PWON dan BBCA, tapi mayoritas perusahaan di sektor properti dan perbankan,
baik itu yang tergolong perusahaan besar ataupun second liner, adalah
merupakan the best performer untuk tahun 2015 sejauh ini (dari sisi kinerja keuangan/fundamental, bukan kinerja sahamnya). Kalau untuk
sektor perbankan, maka sejak dulu sektor ini memang merupakan sektor paling
aman kedua di Indonesia, setelah sektor consumer goods. Namun untuk sektor
properti, cukup jelas bahwa sektor ini masih belum ‘habis’, dan itu sekaligus
menjelaskan kenapa perusahaan-perusahaan dari sektor lain belakangan ini banyak
yang masuk ke properti. Anda bisa cari sendiri beritanya di google.
Okay, I think that’s
enough. Any comments?
Komentar
Mengenai rencana pemerintah melakukan pemotongan harga Gas untuk industrial berdasarkan paket kebijakan yg diumumkan tanggal 9 kmrn..
Pemerintah sudah memberikan sinyal bahwa pemotongan dilakukan dengan cara memotong pemasukan negara yg bersumber dr minyak dan Gas.. Sehingga PGAS sendiri tidak mngalami kerugian akibat kebijakan ini..
Kalo pertanyaan apakah membeli saham BUMN aman ? Menurut saya balik lagi ke anda, apakah anda sudah melakukan penyaringan saham BUMN ? Mana yg buat jangka pendek mana buat jangka panjang ? Saya pribadi yakin dengan saham BUMN untuk jangka panjang (dapen pribadi).
SMGR dan SMBR contoh korban (jika yg bapak maksudnya) utk jangka pendek memang akan jatuh, namun untuk jangka panjang kedua saham ini saya sangat yakin akan lebih tinggi terbangnya dari pada sebelumnya. Pertanyaannya kapan dia akan terbang ? Tidak ada yg bisa menjawabnya.. Makanya saya masukan SMBR sebagai Porto investasi saya, dan saya masuk sejak harga 500 :( hahaha namun saya menerapkan strategi akumulasi di harga bawah, sehingga AVG saat ini di 311. Masih rugi sih.. :(
Slm knl, sya Aulia Annisa mahasiswi tingkat akhir yang sedang menyusun tugas akhir mengenai saham syariah. Skrg sya sdg tahap menggodok ide terbaru yg bisa diteliti. Setelah membaca tulisan bpak, saya memiliki pertanyaan apakah fenomena value gap ini juga terjadi pd syaham syariah (JII atau Dowjones islamic indeks) ? Apakah investor di Indonesia jg melihat dn menyadari peluang ini ? Sya berencana meneliti (msh ide mentah) pengaruh the fed rate (sbg variable moderator) trhdp hubungan antara value gap thd return di JII. Menurut hemat bapak , dn mohon penjelasannya sbg yg ahli mengenai kemungkinan sya dlm meneliti ini.
Trmksh
Regards,
Aulia