How to Be Greedy When Others Are Fearful
Pagi tadi, setelah IHSG
dibuka longsor 2% ke posisi 4,033, penulis menerima whatsapp dari seorang
alumni seminar yang bertanya soal salah satu saham yang penulis rekomendasikan
(dan gak cuma rekomen, tapi saya ikut beli juga), sebut saja saham A. Ia
bertanya, Pak Teguh, saham A masih masuk stock-pick? Soalnya saya lihat
pagi ini dia terjun bebas nih.
Lalu penulis menjawab, ‘Denger-denger
perusahaannya mau bangkrut pak..’
Dan seperti yang sudah
penulis duga, dengan nada panik ia bertanya lagi, ‘Wah serius pak? Info dari
mana???’
Setelah penulis
katakan, ‘Just kidding :D Perusahaan A aman-aman saja kok! Sahamnya turun ya
cuma karena dampak penurunan IHSG saja, bukan karena ada masalah sama
fundamentalnya’, maka barulah ia menjawab, ‘Wah saya sampai sport-jantung pak,
tadi udah sempet googling, khawatirnya perusahaan bener-bener terkena kasus apa
gitu.’
Nah, menurut anda,
seandainya kepada alumni seminar ini penulis mengatakan bahwa ‘Perusahaan A
akan bangkrut’ pada April lalu, ketika IHSG masih di 5,400-an dan ketika saham
A juga masih di posisi yang tinggi, maka kira-kira bagaimana reaksinya? Well,
mungkin akan panik juga, tapi sudah tentu tidak akan sepanik dibanding ketika
saya mengatakan bahwa Perusahaan A akan bangkrut dalam kondisi harga sahamnya
yang hancur lebur seperti sekarang. In fact, jika saya mengatakan bahwa ‘Perusahaan A akan
bangkrut’ pada April lalu, maka orang-orang mungkin akan langsung menanggapinya sebagai omong kosong. Tapi jika kalimat itu dikatakan pada saat ini, maka
bahkan meskipun itu cuma rumor ngawur, namun seorang investor yang sebelumnya sangat yakin bahwa perusahaan A ini
adalah perusahaan yang sangat bagus dan sama sekali tidak bermasalah, ia akan
ragu-ragu dan mulai berpikir bahwa rumor jelek tersebut mungkin benar adanya.
So, got the point?
Dalam banyak kesempatan
training soal value investing, penulis selalu menekankan bahwa kesulitan utama
dalam berinvestasi dengan metode ‘to buy high-quality stocks at lowest possible
price’, itu bukan soal bagaimana cara menentukan saham mana yang berfundamental
bagus, dan bagaimana cara menghitung valuasi dan menentukan apakah sebuah saham
sudah bisa dikatakan murah atau belum. Karena pada prakteknya, perhitungan analisa-analisa
seperti itu seringkali hanya merupakan matematika sederhana.
Yang tersulit adalah, ketika anda menemukan
saham bagus pada harga yang unbelievably undervalue, maka biasanya
kondisi pasar ketika itu juga sedang anjlok,
ekonomi memburuk atau bahkan krisis, pesimisme bertebaran dimana-mana,
sehingga sedikit banyak kondisi psikologis
anda pasti akan ikut terpengaruh. Alhasil, anda tidak akan segampang itu
untuk langsung membeli ‘mutiara terpendam’ yang baru saja anda temukan tadi, karena
pasti ada saja orang yang mengatakan bahwa saham anda tersebut aslinya jelek,
makanya harganya bisa anjlok begitu. Tak peduli sedetil apapun analisa yang
anda buat, atau sekokoh apapun keyakinan yang anda bangun untuk memutuskan membeli
saham yang unbelievably undervalue tadi, namun anda tetap akan merasa
ragu-ragu ketika saham incaran anda tersebut malah sudah turun jauh lebih rendah dibanding harga beli yang anda targetkan sebelumnya.
Warren Buffett selalu mengatakan, ‘be greedy when others are fearful’, namun
pada prakteknya tidaklah semudah itu karena.. hey! Sebagai investor, kita kan
bagian dari pasar juga! Jadi kalau pasar lagi panik, maka gimana caranya kita
malah jadi serakah sendiri?
Namuuuun, jika anda sudah
cukup berpengalaman hingga akhirnya mampu
untuk melawan arus pasar seperti itu, maka holaaaa.. setelah 1 atau 2 tahun, buahnya
akan terasa sangat manis! Pada awal tahun 2014 lalu, atau persis setelah IHSG
hancur lebur setahun sebelumnya (jeblok dari 5,250 ke 4,200-an), penulis
mengatakan bahwa meski tahun 2013 meninggalkan kesan yang menyakitkan, namun
tahun 2014 justru merupakan big opportunity bagi mereka yang mampu untuk
fokus pada fakta bahwa valuasi saham-saham di BEI pada saat itu (awal 2014) sudah jauh lebih rendah dibanding valuasinya
pada awal
2013. Anda bisa baca lagi artikelnya disini (kalau posisi anda nyangkut, silahkan dibaca artikelnya).
And
voila! IHSG ternyata beneran naik 22.3% sepanjang 2014. Surprisingly, beberapa
hari terakhir ini IHSG malah balik lagi ke posisi pada awal tahun 2014, atau
bahkan lebih rendah. So, what do you think? Just remember: Dalam jangka pendek (3 bulan atau kurang), IHSG bisa naik atau turun ke posisi berapa saja tergantung sentimen yang beredar. Jadi kalaupun anda menganggap bahwa saham-saham sekarang ini sudah sangat murah, namun itu bukan berarti IHSG gak bisa turun lebih lanjut, Namun dalam jangka panjang (diatas 1 tahun), dengan catatan bahwa ekonomi Indonesia memang membaik pada awal tahun 2016 nanti (kita akan membahas soal ini nanti), maka sudah tentu IHSG akan terbang tinggi kembali. Anyway, kita lihat saja nanti perkembangannya bagaimana :)
Info Investor: Buletin Analisis IHSG & investment plan edisi Oktober sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini.
Komentar
kalau mau beli bluechip juga musti lihat dana asing. karena bluechip bisa naik kalau dana asing masuk.