Cara Untuk Cuan Sekalian, Atau Bangkrut Sekalian
Pada tanggal pertengahan Agustus lalu, IHSG
terus saja turun dari 4,800-an di awal bulan hingga menembus level
psikologis
4,500, tepatnya
mencapai posisi 4,484 pada tanggal 19 Agustus. Ketika itu pasar sudah mulai panik, namun
yang lebih menarik adalah munculnya pemberitaan di berbagai media bahwa
beberapa perusahaan, dalam hal ini bank-bank BUMN, akan mem-buyback sahamnya
di publik. Dan penulis segera menerima banyak pertanyaan, apakah ini artinya
saya sudah boleh masuk Bank BRI, Bank Mandiri (BMRI), atau Bank BNI (BBNI)?
Karena jika pihak perusahaan sendiri sudah turun tangan membeli sahamnya di
publik, bukankah seharusnya penurunan harga sahamnya akan berhenti untuk selanjutnya
berbalik naik?
Penulis
kemudian membaca beberapa berita yang dimaksud, salah satunya yang ini: http://keuangan.kontan.co.id/news/saham-ikut-turun-bri-juga-akan-buyback.
Disitu judul beritanya jelas sekali: ‘BRI
akan buyback’. Tapi jika anda baca lagi beritanya, maka sebenarnya Dirut
BRI, Asmawi, tidak
mengatakan bahwa management berencana untuk buy back saham BBRI dalam
waktu dekat, melainkan:
Direktur Utama Bank BRI, Asmawi Sjam mengatakan, perseroan
masih melihat kondisi saham BRI dalam beberapa waktu ke depan. Jika
nantinya harga saham terus mengalami penurunan, maka perseroan akan
melakukan buyback di harga yang ditentukan. Namun Asmawi masih
belum merinci di harga berapa perseroan akan melakukan buyback.
Artinya dirut BRI sendiri menganggap
bahwa saham BBRI pada saat itu masih mungkin untuk turun lebih lanjut. Jadi
jika seseorang membaca berita diatas namun hanya membaca judulnya saja, maka ia
akan keliru mengira bahwa BRI benar-benar akan buyback, padahal sama sekali tidak.
Dan setelah penulis cek keterbukaan informasi perusahaan di website BEI, ketika
itu juga belum ada pernyataan resmi dari
BRI, ataupun bank-bank BUMN lainnya, bahwa mereka akan buyback saham dalam
waktu dekat.
Nah, news seperti ini yg saya
sebut sentimen positif kosong,
karena hanya permainan kata-kata dari wartawannya saja. Jika seseorang ‘termakan’
berita kosong tersebut, maka ia kemungkinan akan merugi karena beberapa hari
berikutnya ternyata IHSG masih terus turun (sehingga BBRI dan lainnya juga ikut
lanjut turun), hingga akhirnya mencapai puncaknya (ditandai oleh panic selling)
pada hari Senin tanggal 24 Agustus di posisi 4,164.
Namun pada
hari Senin tersebut keluar lagi berita soal buyback, dan kali beritanya sungguhan. Contohnya di link yang ini: http://finance.detik.com/read/2015/08/24/181304/3000035/6/menteri-rini-bumn-siap-buyback-saham-rp-10-triliun-besok,
dimana Menteri BUMN, Rini Soemarno, secara jelas mengatakan bahwa Kementerian
BUMN sudah menyiapkan Rp10 trilyun untuk buyback 13 saham BUMN, terutama yang
turunnya paling dalam.
Dan
memang, pada keesokan harinya yaitu Selasa, 25 Agustus, IHSG mulai rebound
dan hingga hari ini belum mencetak new low lagi (meski juga belum benar-benar
naik kembali), melainkan masih sideways di 4,300-an.
Jadi bagi
anda para investor, maka memang penting sekali untuk bisa membaca berita
terkait dinamika pasar modal dengan teliti,
agar anda bisa membedakan mana berita yang sungguhan, dan mana yang cuma
hasil ‘pelintiran’ atau permainan
kata-kata tadi. In fact, dari sekian banyak news yang bertebaran di
media elektronik, internet, maupun koran setiap harinya, sebagian besar
diantaranya hanya merupakan news hasil pelintiran, atau lebih buruk lagi: Hanya
isu atau rumor yang tidak jelas
kebenarannya.
Nah,
belakangan ini mulai ada banyak rumor lagi terkait perusahaan-perusahaan
tertentu yang kemudian membuat saham yang bersangkutan terbang, contohnya:
- Penurunan harga Avtur (bahan bakar pesawat) oleh Pertamina, yang diperkirakan (baru diperkirakan doang!) akan mendorong margin laba bagi Garuda Indonesia (GIAA), karena hampir 80% beban operasional perusahaan adalah untuk bahan bakar pesawat. Hasilnya saham GIAA terbang dari 300 hingga sempat tembus 360 (naik 20%) hanya dalam sepekan, antara tanggal 7 hingga 15 September lalu.
- Pemerintah mewajibkan perusahaan konstruksi dll untuk menggunakan baja produksi dalam negeri. Hasilnya saham Krakatau Steel (KRAS) naik dari 303 hingga tembus 336, juga hanya dalam sepekan.
- Pada 14 September, keluar berita bahwa developer mall asal Jepang, Aeon, akan mendirikan mall di superblok milik Sentul City (BKSL). Alhasil saham BKSL yang hampir saja tewas di gocapan (karena buruknya kinerja perusahaan sejak tahun 2014 lalu, terutama sejak dirutnya ditangkap KPK), tiba-tiba hidup kembali dan langsung terbang hingga ke posisi 80-an, termasuk sempat mencatat volume transaksi hingga nyaris setengah milyar lembar saham dalam sehari. Namun hanya dua atau tiga hari kemudian pihak perusahaan mengklarifikasi bahwa mereka masih dalam tahap pembicaraan dengan Aeon, atau dengan kata lain Aeon belum benar-benar akan bikin mall di Sentul, dan alhasil sahamnya turun ke 70. Ehh, hanya selang beberapa hari kemudian langsung keluar berita lagi bahwa Aeon sudah confirm, dan BKSL langsung naik lagi.
Daan
seterusnya, anda mungkin bisa menambahkan saham-saham lain yang juga terbang
plus beritanya masing-masing, tak peduli meski beritanya tersebut sejatinya
cuma rumor kosong, atau kalaupun benar maka tetap saja tidak bisa langsung
disimpulkan akan berdampak positif terhadap kinerja fundamental perusahaan.
However, beberapa orang mungkin tidak peduli soal itu, karena yang penting
adalah cuan! Kalau misalnya anda, entah karena dapet bisikan dari mana, sukses
membeli BKSL di harga 57 dan menjualnya di 80, maka keuntungannya hampir
mencapai 50% hanya dalam tempo kurang dari seminggu!
Namun masalahnya,
pada kasus-kasus ‘saham terbang’ seperti ini maka terdapat lebih banyak orang yang
justru baru masuk ke BKSL atau lainnya ketika harganya sudah naik tinggi. Jika
kemudian beritanya ketauan cuma boongan, maka sahamnya akan kembali jeblok, dan
para trader yang terlambat masuk ini akan menderita kerugian besar. Dan
kondisi inilah yang kemudian menyebabkan bursa saham jadi lebih mirip seperti tempat untuk berjudi, ketimbang wadah untuk berinvestasi, dimana
seseorang bisa untung besar dalam waktu singkat, namun sebaliknya juga bisa langsung
bangkrut dalam waktu yang lebih singkat lagi.
Pertanyaannya
sekarang, bagaimana caranya agar saya tidak terjebak spekulasi seperti itu?
Nah, sebenarnya ini merupakan pertanyaan yang harus dilihat dari dua sisi.
Kalau anda sering berspekulasi di saham-saham gorengan dan hasilnya sejauh ini lumayan
profit, maka jujur saja, anda tidak akan menanyakan pertanyaan diatas bukan?
Dan anda mungkin akan terus melanjutkan perburuan terhadap saham-saham yang
mungkin akan terbang karena berita/rumor tertentu. Anda mungkin baru akan
berhenti kalau pada akhirnya nanti sudah ‘kena batunya’.
Jadi
pertanyaan diatas penulis anggap berasal dari anda yang berstatus sebagai ‘korban’
dari saham-saham gorengan. Dan jawabannya ada dua. Pertama, hati-hati dan harap
teliti dalam membaca berita terkait perusahaan apapun, karena sebagian besar orang
lebih suka hanya membaca judulnya saja, dan itu seringkali misleading. Penulis
tidak bisa menjelaskan bagaimana cara membedakan berita sungguhan atau yang
cuma merupakan ‘sentimen positif kosong’ (atau sebaliknya, ada juga 'sentimen negatif kosong' seperti yang melanda saham PGAS terkait wacana penurunan harga jual gas, beberapa waktu lalu). Namun seiring dengan bertambahnya
pengalaman, lama-lama anda akan bisa membedakannya sendiri.
Dan yang
kedua, at the end anda harus balik lagi ke kaidah value investing: Belilah
saham berfundamental bagus pada harga murah, dan sebisa mungkin abaikan berita-berita seperti itu, karena keputusan untuk membeli saham hanya berdasarkan pemberitaan sesaat atau rumor adalah murni spekulasi dan bukan investasi (dan bahkan juga bukan trading, karena di trading masih ada analisisnya, dalam hal ini analisis teknikal). Ada satu metode yang sangat
populer di dunia spekulasi pasar modal, yakni buy on rumor sell on news yang
biasa dilakukan oleh para news trader atau trader yang membeli saham
berdasarkan rumor/berita. Namun penulis sendiri sampai sekarang belum pernah mendengar orang
yang sukses menjadi kaya raya dari menggunakan metode buy on rumor bla bla bla
tersebut.
Anyway,
sepanjang September ini maka godaan rumor itu mungkin akan terus menyerang para
investor (‘godaan’ disini merupakan istilah yang tepat, karena ketika saham
naik 10% hanya dalam sehari, misalnya, maka itu akan tampak menggiurkan bahkan
bagi investor yang sudah sangat berpengalaman sekalipun). Sebab dalam kondisi
dimana pasar kembali tenang, maka itu juga sekaligus membosankan
karena IHSG, meski dia tidak turun lebih lanjut, tapi juga belum naik kembali. Para
market maker atau bandar, sejak dulu sudah paham sekali psikologis pasar
yang justru tidak suka kondisi tenang seperti ini (jadi maunya ribut terus). Karena
itulah mereka kemudian menciptakan ‘keributan’ dengan menaik-naikkan saham yang
sudah turun sangat dalam sebelumnya (karena buruknya fundamental
perusahaan yang terkait), biasanya dengan volume transaksi yang besar. Dan
agar para ritel mau ikutan membeli saham yang mereka mainkan, mereka juga
meluncurkan berita-berita yang kemudian dijadikan sebagai ‘sentimen positif’. Baru
saja pagi ini penulis mendengar cerita terkait Vale Indonesia (INCO), dan Aneka
Tambang (ANTM), yang kemudian menerbangkan kedua saham tersebut.
Pertanyaannya,
apakah anda mau ikut ‘bermain’? Well, kalau jawabannya adalah ya, maka ingat
bahwa risiko ditanggung sendiri, termasuk anda tidak bisa berharap bahwa BEI atau OJK akan melindungi anda sebagai investor. Tapi jika anda menginginkan agar bisa tidur nyenyak
malam nanti, then you know what you should do!
Catatan: Penulis pernah membuat artikel serupa di tahun 2011, anda bisa membacanya disini.
Catatan: Penulis pernah membuat artikel serupa di tahun 2011, anda bisa membacanya disini.
Pengumuman: Buletin
Stockpick Saham edisi Oktober sudah terbit! Anda bisa memperolehnya disini. Gratis konsultasi/tanya
jawab saham langsung dengan penulis bagi member.
Komentar