Devaluasi Yuan, Penyebab dan Dampaknya

Senin kemarin, tanggal 10 Agustus, Presiden Jokowi mampir ke markas BEI memperingati 38 tahun diaktifkannya kembali pasar modal di Indonesia. Dan biasanya sih, kalau Pak Dhe sudah nongol lagi di Sudirman seperti itu, maka pasar akan meresponnya secara positif dan IHSG naik. Tapi sekarang yang terjadi justru sebaliknya. Senin kemarin IHSG ditutup turun 0.75% ke posisi 4,770, dan sekarang IHSG malah sudah di 4,500-an. Alhasil hampir semua saham-saham di BEI kembali longsor dalam tiga hari terakhir, dan itu semakin memperburuk penurunan yang sudah terjadi sejak akhir April lalu.

Seperti biasa, ketika IHSG turun maka selalu ada peristiwa yang dituduh sebagai penyebab penurunan tersebut. Dan kali ini kambing hitamnya adalah devaluasi Yuan (atau disebut juga Renminbi/RMB) Sebenarnya kalau berdasarkan pengalaman, ini cuma noise/keributan sementara, yang akan dilupakan orang dengan sendirinya ketika nanti IHSG rebound. Tapi berhubung perhatian semua orang tertuju pada devaluasi Yuan ini, maka ya suda untuk minggu ini kita akan bahas soal itu dulu (tadinya penulis mau bahas soal saham pilihan terbaru, apalagi sekarang harganya lagi murah-murahnya, tapi minggu depan aja deh). Okay here we go!

Selasa kemarin, the People Bank of China (PBOC) menetapkan rate RMB6.33 per USD, turun 1.6% dibanding hari sebelumnya yakni RMB6.23 per US Dollar. Meski penurunan 1.6% itu tampak kecil (di pasar uang kurs Yuan turun 1.8%, tapi itu juga masih kecil), namun selama ini Yuan hanya akan naik atau turun sebesar 0.1 – 0.2% setiap harinya, sehingga 1.6 – 1.8% itu sangatlah besar. Posisi Yuan sendiri setelah kebijakan devaluasi tersebut adalah yang terendah sejak tahun 2012.

Logo Bank Sentral Tiongkok

Pertanyaannya, kenapa bank sentral Tiongkok menurunkan nilai mata uangnya sendiri? Well, setidaknya ada dua hal, dan actually kita sudah pernah membahas keduanya di website ini.

Yang pertama adalah untuk kembali meningkatkan nilai ekspor Tiongkok, yang pada Kuartal I 2015 lalu tercatat anjlok 15% dibanding periode yang sama tahun 2014. Karena jika nilai Yuan turun terhadap USD, maka otomatis nilai ekspor Tiongkok yang dicatat dalam mata uang USD akan naik. Ketika pada Juni – Juli lalu indeks Shanghai Stock Exchange (SSE) tiba-tiba saja turun hingga total 30% hanya dalam tempo sebulan, Pemerintah Tiongkok bersama-sama dengan PBOC segera mengumumkan beberapa kebijakan untuk memulihkan kembali pasar saham disana. Dan salah satu kebijakan itu adalah dengan menurunkan nilai tukar Yuan terhadap USD, untuk tujuan meningkatkan ekspor dan mendorong pertumbuhan ekonomi, dan pada akhirnya mendorong SSE untuk kembali naik. Kita sudah membahas soal itu disini.

Jadi apa yang dilakukan PBOC kemarin sejatinya memang sudah direncanakan sejak sebulan lalu.

Yang kedua, sudah sejak tahun 2010 lalu, Pemerintah Tiongkok sudah menyampaikan keinginannya untuk menjadikan Yuan sebagai ‘mata uang dunia’ atau world reserve currency. Pada tahun 2010 tersebut, International Monetary Fund (IMF) melakukan review lima tahunannya terhadap mata uang yang bisa ditetapkan sebagai world reserve, dan ketika itu diputuskan bahwa hanya ada empat mata uang yang masuk daftar, yakni USD, Euro, British Pound Sterling, dan Japanese Yen. Tak lama kemudian chairman PBOC, Zhou Xiaochuan, mengeluh bahwa Yuan juga seharusnya juga bisa menjadi anggota world reserve, mengingat Tiongkok adalah juga salah satu negara dengan perekonomian terbesar di dunia, bahkan lebih besar dari Jepang dan Inggris.

Sesuai jadwal, IMF akan kembali melakukan review lima tahunannya terhadap mata uang yang masuk daftar world reserve currency pada Oktober mendatang, dan Yuan disebut-sebut akan masuk daftar (kita sudah membahas soal itu disini). Tapi baru saja minggu lalu, IMF merilis pernyataan bahwa sebuah mata uang haruslah freely usable, atau bisa ditukar dengan mata uang lain (atau dalam hal ini dengan USD) tanpa batasan apapun, agar bisa masuk daftar world reserve. Dan PBOC selama ini memiliki kebijakan bahwa nilai tukar Yuan terhadap USD hanya boleh naik atau turun maksimal 1% dalam sehari. Nah, IMF memandang bahwa trading band sebesar 1% itu masih terlalu ketat, sehingga Yuan masih belum bisa disebut sebagai mata yang yang freely usable.

So, ketika kemarin PBOC memutuskan untuk menurunkan nilai Yuan hingga 1.6% sekaligus dalam satu hari (lebih dari 1%), maka itu adalah juga untuk mengirim pesan ke IMF bahwa trading band sebesar maksimal 1% per hari sudah tidak lagi berlaku.

Dengan demikian, devaluasi Yuan ini diharapkan akan memberikan dua dampak positif sekaligus bagi negeri Tiongkok: 1. Menaikkan nilai ekspor, yang pada akhirnya kembali meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memulihkan pasar saham disana, dan 2. Membuat IMF kembali mempertimbangkan kebijakannya terkait apakah Yuan akan dimasukkan sebagai salah satu world reserve currency atau tidak. Sebenarnya terkait nomor 2 ini, jika besok-besok IMF mengatakan bahwa ‘Yuan masih belum freely usable!’, maka mungkin Yuan akan didevaluasi secara lebih ekstrim lagi, mungkin bisa turun lebih dari 2% dalam sehari. Jadi hingga IMF nanti selesai melakukan review lima tahunannya terhadap daftar world reserve currency pada Oktober mendatang, maka kita mungkin masih akan mendengar cerita drama lainnya dari Mainland.

Okay, tapi kenapa devaluasi Yuan ini menyebabkan seluruh bursa-bursa saham di dunia anjlok, termasuk IHSG juga kenapa ini??? Well, ketika Yuan turun, maka yang jadi concern investor kemungkinan adalah hal-hal yang sifatnya spekulatif, seperti adanya kekhawatiran bahwa:
  1. PBOC mungkin akan kembali mendevaluasi Yuan.
  2. Pemerintah Tiongkok mungkin sudah mulai panik atas kondisi ekonomi di negaranya (sehingga mereka kemudian mengambil kebijakan ekstrim dengan mendevaluasi Yuan)
  3. Terkait No.2 diatas, maka harga-harga komoditas mungkin akan turun lebih lanjut karena perekonomian Tiongkok sekarang benar-benar gawat, sehingga permintaan mereka atas batubara dll akan berkurang lebih lanjut.
  4. Devaluasi Yuan mungkin akan memaksa negara lain untuk men-devaluasi mata uangnya masing-masing. Kalau begitu kejadiannya maka bakal terjadi ‘currency war’ diseluruh dunia, dan seterusnya.
Tapi, sekali lagi, seluruh concern diatas hanyalah berupa kekhawatiran yang belum tentu akan menjadi kenyataan. Sementara kalau ditanya apa pengaruh devaluasi Yuan ini terhadap kinerja perusahaan-perusahaan atau pertumbuhan ekonomi negara-negara di seluruh dunia, maka sebenarnya hampir tidak ada pengaruh apapun. Tidak ada perusahaan atau negara manapun yang menyimpan sebagian besar asetnya dalam mata uang Yuan, kecuali perusahaan-perusahaan asal Tiongkok itu sendiri, karena memang Yuan bukanlah world reserve currency. Satu-satunya pengaruh adalah bahwa nilai impor Amerika dan Eropa dari Tiongkok mungkin akan meningkat, dan itu bisa sedikit mengganggu pertumbuhan ekonomi mereka. Tapi kalaupun nilai impor Amerika dari Tiongkok beneran meningkat maka itu nggak akan sampai membuat Amerika krisis atau semacamnya, and actually terlalu jauh jika kita langsung ambil kesimpulan seperti itu.

Jadi kalau buat penulis sendiri this is just another story, another drama, and another reason why you should regularly read this blog to calm your nerves :) Terkait IHSG, maka mau ada cerita soal Yuan ini atau gak ada cerita apapun, tapi tetap saja pada akhirnya dia harus turun karena lesunya kondisi ekonomi di dalam negeri. Seperti yang sudah kita bahas disini, IHSG mungkin akan mulai pulih lagi pada akhir tahun ini atau awal tahun 2016, yakni ketika dana pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah sudah mulai kembali menyebar ke masyarakat. But hey, sekarang kan masih Agustus!

Dengan demikian, bagi anda yang sudah siap cash boleh pertimbangkan untuk mulai masuk, karena beberapa saham memang sudah berada di buying range-nya masing-masing (analisis selengkapnya diulas di Ebook Kuartalan, sudah terbit dan anda bisa memperolehnya disini). Sementara bagi anda yang masih hold saham, probably sudah terlambat kalau anda baru berpikir untuk keluar sekarang, karena di website ini kita sudah membahas soal kondisi hari ini bahkan sejak Maret lalu (boleh baca lagi artikel yang ini, dan yang ini). Jadi keputusan untuk menunggu mungkin merupakan opsi terbaik, selain karena biasanya kalau IHSG udah jeblok begini maka besok-besok dia akan rebound dulu sejenak.

Dan seperti yang sudah disebut diatas, sampai IMF selesai melakukan review-nya pada Oktober nanti, maka mungkin kita akan mendengar cerita lainnya lagi dari Negeri Tiongkok. Well, whatever the story, kita akan membahasnya lagi nanti, tapi untuk minggu depan kita akan terlebih dahulu membahas salah satu saham terbaik yang sudah kami pilih.

Pengumuman: Penulis membuat acara investor gathering di Jakarta pada hari Sabtu tanggal 22 Agustus, dimana kita akan bertemu dengan teman-teman sesama investor, sharing, dan diskusi soal kondisi pasar. Biayanya hanya Rp100,000 per orang, keterangan selengkapnya baca disini.

Komentar

Alvin-Jr mengatakan…
Mas Teguh...

"PBOC selama ini memiliki kebijakan ....1% dalam sehari.
...kemarin PBOC menurunkan nilai Yuan hingga 1.6% dalam satu hari (lebih dari 1%), .....maksimal 1% per hari sudah tidak lagi berlaku."

Apa term & condition atas kebijakan itu? Apakah kebijakan 1% itu khusus untuk umum dan tidak berlaku bagi PBOC sendiri? Karena kita kan bicara partai komunis nih. Jangan harap ada transparansi kebijakan.
Bilal Thaibsyah mengatakan…
saya ingin tanya adakah hubungan antara sdr yang di artikel sebelumnya sama kebijakan bretton woods? apakah bretton woods masih berlaku sampai sekarang atau bagaimana? trima kasih..

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Saham BBRI Anjlok Lagi! Waktunya Buy? or Bye?