Antara Euforia dan Putus Asa

Setiap kali IHSG mengalami koreksi besar-besaran hingga pada level dimana nyaris seluruh investor dilanda kepanikan, maka penulis sejak tahun 2010 lalu sudah terbiasa membuat tulisan ‘counseling’ untuk menenangkan teman-teman investor. However, mulai tahun 2015 ini mungkin penulis akan mengubah kebiasaan tersebut dan membiarkan kepanikan itu terjadi, karena berdasarkan pengalaman, kepanikan adalah bagian dari siklus yang normal yang terjadi pada pasar saham. Maksud penulis adalah, tak peduli meski anda mencoba sekuat tenaga untuk menenangkan pasar, namun orang-orang tetap akan panik karena sekali lagi, itu adalah bagian dari siklus yang normal.

Sebaliknya, dalam kondisi dimana posisi IHSG lagi tinggi, maka meski anda mengatakan bahwa IHSG akan jatuh dengan cara memaparkan data dan fakta ekonomi yang menunjukkan hal tersebut, namun orang-orang tetap akan menganggap bahwa anda cuma kelewat pesimis. Pada bulan Maret lalu, ketika IHSG masih kokoh di level 5,300-an dan terus saja break new high padahal ekonomi mulai terasa lesu dan Rupiah juga terus saja melemah, pada artikel ini penulis mulai mengingatkan investor bahwa IHSG pada akhirnya akan turun. Dan meski beberapa komentar dari teman-teman pembaca setuju dengan artikel tersebut, namun yang membantah juga tidak kalah banyak.

Pendek kata, ketika terjadi euforia maka ya sudah, biarkan saja euforia itu terjadi, because there is nothing you could do. Sebaliknya ketika terjadi kepanikan dan ke-putus asa-an, maka anda juga tidak akan bisa menenangkan orang lain, karena terkadang untuk bisa menenangkan diri sendiri saja susahnya setengah mati.

Tapi mumpung sekarang ini pasar lagi kumat lagi, maka mungkin ini sekarang adalah waktu yang pas untuk membahas soal ‘Euforia vs Putus Asa’ ini. Pengamatan penulis, meski IHSG sudah turun sejak akhir April lalu, namun baru sekarang orang-orang mulai pesimis dan kalang kabut dimana berita jelek tentang krisis dll sudah menyebar kemana-mana, dan kurs Rupiah juga sudah mirip nomor call center Bank Mandiri hingga McD. Okay, here we go!

Mengenal ‘Siklus Pasar’

Secara umum, terdapat empat kondisi yang bisa terjadi pada IHSG: 1. Bergerak naik, 2. Mencapai posisi puncak, 3. Balik arah dan bergerak turun, 4. Mencapai bottom, kemudian balik lagi ke kondisi No. 1. Penurunan IHSG biasanya terjadi lebih cepat dibanding kenaikannya. Penjelasan mengenai siklus pasar saham mungkin bisa langsung diilustrasikan lewat gambar berikut:



Okay, gambar diatas sejatinya menggambarkan siklus pasar secara keseluruhan, namun mari kita fokus pada siklus dimana IHSG mulai turun, yakni mulai dari fase ‘new paradigm’. Kalau kita lihat pengalaman di tahun 2007 lalu, yakni ketika IHSG sedang berada di posisi tinggi-tingginya setelah naik total hampir tiga kali lipat hanya dalam waktu kurang dari empat tahun, semua orang optimis dan terdapat paradigma baru bahwa ‘Indonesia akan jadi negara maju secara perekonomian’, sehingga ‘Kenaikan IHSG ini, meski tampak sebagai bubble, namun masih wajar karena mencerminkan masa depan cerah bangsa!’

Tapi setahun kemudian, IHSG langsung hancur berantakan.

Nah, untuk tahun 2015 ini, ketika IHSG berada di posisi puncaknya awal April lalu, tidak ada cerita soal ‘new paradigm’ tersebut, tapi ketika itu orang-orang juga masih belum aware bahwa ada masalah dengan perekonomian nasional. Namun ketika IHSG mulai turun dari 5,400-an ke 5,100-an dua minggu kemudian, maka barulah orang-orang sadar dengan kondisi ekonomi, tapi disisi lain ada juga orang-orang yang menolak kenyataan bahwa IHSG mulai turun (denial), dengan kekeuh mengatakan bahwa ekonomi masih baik-baik saja.

Memasuki awal Mei, IHSG ternyata rebound lagi dengan cepat (bull trap) dan sukses balik lagi ke 5,300-an, hingga para investor mulai berpikir bahwa kondisi sudah normal lagi dan gak ada masalah apapun (return to ‘normal’). Lebih jelasnya bisa lihat gambar berikut, klik gambar untuk memperbesar:


Okay, lanjut. Setelah fase return to ‘normal’, IHSG kembali turun dan ketika inilah investor mulai khawatir (fear). Dan kali ini tidak ada lagi bull trap, melainkan IHSG akan lanjut turun hingga sampai ke fase dimana investor mulai menyerah dalam mengejar keuntungan dan mulai berpikir bahwa, ‘Asal nggak rugi aja udah bagus!’ (capitulation). Puncak dari kondisi ini adalah ketika semua orang sudah putus asa (despair), dan menganggap bahwa berinvestasi di saham adalah cara berinvestasi yang sangat buruk. Pada kasus ekstrim seperti ketika IHSG hancur pada penghujung tahun 2008 lalu, maka para sales sekuritas yang ketika itu masih nekad nyari nasabah akan dicaci maki oleh orang-orang.

However, fase despair adalah titik terendah dari bear market, dimana kalau berdasarkan sejarah serta hukum siklus pasar, maka selanjutnya IHSG akan naik kembali minimal hingga mencapai kembali posisi rata-ratanya (mean). Pada grafik diatas, penulis menggunakan SMA 600 (jangka waktu 3 tahun) sebagai mean, dimana kalau berpatokan pada garis mean tersebut, maka sekarang ini adalah waktu yang sangat tepat untuk berinvestasi jangka panjang di saham, dengan catatan anda bisa ‘tahan nafas’ minimal hingga 3 tahun kedepan.

Hanya pertanyaannya memang, apakah sekarang kondisinya sudah despair, atau baru sampai pada fase capitulation? (Kalau fase fear sih seharusnya sudah ya) Karena kalau sekarang baru sampai pada fase capitulation, maka itu artinya besok-besok IHSG masih bisa turun lagi dong? Well, menurut anda?

Pengumuman: Buletin Analisis Saham & IHSG Bulanan edisi September akan Terbit Tanggal 1 September mendatang. Anda bisa memperolehnya disini. Gratis tiga edisi buletin lama (Juni, Juli, dan Agustus) bagi pelanggan baru.

It's Time to Buy or.. Sell More? Bergabunglah dengan para investor lainnya untuk berdiskusi terkait hal tersebut disini.

Komentar

Unknown mengatakan…
Logis masih ada kemungkinan buat ke despair soalnya blom ada sentimen positif mengenai perekonomian China dan kabar kenaikan suku bunga Fed yang belum jelas.
Unknown mengatakan…
nice artikel, bung teguh. namun saya pribadi lebih cenderung ke saham pilihan saja. saya menemukan satu saham yang "kebal" terhadap serangan yunani, the fed maupun devaluasi yuan. boleh dikata mengalami kenaikan lebih dari 50% dalam kurun waktu 5 bulan. tapi mohon maaf, saya tidak bisa membeberkan apa sahamnya. seperti kata WB, shut your mouth.

fear memang bagian dari proses menjadi value trader (saya bukan tipe investor). namun begitu batin cepat normal lagi, kita akan menemukan kesempatan ditengah koreksi itu. selalu ada momen rebound pada saham-2 unggulan. seharusnya itu bisa dimanfaatkan. itu saja yang ingin saya sampaikan.

semoga tidak ikut-ikutan pesimis, apalagi optimis, 2 hal ekstrim itu tidak ada gunanya. realistis adalah keputusan bijak.

thanks
Teguh Hidayat mengatakan…
@danar pradana: Saham apa itu pak? Terus gimana ceritanya kok dia bisa 'kebal' terhadap berbagai sentimen negatif?
Anonim mengatakan…
saham "KREN" khan??
Anonim mengatakan…
saham TOTO, yg lain hancur lebur TOTO malah terus2an new high, hebatt
Sanda Wibowo mengatakan…
ABDA tuh kebal bgt

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?