Show Me the Money!
Beberapa waktu lalu penulis ketemu dengan seorang
kawan lama (kami rutin ketemu setiap 2 – 3 bulan sekali sambil makan-makan
untuk cerita ini dan itu, sekedar ngisi waktu lah), dan seperti biasa kita
ngobrol panjang lebar tentang investasi saham dan lain-lain. Kebetulan, kawan
penulis ini beberapa hari sebelumnya baru saja ketemu dengan salah seorang
tokoh paling hot di Jakarta: Bapak Gubernur
Ahok. Jadi ceritanya salah seorang anggota keluarga dari teman penulis ini meninggal
dunia, dan Pak Ahok menyempatkan diri datang untuk melayat. Dalam forum
tersebut Pak Ahok banyak cerita panjang lebar ngalor ngidul, dan kesan yang
diperoleh adalah: Pak Ahok ini, tidak seperti birokrat pada umumnya yang
cenderung kaku, beliau orangnya asyik! Sebelumnya, teman penulis ini sama
sekali gak pernah memperhatikan soal Pak Ahok ini bagaimana, namun setelah
pertemuan tersebut, ia secara gamblang mengatakan bahwa ia menyukai sang Bapak
Gubernur.
Nah, karena kebetulan belakangan ini Pak Ahok juga
sedang menjadi trending topic di
jagat media, maka penulis dan kawan penulis tersebut kemudian mulai berdiskusi
soal peselisihan antara Ahok dan para anggota DPRD Jakarta terkait adanya dana
‘siluman’ senilai Rp12 trilyun sekian dalam APBD DKI Jakarta, hanya untuk
sampai pada kesimpulan bahwa.. kami
nggak mengerti apapun tentang itu karena memang nggak ngikutin beritanya.
Contohnya, ketika kami diskusi soal anggaran penyediaan UPS yang katanya mencapai
Rp5 milyar per unitnya.. kami bahkan nggak tahu, apa itu UPS? United Parcel
Service?
However, ketika teman penulis ini bertanya kepada
penulis, gimana pendapat Pak Teguh tentang Ahok? Maka penulis menjawab begini:
Urusan APBD dan tetek bengeknya, atau soal apakah Ahok atau Haji Lulung cs yang
bersalah dalam kejadian ini, saya nggak mengerti soal itu sama sekali, dan
terus terang saya nggak peduli juga.
Tapi sebagai salah satu dari sekian juta warga
Jakarta, maka saya cuma peduli satu hal yakni: Penataan kota yang teratur, dan penyediaan fasilitas-fasilitas umum
yang layak.
Dan sejak Kota Jakarta tercinta ini dipimpin oleh
Jokowi dan Ahok sejak tahun 2012 lalu, maka perubahan itu memang nyata adanya. Saya pindah ke Jakarta sejak
tahun 2008, ketika Jakarta masih dipegang Pak Fauzi Bowo. Dan
kesan yang penulis peroleh selama tinggal di Jakarta antara tahun 2008 hingga
2012 adalah: Kalau bukan karena masalah kerjaan, mending gua pindah lagi ke
Bandung!
Namun sejak Jokowi – Ahok mengambil alih posisi
Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta pada akhir tahun 2012, maka berbagai
perubahan seketika melanda Kota Jakarta, dan itu bisa langsung dilihat atau
dirasakan oleh penulis sendiri sebagai warga Jakarta, dalam hal ini Jakarta
Selatan, tanpa perlu ‘konsultasi’ dulu dengan MetroTV atau TvOne,
diantaranya:
- Pada tahun 2013, ketika terjadi banjir besar, kawasan Jalan TB Simatupang termasuk yang terendam parah sekali. Tak lama kemudian sungai di dekat kawasan yang tadinya banjir langsung dikeruk, jalan ditinggikan, dan dibangun taman terbuka serta danau buatan untuk menyerap air jika terjadi hujan deras. Hasilnya, pada tahun ini kawasan TB Simatupang tersebut tidak lagi terjadi banjir.
- Sejak dulu, bepergian di Jakarta selalu merupakan mimpi buruk, dimana kalau nggak terjebak macet di mobil pribadi, maka terjebak nunggu busway lamaaaaa banget. However, sejak tahun 2012, Pemprov DKI menyediakan Kopaja AC, jumlah busway diperbanyak, sehingga kini bepergian menggunakan angkutan umum menjadi jauh lebih nyaman dibanding sebelumnya. Salah satu kepuasan pribadi yang sering penulis rasakan adalah ketika saya duduk santai didalam busway yang adem dan melaju kencang, sementara masih di ruas jalan yang sama, saya bisa melihat mobil-mobil pribadi sedang terjebak kemacetan yang parah.
- Di dekat rumah dibangun fasilitas fitness outdoor, gratis! Pemprov juga banyak membangun taman-taman terbuka hijau dimana orang-orang bisa jogging dan menghirup udara segar dari pohon-pohon yang sengaja ditanam.
- Pedagang kaki lima, yang selama ini sering memenuhi badan jalan sehingga menyebabkan kemacetan, ditertibkan. Pasar-pasar tradisional dibangun dan dirapihkan sehingga kalau mau belanja disana juga cukup nyaman.
- Jalan-jalan kalau ada yang berlubang langsung ditambal, lampu penerangan kalau ada yang mati langsung diganti, trotoar kalau rusak langsung diperbaiki, daaaan seterusnya. Dan meski relatif masih sumpek karena padatnya penduduk, namun dalam hal penataan kota Jakarta mulai mirip dengan Jogja, dan itu sebabnya penulis betah tinggal disini.
Nah, kalau anda berada dalam posisi penulis, maka
coba katakan: Bagaimana caranya agar
saya nggak suka sama Ahok? Sebagai warga Jakarta, kami menyukai Ahok bukan
karena dia anti korupsi atau semacamnya (karena kami juga nggak ngerti soal itu),
tapi karena dia memiliki karya yang nyata! Sudah tentu, seorang Ahok juga perlu
waktu untuk membenahi Jakarta secara keseluruhan, sehingga pada saat ini pasti
masih ada saja warga Jakarta yang belum suka dengan Ahok karena belum merasakan
perubahan tersebut (termasuk kemarin Jakarta masih sempat kena banjir besar,
meski cuma sehari). However, kalau Ahok tetap terus bekerja seperti sekarang,
maka penulis kira ketika pada akhirnya beliau tidak lagi menjadi Gubernur,
seluruh warga Jakarta akan tetap mengenangnya sebagai seorang tokoh yang
meninggalkan banyak legacy yang
bermanfaat bagi orang banyak.
Lalu bagaimana dengan pembawaan Ahok yang suka
ngomong kasar dan cenderung tidak beretika? (penulis sudah menonton videonya, emang Ahok keterlaluan juga sih, sama
orang tua ngomongnya nunjuk-nunjuk gitu). Well, it’s another thing, dimana
beberapa orang mungkin tidak menyukai sang Bapak Gubernur karena style-nya tersebut, dan menurut penulis
sendiri Ahok memang layak dikritik untuk itu. Namun sebagai warga Jakarta,
penulis akan lebih suka mengkritisi Ahok kalau memang dia kerjanya nggak bener
dan, katakanlah, membuat Jakarta menjadi semrawut seperti Bekasi. But so far, seperti
yang sudah disebut diatas, Jakarta sudah jauh lebih nyaman dibanding sebelum
tahun 2012 dulu.
(Dan terus terang, kalau soal kerja nyata ini,
penulis juga mulai nggak suka dengan Jokowi dimana meski beliau sangat sukses
di Jakarta, namun Pak Dhe sejauh ini belum berhasil mengendalikan harga-harga
kebutuhan pokok ataupun ‘do someting’ untuk menahan laju pelemahan Rupiah..
tapi kita lihat nanti kelanjutannya bagaimana).
Okay, lalu apa hubungan antara Ahok ini dengan
saham?
Ketika sekarang lagi ramai soal perseteruan antara
Ahok vs DPRD, maka perseteruan tersebut kemudian mulai menarik banyak analisis
dan opini dari para ‘pengamat’, entah itu ditelevisi ataupun media sosial,
terkadang pula dengan analisa yang ‘canggih-canggih’ yang bikin bingung orang
awam (termasuk soal spesifikasi UPS tadi, dan juga penjelasan soal kenapa kok
harganya bisa sampe Rp5 milyar per unit, kalau pengamatnya kebetulan pro DPRD).
Meski mayoritas masyarakat mendukung Ahok dalam
perseteruan ini, tapi tidak sedikit juga yang menyalahkan Ahok (meski
juga tidak mendukung DPRD) dengan berbagai argumentasinya. Tidak sedikit pula
mereka yang menganggap bahwa posisi Ahok adalah salah dalam kasus ini, menilai
Ahok sebagai Gubernur paling buruk dalam
sejarah DKI Jakarta, dan kemudian sepenuhnya mengabaikan prestasi-prestasi Ahok dalam membenahi Jakarta selama ini.
Tapi kalau anda bertanya kepada warga Jakarta yang
awam soal politik anggaran, peraturan tentang cara pengajuan APBD bla bla bla..
maka kira-kira apa pendapat kami soal Ahok? Well, anda sudah tau jawabannya. In
fact, kami tidak peduli soal apapun kecuali berharap bahwa Jakarta bisa menjadi
kota yang lebih nyaman untuk ditinggali, dan Bapak Gubernur sejauh ini mampu
memenuhi harapan kami tersebut.
Nah, cara pandang ala ‘orang awam’ itu juga
berlaku untuk investasi di saham. Beberapa waktu lalu penulis ketemu dan
berdiskusi dengan seorang teman yang kebetulan seorang pengusaha di bidang tambang
batubara. Dan ketika diskusi mengerucut pada pertanyaan: Kira-kira saham
batubara apa yang paling menarik untuk investasi jangka panjang? Maka menurut
teman penulis jawabannya adalah.. Bumi
Resources! Alias BUMI. Kenapa demikian? Ya simpel saja: BUMI adalah
perusahaan batubara terbesar di Indonesia pada saat ini, dengan volume produksi
lebih dari 100 juta ton per tahun, dan cadangan batubara terbukti yang kini
mencapai.. 2.9 milyar ton! Saking besarnya BUMI ini, bahkan kalau perusahaan batubara
terbesar kedua dan ketiga di Indonesia, yakni Adaro Energy (ADRO) dan Bukit Asam
(PTBA), di-merger, maka gabungan volume produksi serta cadangan batubaranya
tetap jauh lebih kecil dibanding BUMI.
Tapi kalau memang BUMI sebagus itu maka kenapa
sahamnya justru terpuruk sangat dalam? Penulis jawab, ya karena laporan
keuangan BUMI jelek nggak ketulungan, ekuitasnya aja minus begitu.. Teman
penulis bertanya lagi, tapi kan kalau melihat fakta soal volume produksi dan
cadangan batubara diatas, maka BUMI ini justru bagus banget! Jadi para investor
di pasar modal ini nggak ngerti bisnis batubara apa gimana? Penulis tersenyum: Justru karena kita nggak benar-benar mengerti
bisnis batubara pak, makanya kita hanya melihat laporan keuangan perusahaan. Kami tidak bisa benar-benar mengerti sektor batubara ataupun sektor-sektor lainnya, karena kita kan gak cuma invest di satu saham atau satu sektor saja. Jadi bagi para investor, mau dia investor retail atau institusi dengan dana
trilyunan, prinsip kami sederhana saja: ‘Show
me the money!’. Kami tidak mau pusing soal hal-hal detail dan teknis
seperti volume produksi bla bla bla.. yang penting perusahaan untung, itu saja!
Sekarang ambil contoh, itu Garuda Indonesia (GIAA) kurang bagus apa coba? Pesawatnya
jarang delay, kualitas pelayanan nomor satu, dan penumpangnya juga sepertinya
penuh terus.
Tapi kalau laporan keuangan Garuda ini masih rugi,
maka ya ngapain saya beli sahamnya??? Dan itu sebabnya GIAA ini, meski sudah
bertahun-tahun, tapi dia disitu-situ aja bukan?
Sebaliknya, PTBA, meski dari sisi volume produksi
dia lebih kecil dibanding ADRO ataupun BUMI, namun harga sahamnya tetap tinggi
karena sampai saat ini perusahaan tetap menghasilkan laba yang besar, dan
bukannya malah menderita kerugian. Terlepas dari fakta bahwa dia adalah perusahaan batubara terbesar di Indonesia, namun BUMI hanya akan naik signifikan suatu hari nanti kalau laporan keuangannya lebih baik, misalnya menghasilkan profit yang besar, dan ekuitasnya juga tidak minus lagi. Kalau kita ambil contoh dua perusahaan batubara yakni Garda Tujuh Buana (GTBO) dan Resource Alam Indonesia (KKGI), saham keduanya juga terbang tinggi pada tahun 2011 lalu ketika perusahaan mencatatkan profit yang luar biasa besar di laporan keuangannya, padahal cadangan batubaranya sama sekali gak seberapa. Tapi karena di tahun-tahun selanjutnya mereka gagal untuk kembali mencetak laba yang besar, maka anda bisa lihat sendiri kan, bagaimana sahamnya sekarang?
Logo PT Bukit Asam, perusahaan batubara dengan kinerja keuangan terbaik di tahun 2014 |
Jadi seperti kasus Ahok diatas dimana kita nggak
mau pusing APBD dan segala tetek bengeknya, dalam berinvestasi kami juga tidak
mau pusing soal detail operasional perusahaan kecuali sebatas yang perlu kami
ketahui saja. Dan kalau sama Pak Ahok kita bisa bilang, ‘just show me the
works!’, maka kepada perusahaan-perusahaan kita juga bisa bilang, ‘just show me
the money!’. Sebagai warga Jakarta, apa lagi yang kita pedulikan selain kota yang lebih nyaman untuk ditinggali? Sama halnya dengan investor: Apa lagi yang kita pedulikan selain duit dan
profit? Soal bagaimana cara perusahaan dalam meraup keuntungan, itu urusan para
direktur dan komisaris sebagai pengelola perusahaan, dan bukan lagi urusan kami
sebagai pemegang saham. Jika pengelola perusahaan gagal dalam menghasilkan
keuntungan bagi perusahaan, apapun
alasannya, maka kami tetap tidak akan membeli sahamnya. Sebaliknya, ketika manajemen
bicara soal prospeknya yang cerah, laba perusahaan akan naik dst, maka sahamnya
pun sesaat mungkin akan turut naik. Tapi kalau kenyataan dilaporan keuangan tetap saja menunjukkan
bahwa perusahaan gagal menghasilkan laba yang besar, maka pada akhirnya
sahamnya tetap akan turun kembali.
Nah, jadi mulai sekarang, anda juga bisa menerapkan
judul artikel diatas dalam kegiatan investasi anda sehari-hari: ‘Show me the
money!’ Hati-hati dengan perusahaan yang banyak bicara soal prospek ini dan itu
tapi hasilnya nol besar. Hati-hati juga dengan perusahaan yang meski labanya
tampak besar, tapi itu ternyata karena penjualan aset atau semacamnya. Sudah
tentu, ini bukan berarti anda boleh mengabaikan soal teknis operasional
perusahaan sama sekali, hanya saja jangan tempatkan hal tersebut diatas sesuatu
yang biar bagaimanapun lebih penting, yakni: Net profit for the company, for us as shareholders.
Info bagi Investor: Penulis membuat buku kumpulan analisis
saham-saham pilihan berdasarkan kinerja perusahaan di Kuartal IV 2014 (sudah
terbit dan sudah bisa dipesan). Anda bisa memperolehnya disini.
Komentar