Saham Terbaik di Sektor Konstruksi
Jika anda termasuk salah satu dari sekian banyak
warga Indonesia yang tidak telalu terpengaruh oleh berbagai pemberitaan negatif
oleh TvOne dan MetroTV selama Indonesia dipimpin oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono, maka anda akan bisa melihat bahwa selama sepuluh tahun
terakhir, atau khususnya dalam lima tahun terakhir (2009 – 2014), Indonesia
telah mengalami kemajuan yang cukup signifikan dalam hal pembangunan
infrastruktur. Yang paling gampang dilihat, Indonesia kini merupakan salah satu
negara dengan jumlah bandara paling banyak di dunia, termasuk bandara internasional, dimana kebanyakan dari bandara-bandara tersebut baru
dibangun dalam sepuluh tahun terakhir. Jika dulu naik pesawat terbang merupakan
suatu hal yang terbilang mewah, maka pada saat ini, seperti yang dikatakan Air
Asia, ‘now everyone can fly’.
Di bidang infrastruktur lainnya seperti pembangunan
jalan tol, stasiun kereta api, pembangkit listrik, hingga jaringan
telekomunikasi dan internet, semuanya juga mengalami perkembangan yang cukup
signifikan, meski memang belum merata alias masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.
However, pengalaman penulis kemarin jalan-jalan ke Medan, Sumatera Utara,
hingga Makassar, Sulawesi Selatan, sinyal internet di kota-kota tersebut sudah
cukup bagus kok, termasuk Makassar juga punya jalan tol yang sangat mulus. Jadi
untuk kekurangan infrastruktur yang lainnya mungkin cuma soal waktu untuk bisa
dipenuhi. At the end, Pemerintah juga memerlukan waktu yang tidak sebentar
untuk bisa membangun infrastruktur secara menyeluruh di negara seluas
Indonesia, mengingat kita adalah negara kepulauan terbesar di dunia.
Berbagai pembangunan infrastruktur yang
dikerjakan selama ini turut mendorong pertumbuhan yang sangat signifikan bagi perusahaan-perusahaan konstruksi,
terutama perusahaan konstruksi BUMN dimana biasanya mereka-lah yang memenangkan
tender-tender untuk proyek pembangunan jalan raya, jembatan dll milik
pemerintah. Adhi Karya (ADHI), contohnya. Dalam tempo kurang dari enam tahun,
perusahaan konstruksi BUMN terbaik di BEI ini secara fundamental (versi
TeguhHidayat.com tentunya) mampu untuk terus mendulang laba, hingga nilai aset
bersihnya naik signifikan dari Rp600 milyar pada akhir tahun 2008, menjadi
Rp1.5 trilyun pada Kuartal III 2014, padahal selama itu perusahaan juga terbilang
cukup royal membagikan dividen, yakni mencapai 30 – 40% laba bersihnya setiap
tahun. Seiring prestasi kinerjanya tersebut, saham ADHI juga terbang tinggi
dalam lima tahun terakhir, dan demikian pula dengan saham-saham konstruksi
lainnya.
Pertanyaannya, apakah trend positif ini masih
akan berlanjut? Nah, kebetulan dibawah Pemerintahan yang baru yang dipimpin
oleh Presiden Jokowi, visi terkait pembangunan infrastruktur tersebut
sepertinya masih akan dilanjutkan. Jika Indonesia pada saat ini sudah memiliki
infrastruktur transportasi udara (pesawat terbang) dan darat (kereta api) yang
lumayan baik, maka tidak demikian halnya dengan laut, padahal seperti yang sudah disebutkan tadi: Kita adalah
negara kepulauan terbesar di dunia. Ketidak merataan pembangunan infrastruktur,
termasuk perbedaan harga jual berbagai komoditas seperti BBM dan semen yang
sangat mencolok antara Pulau Jawa dan Papua, misalnya, itu adalah karena kita
belum memiliki infrastruktur kelautan yang memadai, yang mampu menghubungkan
Sumatera hingga Papua. Negara besar lainnya seperti Amerika Serikat, misalnya,
mereka relatif tidak mengalami masalah dalam hal pemerataan pembangunan
infrastruktur, karena mereka bisa dengan mudah mengirim semen dan besi dari pantai
timur New York ke pantai barat California atau sebaliknya melalui jalan darat
(kereta api), tanpa perlu naik kapal sama sekali.
Karena itulah, ketika Presiden Jokowi dalam
banyak kesempatan menyatakan bahwa beliau akan fokus pada pembangunan
infrastruktur kelautan, maka itu adalah keputusan yang sangat tepat dan memang
sesuai kebutuhan. Jika visi tersebut bisa terealisasi, maka dalam beberapa
tahun kedepan Indonesia akan juga memiliki banyak pelabuhan dan galangan kapal
dengan standar internasional. Dan sudah tentu, perusahaan-perusahaan konstruksi
akan kembali kebanjiran proyek pembangunan pelabuhan dll.
Kesimpulannya, penulis sependapat dengan Grup
Astra yang kemarin mengakuisisi PT Acset Indonusa (ACST), yakni bahwa sektor
konstruksi masih menarik untuk investasi, termasuk investasi jangka panjang
hingga 5 tahun kedepan.
Pertanyaan berikutnya tentu, saham mana di
sektor ini yang paling layak dikoleksi? Nah, kalau berkaca pada pengalaman
dimana tender-tender proyek infrastruktur biasanya dimenangkan oleh
perusahaan-perusahaan konstruksi pelat merah, maka pilihannya ya masih seputar
ADHI, Wijaya Karya (WIKA), Waskita Karya (WSKT), hingga Pembangunan Perumahan
(PTPP), dimana keempat perusahaan konstruksi ini masih sangat ber-prospek untuk
kembali mendulang laba dari future infrastructure projects. Namun dalam
value investing kita tidak begitu memperhatikan prospek seperti itu, melainkan
lebih melihat ke valuasi. Dan sayangnya pada saat ini, valuasi dari keempat
saham konstruksi tersebut tidak ada yang bisa dikatakan murah. Berikut
selengkapnya, dimana harga saham adalah per penutupan pasar tanggal 24 November
2014.
Stocks
|
Price (Rp)
|
PER (x)
|
PBV (x)
|
Dividend (Rp)
|
Dividend Yield (%)
|
ADHI
|
2,775
|
37.1
|
3.3
|
68
|
2.4
|
PTPP
|
3,010
|
37.7
|
6.8
|
26
|
0.9
|
WIKA
|
3,035
|
34.9
|
4.5
|
28
|
0.9
|
WSKT
|
1,045
|
58.7
|
4.2
|
11
|
1.1
|
Berdasarkan pengalaman, membeli saham pada harga/valuasi
yang tinggi mungkin masih bisa menghasilkan keuntungan yang lumayan ketika
pasar/IHSG sedang normal atau bullish, namun risikonya akan sangat besar jika pasar kemudian berbalik arah dan turun.
Pada tahun 2013 lalu dimana IHSG mengalami rally pada semester pertama, ADHI
sempat naik hingga menyentuh 4,000, before then slashed down to as low as 1,425, atau anjlok lebih dari 60 persen!
Jadi jika anda ketika itu termasuk yang membeli ADHI di harga yang dekat-dekat
dengan 4,000 dan belum menjualnya sampai sekarang, maka bisa dipastikan bahwa
anda masih nyangkut di saham ini, karena terakhir ADHI masih mentok di 2,775.
Yang perlu dicatat disini adalah, dari sisi kinerja perusahaannya, tidak ada
yang salah dengan ADHI. Yang salah adalah investor yang kelewat optimis dengan
membelinya di harga yang terlalu tinggi, itu saja.
Sekali lagi, dalam value investing yang kita
perhatikan adalah 1. Kualitas kinerja/fundamental perusahaan, 2. Valuasi
sahamnya, kemudian baru 3. Prospeknya. Terkait hal ini pula penulis belum
begitu tertarik dengan saham-saham
perkapalan, karena meski prospek mereka tampak menarik seiring dengan
rencana pembangunan kemaritiman oleh Presiden Jokowi, namun hanya sedikit dari
mereka yang memiliki track record kinerja yang bagus dan konsisten dalam
beberapa tahun terakhir (yang ‘sedikit’ itu sudah saya share analisis
singkatnya di ebook
kuartalan). Dan jika tadi disebutkan bahwa dari sisi valuasi, saham-saham
konstruksi pelat merah seperti ADHI masih belum bisa dikoleksi (kalau ADHI turun
ke 2,000, maka baru bakal kita sikat), lalu bagaimana dengan saham konstruksi
non-BUMN? Well, untuk analisis selengkapnya anda bisa cek tabel berikut. Data
diolah berdasarkan kinerja perusahaan di Kuartal III 2014, dimana harga saham
adalah per penutupan pasar tanggal 24 November 2014:
Stocks
|
Price (Rp)
|
PER (x)
|
PBV (x)
|
ROE (%)
|
Equity Growth (%)
|
ACST
|
3,285
|
17.8
|
2.7
|
15.1
|
8.8
|
ADHI
|
2,775
|
37.1
|
3.3
|
8.9
|
(1.4)
|
DGIK
|
175
|
13.3
|
0.9
|
6.6
|
3.6
|
NRCA
|
930
|
8.3
|
2.5
|
30.0
|
17.6
|
PTPP
|
3,010
|
37.7
|
6.8
|
18.0
|
8.2
|
TOTL
|
990
|
21.5
|
4.5
|
20.9
|
(0.2)
|
WIKA
|
3,035
|
34.9
|
4.5
|
12.8
|
41.1
|
WSKT
|
1,045
|
58.7
|
4.2
|
7.1
|
1.4
|
Nah, berdasarkan tabel diatas, saham mana yang
pada harganya saat ini paling layak koleksi? Betul sekali.. Nusa Raya Cipta alias NRCA! NRCA
mengalami pertumbuhan nilai aset bersih (atau saya biasa menyebutnya: pertumbuhan riil) yang paling menonjol sepanjang sembilan bulan pertama 2014, yakni
mencapai 17.6%, dari Rp786 pada akhir tahun 2013 menjadi 924 milyar pada
tanggal 30 September 2014 (pertumbuhan riil WIKA memang mencapai 41.1%, tapi
itu karena perusahaan dapet dana segar dari IPO anak usahanya, Wijaya Karya
Beton/WTON). Jika NRCA tidak membayar dividen senilai Rp69 milyar pada Mei
lalu, maka angka pertumbuhannya bahkan mencapai 26.4%, atau jauh diatas
rata-rata pertumbuhan pasar.
Gerung UOB Plaza, Jakarta Pusat, dimana pengerjaan konstruksinya dikerjakan oleh NRCA |
Berkat pertumbuhannya tersebut, sementara disisi
lain sahamnya belum kemana-mana, maka NRCA pada saat ini menjadi atraktif
secara valuasi. Anda bisa lihat sendiri di tabel diatas, dimana dari sisi PBV,
NRCA merupakan saham yang paling murah (PBV DGIK memang hanya 0.9 kali, namun sayang
kinerjanya kurang bagus, bisa dilihat dari ROE-nya yang paling kecil diantara
semuanya). Ketika dulu penulis membahas NRCA pada saat perusahaan menggelar IPO
pada Juli 2013 lalu (ini link artikelnya),
saya mengatakan bahwa dengan nilai ekuitas perusahaan yang ketika itu hanya Rp528
milyar, maka harga 1,040 per saham tentu saja sangat mahal, dimana harga
tersebut mencerminkan PBV 4.3 kali. Jadi penulis memperkirakan (atau lebih
tepatnya mengharapkan) bahwa NRCA
bakal turun. Kabar baiknya, dia memang turun! Kemudian setelah satu tahun, lihat
kondisinya: Ekuitas NRCA sudah mencapai Rp924 milyar, dan dengan
mempertimbangkan growth rate-nya yang sangat menonjol maka dia bisa saja
menembus Rp1 trilyun pada akhir tahun nanti, sehingga bisa kita katakan bahwa nilai
riil NRCA naik hingga hampir dua kali lipat hanya dalam tempo setahun lebih
sedikit. Kabar baiknya lagi, disisi lain sahamnya masih belum begitu naik,
melainkan masih berada di level 930.
Fakta menarik lainnya adalah, dalam jangka
panjang, NRCA juga memiliki track record yang boleh dikatakan paling solid
diantara semua perusahaan konstruksi lainnya di BEI, mengingat perusahaan
selama ini jarang menggunakan leverage yang berlebihan. Berikut
selengkapnya:
NRCA | 2009 | 2010 | 2011 | 2012 | 2013 | CAGR (%) | Average |
Equity (Rp billion) | 126 | 155 | 176 | 268 | 786 | 58.1 | - |
Liabilities (Rp billion) | 253 | 357 | 538 | 568 | 840 | 35.0 | - |
Revenue (Rp billion) | 892 | 1,008 | 1,582 | 2,024 | 3,006 | 35.5 | - |
Net Profit (Rp billion) | 17 | 29 | 46 | 92 | 188 | 82.2 | - |
ROE (%) | 13.5 | 19.0 | 26.1 | 34.3 | 23.9 | - | 23.4 |
DER (x) | 2.0 | 2.3 | 3.1 | 2.1 | 1.1 | - | 2.1 |
Nah, perhatikan bahwa perusahaan ini memenuhi dua kriteria utama Warren Buffett tentang ‘an excellent business’, yakni pertumbuhan yang konsisten dan juga signifikan (CAGR-nya semua diatas 30%, meski untuk CAGR ekuitas perlu dicatat bahwa itu salah satunya karena perusahaan dapet dana IPO pada tahun 2013 sebesar Rp250 milyar), dan perusahaan juga mampu menghasilkan keuntungan yang besar dengan hanya menggunakan sedikit utang. Sebagai perusahaan konstruksi, adalah wajar jika utang NRCA lebih besar dibanding ekuitasnya. Namun jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan konstruksi lain, maka kita bisa katakan bahwa NRCA dikelola dengan sangat prudent, dimana hal ini memang selaras dengan kebijakan induknya, Surya Semesta Internusa (SSIA), yang juga hanya menanggung utang yang relatif kecil.
However, PBV 2.5 kali sebenarnya masih belum terlalu
murah, terutama jika kita mempertimbangkan fakta bahwa NRCA ini relatif hanya sebuah
perusahaan konstruksi kelas menengah yang ‘kering’ prospek karena statusnya
sebagai non-BUMN, yang itu berarti peluang perusahaan terbilang kecil untuk
memperoleh potongan kue dari pembangunan infrastruktur pelabuhan dll. Jadi kalau
mau amannya, best entry untuk saham ini adalah di kisaran 800 pas.
Tapi untungnya, bicara soal prospek, NRCA ini
nggak kering-kering amat, karena seperti yang anda ketahui, perusahaan
merupakan salah satu kontraktor utama dari pembangunan Jalan Tol Cikampek – Palimanan, dimana pekerjaan konstruksinya
memang sudah dimulai dan dijadwalkan akan tuntas tahun 2016 mendatang. Jika
proyek jalan tol tersebut bisa selesai tepat waktu, maka NRCA sudah pasti bakal
kembali dipercaya oleh Pemerintah untuk memegang proyek infrastruktur lainnya.
Faktanya, NRCA memang punya pengalaman dan sejarah panjang dalam hal
pembangunan infrastruktur jalan raya, dimana pada penghujung tahun 60-an,
perusahaan pernah mengerjakan proyek pembangunan Jalan Raya Provinsi di
Sumatera Selatan sepanjang 145 kilometer.
Dan jika kita bandingkan valuasi NRCA ini dengan
semua saham konstruksi lainnya, maka dia jelas masih tetap affordable. Jika
perusahaan mampu untuk melanjutkan trend positif kinerjanya pada saat ini
hingga setidaknya awal tahun 2015 mendatang (dimana ketika itu nilai aset
bersih perusahaan seharusnya sudah diatas Rp1 trilyun), maka target jangka
menengah hingga 1,200 terbilang cukup realistis. So, mengingat bahwa NRCA bisa
turun ke 800 atau dibawahnya hanya jika IHSG terkoreksi, maka di harga sekarang
dia sudah layak buy. Bagi anda yang technicalist, anda akan bisa melihat
bahwa, meski lumayan fluktuatif, namun saham NRCA secara keseluruhan memiliki pergerakan
yang uptrend dalam setahun terakhir. So let me tell you that the
technical of this stock is actually in line with the fundementals.
Okay, itu untuk NRCA. Lalu bagaimana dengan
saham-saham konstruksi lainnya? Well, kalau anda perhatikan, kinerja TOTL, ADHI,
WIKA, hingga PTPP, sebenarnya juga tidak kalah dengan NRCA (kalau DGIK dan WSKT
agak jelek). Namun berkaca pada pengalaman tahun 2013 lalu, timing terbaik
untuk masuk ke ADHI dkk adalah ketika IHSG hancur berantakan. Anda bisa lihat
bahwa saham-saham konstruksi diluar NRCA rata-rata turun lebih dari 60% ketika IHSG
anjlok hingga titik terendahnya (sementara NRCA sendiri hanya turun sampai 700-an
ketika pasar hancur pada akhir tahun 2013 lalu, atau hanya turun kurang dari
20% dibanding harga sebelum turun yakni 800 – 900), namun mereka langsung naik
lagi begitu pasar pulih. Perhatikan: Kalau anda pada awal tahun lalu sukses
beli ADHI di 2,000 atau dibawahnya, maka anda bisa membukukan gain hingga
50%, mengingat kemarin ADHI sempat diatas 3,000. Untuk saham-saham konstruksi
yang lain, ceritanya juga sama.
Sementara untuk Nusa Konstruksi Enjiniring
(DGIK), penulis juga terus memperhatikan saham ini karena valuasinya yang murah
secara absolut (PBV kurang dari 1 kali), dan ini jauuuuh lebih murah termasuk jika
dibandingkan dengan NRCA sekalipun. Namun memang, perusahaan konstruksi swasta yang
sejatinya memiliki nilai aset bersih yang lebih besar dibanding ACST, NRCA,
ataupun TOTL ini memiliki kinerja yang kurang mengesankan baik secara historis
maupun terbaru, tapi disisi lain ndak bisa disebut jelek juga. Jadi kalau nanti
di periode laporan keuangan berikutnya dia mengalami lompatan laba atau
semacamnya, maka sahamnya juga akan dengan mudah terbang ke langit.
Okay, I think it’s enough. Ada yang mau
menambahkan?
Disclosure: Ketika artikel ini dipublikasikan, Teguh Hidayat
& Partners sedang dalam posisi memegang NRCA di harga rata-rata 910. Posisi
ini dapat berubah setiap saat tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Pengumuman: Penulis membuat buku
yang berisi kumpulan analisis dari saham-saham pilihan berdasarkan kinerja perusahaan
di Kuartal III 2014, dan pada saat ini buku tersebut sudah selesai dikerjakan.
Anda bisa memperolehnya
disini.
Komentar
Selain yg bpk sebut diatas tentang NRCA, secara liquiditas, perusahaan jg memiliki current rasio yg paling baik di sektornya yaitu 1,6x dan dari segi efisiensi perusahaan juga berhasil menggunakan asset dgn baik dlm cetak laba yaitu 1,5x. Angka ini juga merupakan yg tertinggi di sektornya. Target laba 250M utk tahun 2014 sepertinya tidak sulit utk dicapai mengingat laba yg sudah diperoleh di q3-14 sudah mencapai 83%.
Semua keliatan sangat menarik ya utk NRCA? Tapi yg jadi pertanyaan saya adalah berkaitan dgn harga sahamnya yg cenderung tidak banyak menonjol walaupun emiten bumn sudah naik sangat tinggi seperti: wika, ptpp dan wskt. Selain emang saham ini kurang liquid, apakah ini ada kaitanya dgn waran seri 1 yg diterbitkan sebanyak 4% total saham yg saat ini beredar dgn harga tebusan 1050 yg akan berakhir di 2016 nanti?
Saya sudah pegang nrca sejak mei 2014, dan melakukan beberapa x avg down saat harganya jatuh di bawah 800. Saya masih sangat menanti utk saham ini kembali dihargai selayaknya fundamental yg ia miliki. Semoga 1200 bisa tercapai dlm wkt yg tidak terlalu lama.