Prospek IPO Soechi Lines
PT Soechi Lines adalah perusahaan yang penulis
sendiri baru mendengar namanya semingguan terakhir ini setelah perusahaan
menggelar IPO. However, IPO Soechi mungkin menarik untuk diperhatikan mengingat
perusahaan bergerak di bidang perkapalan, dan kita tahu bahwa saham-saham di
sektor perkapalan di BEI terus bergerak naik dalam beberapa bulan terakhir ini
karena didorong oleh sentimen positif yang timbul dari rencana serta visi
Pemerintah RI, dibawah Presiden Jokowi, untuk menjadikan Indonesia sebagai
salah satu ‘poros maritim’ dunia. Jadi pertanyaannya tentu, apakah layar Soechi
juga akan ikut mengembang ketika listing perdana tanggal 2 Desember nanti?
Sejarah Soechi Lines dimulai pada tahun 1977,
dimana seorang pengusaha bernama Paulus
Utomo, dengan dibantu oleh beberapa orang teman dan saudaranya, memenangkan
tender penyediaan kapal pengangkut minyak bagi kegiatan operasional Pertamina di perairan sekitar Singapura
dan Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Usaha penyediaan kapal tersebut berlanjut,
hingga ada tahun 1980, Mr. Paulus cs mendirikan PT Armada Bumi Pratiwi Lines, yang bergerak di bidang penyewaan
kapal, ketika itu masih dengan Pertamina sebagai pelanggan utamaanya. Seiring
dengan berjalannya waktu, bisnis yang dijalani perusahaan terus berkembang,
dimana jumlah kapal yang dimiliki perusahaan juga senantiasa bertambah, dan Mr.
Paulus sendiri mendirikan beberapa PT baru diluar PT Armada, namun kesemuanya masih
bergerak di bisnis yang sama yakni penyewaan kapal.
Kemudian pada tahun 2009, Mr. Paulus memutuskan
untuk maju satu langkah dengan membangun galangan
kapal di Pulau Karimun, Kepulauan Riau (masih dekat-dekat dengan Singapura
dan Batam), agar seluruh perusahaan penyewaan kapalnya bisa membuat kapal mereka
sendiri, atau minimal bisa melakukan reparasi sendiri kalau ada kapal yang
ngadat. Pertimbangan dilakukannya ekspansi ini adalah karena perusahaan melihat
bahwa Pemerintah RI mulai memberikan perhatian khusus ke industri perkapalan di
tanah air dengan memberlakukan asas cabotage, dimana seluruh perusahaan
pengguna jasa logistik laut (kebanyakan perusahaan minyak) diwajibkan untuk
menggunakan kapal berbendera Indonesia. Dan sebagai perusahaan kapal lokal, PT
Armada cs tentunya diuntungkan karena asas cabotage tersebut.
Dan pada tahun 2010, PT Soechi Lines didirikan untuk menjadi perusahaan induk dari
sembilan PT yang bergerak di bidang penyewaan kapal, dan satu PT yang bergerak
di bidang galangan kapal (jadi Soechi totalnya punya sepuluh anak perusahaan).
Setelah dikonsolidasikan dalam satu holding, maka Soechi totalnya
memiliki dan mengoperasikan 33 armada kapal berbagai ukuran untuk pengangkutan
minyak mentah, bahan bakar minyak/BBM, CPO, gas cair, dan bahan kimia cair
(pokoknya yang cair-cair), yang melayani rute Asia Tenggara, India,
hingga Timur Tengah. Sementara untuk galangan kapalnya, perusahaan
memiliki 1 kapal tunda dan 2 kapal tongkang.
Meski ukuran perusahaan pada saat ini jelas
sudah jauh lebih besar dibanding ketika didirikan pada tahun 1980 lalu, namun
menariknya mayoritas pendapatan perusahaan, dalam hal ini sekitar 60%, masih
berasal dari Pertamina. Namun itu bisa dijelaskan karena di lokasi dimana
perusahaan paling banyak beroperasi (Batam – Singapura), memang hanya Pertamina
saja yang memegang hak dari Pemerintah untuk melakukan kegiatan ekspor impor
minyak. Meski demikian Soechi terus berupaya melakukan diversifikasi dengan
juga menawarkan jasa logistik laut bagi mitra-mitra bisnis Pertamina, seperti
Chandra Asri (perusahaan petrokimia), ConocoPhilips (supplier minyak bagi
Pertamina), dan jasa pengangkutan CPO bagi beberapa perusahaan perkebunan
kelapa sawit yang bermarkas di Singapura, seperti Wilmar, Golden Agri (Grup
Sinarmas), dan Asian Agri. Namun berhubung karena Soechi juga bukanlah perusahaan
kapal yang terlalu besar termasuk untuk ukuran perusahaan kapal lokal (beberapa
raksasa bisnis kapal di Indonesia adalah Berlian Laju Tanker/BLTA,
Samudera/SMDR, Humpuss/HITS, hingga Arpeni/APOL), maka mau tidak mau hingga
saat ini kinerja perusahaan memang masih harus tergantung pada Pertamina. Tapi
berhubung Pertamina sendiri merupakan pemegang mandat terbesar dari Pemerintah
untuk ururan ekspor impor minyak, dan kegiatan ekspor impor tersebut juga akan
terus berjalan tanpa henti, maka sebenarnya ini gak terlalu menjadi masalah.
Lalu seperti apa prospek perusahaan kedepan,
terutama terkait potensi pembangunan sektor maritim dibawah Pemerintahan
Jokowi?
Dalam presentasinya di forum APEC 2014 di
Tiongkok, beberapa hari terakhir ini, Jokowi menyebutkan bahwa Indonesia
memiliki 24 pelabuhan berukuran besar, dan ratusan pelabuhan lainnya yang
berukuran lebih kecil, yang tersebar dari Aceh hingga Papua. Jokowi menyatakan
bahwa Pemerintah RI akan membangun dan mengembangkan pelabuhan-pelabuhan yang
sudah ada, termasuk membangun pelabuhan-pelabuhan baru, hingga akhirnya seluruh
Indonesia, dari ujung barat sampai timur, akan terkoneksi dengan jalur kapal laut, dimana jalur tersebut
akan dilalui oleh kapal-kapal secara terus menerus. Konsep inilah yang disebut ‘tol laut’. Pemerintah RI memiliki visi
untuk membangun pelabuhan super-besar yang bisa disinggahi kapal-kapal
berukuran raksasa sekalipun di setidaknya enam lokasi yakni Aceh, Jakarta,
Surabaya, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, sehingga kapal besar dari Jakarta
(yang mengangkut BBM, semen, dll) bisa langsung berangkat menuju Papua (melalui
jalur kapal yang menghubungkan pelabuhan Jakarta dan Sorong) tanpa perlu
transit di Makassar atau Maluku.
Kemudian enam pelabuhan besar yang saling
terhubung tersebut akan dihubungkan lagi dengan jalur kapal menuju
pelabuhan-pelabuhan yang lebih kecil. Jadi muatan semen yang sudah mendarat di
Sorong, itu bisa diangkut lagi menggunakan kapal-kapal yang berukuran lebih
kecil ke Nabire, Jayapura, dan lainnya, sehingga secara keseluruhan muatan
semen dari Jakarta menuju kota tertentu hanya transit satu kali (di Sorong).
Dengan cara inilah biaya transportasi akan menjadi jauh lebih efisien, dan
alhasil harga semen di Papua diharapkan tidak akan lagi mencapai Rp1 – 1.5 juta
per sak seperti saat ini.
Nah, sebagai perusahaan kapal spesialis
pengangkut barang berwujud cair (minyak mentah dll), manajemen Soechi melihat adanya
peluang dari dibukanya ‘tol laut’ ini. Sebab berbeda dengan semen, misalnya,
yang masih bisa diangkut pakai pesawat dari Pulau Jawa menuju Papua, maka BBM
hanya bisa diangkut menggunakan kapal (pake pesawat juga bisa sih, tapi cuma bisa
pake pesawat kecil). Dan selama ini pihak Pertamina sendiri pun masih mengalami
kesulitan dalam mendistribusikan BBM terutama ke daerah-daerah diluar Jawa
karena ‘terhalang’ oleh laut, karena belum adanya fasilitas pelabuhan yang
memadai. Seperti yang anda ketahui, beberapa pelabuhan yang ‘itu-itu saja’
seperti Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Belawan, kapasitasnya sudah sangat
penuh, hingga Pertamina sendiri nyaris gak dapet tempat.
Jadi dengan adanya pembangunan
pelabuhan-pelabuhan baru, termasuk peningkatan kapasitas dari
pelabuhan-pelabuhan yang sudah ada, maka itu juga akan membuka ruang bagi
Pertamina untuk lebih mudah mendistribusikan BBM ke seluruh penjuru negeri,
dari Aceh hingga Papua, kali ini dalam volume pengangkutan yang besar sekali
jalan (Pertamina sejak dulu sudah bisa mengirim BBM ke Papua, namun harus selalu
dalam jumlah yang kecil kecil dan melalui banyak tangan distributor, sehingga ketika
sudah mendarat disana harganya jadi mahal, sekitar Rp20,000 – 40,000 per liter).
Sementara Soechi? Ya tinggal menyediakan unit-unit kapalnya saja. Meski bukan merupakan
perusahaan kapal yang terlalu besar, termasuk juga bukan satu-satunya penyedia
servis kapal bagi Pertamina, namun posisi perusahaan yang sudah 30 tahun bermitra
dengan Pertamina memungkinkan Soechi untuk kembali memenangkan tender, jika
nanti Pertamina butuh tambahan kapal lagi.
Melihat peluang tersebut, Soechi kemudian menggelar
IPO dimana sebagian besar perolehan dananya akan digunakan untuk membeli unit-unit
kapal baru. Sebenarnya ketika nanti perusahaan memperoleh dana dari IPO-nya
(mengingat sahamnya di lepas pada rentang harga Rp600 – 800 per saham, maka
Soechi akan meraup dana Rp1.5 – 2 trilyun), maka itu bukan berarti perusahaan
bisa langsung memanfaatkan dana tersebut untuk meningkatkan pendapatan. Karena meski
proses membeli kapal baru membutuhkan waktu yang relatif cepat ketimbang
mendirikan sebuah pabrik, misalnya, namun rencana pemerintah untuk membangun pelabuhan-pelabuhan
baru, itu akan membutuhkan waktu lumayan lama (belum lagi menghadapi gangguan
dari Fadli Zon cs, yang bakal kepo bertanya soal dananya dari mana). Contohnya,
pembangunan Pelabuhan Kalibaru yang
saat ini sedang berjalan, itu diperkirakan membutuhkan waktu 2.5 – 3 tahun
sejak dari ground breaking-nya pada tanggal 22 Maret lalu.
Intinya sih, meski sektor perkapalan tampak
sangat menarik setelah Jokowi menyatakan visinya untuk membangun tol laut (atau
apapun itu namanya), namun visi tersebut membutuhkan waktu untuk terealisasi,
bahkan meski Pak Dhe pengennya kerja cepat. Dan selama pelabuhan-pelabuhan baru
yang nanti akan dibangun belum siap untuk beroperasi, maka Pertamina juga belum
akan membutuhkan kapal baru dulu, dan itu berarti bahwa Soechi tidak akan bisa
langsung memperoleh kontrak untuk kapal-kapal barunya nanti (berbeda dengan
Pertamina, untuk memperoleh kontrak pengangkutan minyak dari Chevron, Exxon,
dll, maka Soechi harus bertarung ketat dengan banyak pesaing, termasuk
Wintermar/WINS yang juga spesialis pengangkut minyak).
Karena itulah, meski penulis juga optimis bahwa
sektor maritim dibawah Pemerintahan RI yang baru bakal maju pesat, namun pada
akhirnya kita tetap perlu melihat track record kinerja Soechi sebagai
perusahaan perkapalan untuk menilai apakah sahamnya nanti layak buy atau
tidak, karena kalau hanya melihat prospeknya saja maka anda harus ingat bahwa
prospek tersebut tidak akan bisa terealisasi dalam satu atau dua hari.
Dan untungnya, berbeda dengan BLTA yang hancur
karena utang, Soechi tergolong perusahaan kapal yang sehat dengan DER hanya 1.2
kali pada Semester I 2014 (utang Soechi memang masih sedikit lebih besar
ketimbang ekuitasnya, namun sebagai perusahaan transportasi, itu wajar saja),
itupun perusahaan langsung berniat untuk mengurangi utangnya dimana 25% dari
dana hasil IPO-nya, yang itu berarti sekitar Rp400 – 500 milyar), bakal dipakai
untuk membayar sebagian utang bank.
Namun dari sisi profitabilitas, Soechi baru
meraup laba bersih yang cukup besar pada tahun 2013 hingga sekarang. Sementara
sebelum itu labanya kecil sekali, bahkan nyaris rugi di tahun 2010. Berikut
selengkapnya:
Tahun
|
2010
|
2011
|
2012
|
2013
|
2014*)
|
Ekuitas
|
47
|
54
|
83
|
138
|
174
|
Pendapatan
|
25
|
65
|
71
|
106
|
55
|
Laba Bersih
|
0
|
3
|
3
|
30
|
16
|
ROE (%)
|
0.1
|
6.3
|
3.3
|
21.8
|
17.9**)
|
*) hingga Semester
I
|
|||||
**) disetahunkan
|
Nah, perhatikan bahwa, kalau dari sisi historis,
Soechi belum memiliki track record yang mengesankan, dimana kinerja perusahaan
baru tampak menonjol dalam dua tahun terakhir ini saja, itupun dengan ROE yang
tidak terlalu besar, hanya 18 – 22%. Namun bisa jadi ini karena pada tahun 2010
hingga 2012, belum semua anak-anak usaha Grup Soechi dikonsolidasikan kedalam
induknya karena seperti yang sudah dibahas diatas, PT Soechi Lines itu sendiri
baru didirikan pada tahun 2010. Tapi yang jelas dari sisi komposisi neraca dan
kinerja terbarunya, terutama jika dibandingkan dengan sesama perusahaan kapal
yang sudah listing lebih dulu di BEI dimana mereka biasanya punya utang
segunung dan perolehan labanya pun naik turun, maka Soechi terbilang cukup baik
secara fundamental.
Lalu bagaimana dengan sahamnya?
Seperti sudah disebut diatas, Soechi akan
dilepas pada harga Rp600 – 800 per saham. Kita ambil yang terendah yakni Rp600,
maka perusahaan akan meraup dana Rp1.5 trilyun. Posisi ekuitas Soechi pada
tanggal 30 Juni 2014 adalah US$ 174 juta, atau persis Rp2 trilyun dengan asumsi
kurs US$ 1 = Rp11,500. Dengan demikian nilai ekuitas Soechi pasca IPO adalah
Rp3.5 trilyun, yang setelah dibagi jumlah saham beredar sebanyak 8.6 milyar
lembar, maka diperoleh nilai buku Soechi adalah Rp414 per saham. Karena harga sahamnya
600, maka PBV-nya 600 / 414 = 1.5 kali.
Nah, what do you think? Kalau menurut penulis sendiri, dengan mempertimbangkan
kinerja terakhir dari perusahaan, maka ini adalah valuasi yang cukup wajar meski
juga tidak bisa dikatakan terlalu murah, selain karena perusahaannya bukanlah
perusahaan yang cukup terkenal, katakanlah seperti Blue Bird
(BIRD) yang juga IPO kemarin.
Namun kalau anda termasuk yang percaya bahwa ‘Jokowi
Effect’ terkait sektor maritim akan terus bertahan hingga beberapa waktu ke
depan, maka harga tersebut jelas murah. Kalau kita melihat pengalaman dari IPO Waskita Karya
(WSKT), dimana sahamnya sukses terbang untuk menyusul saham-saham
konstruksi lainnya yang juga pada terbang ketika itu, maka Soechi juga bisa
mengalami hal yang sama, selain karena fundamentalnya jauh lebih dibanding
WSKT.
Jadi kesimpulannya, saham ini cukup layak
koleksi dengan catatan itu tadi: Harganya dilepas di 600 atau sedikit diatasnya
juga nggak apa-apa, asal jangan 800 banget. Bookbuilding terakhir untuk Soechi
ini sudah ditutup Senin kemarin, sehingga kalau anda berminat maka mungkin
terpaksa harus beli dari market, awal Desember nanti (tapi kalau bukan nasabah
dari underwriternya, yakni RHB OSK Securities dan Mandiri Sekuritas, ya susah
juga dapetnya). Penulis tidak tahu apakah Soechi bakal terbang atau tidak,
namun dengan melihat kinerja perusahaan, valuasi saham, dan terutama prospek yang
sedang ramai dibicarakan, maka juga hampir tidak ada alasan bagi saham ini
untuk turun. We’ll see.
PT Soechi
Lines, Tbk
Rating Kinerja pada Semester I 2014: A
Rating Saham pada 600: AA
Pengumuman: Buku kumpulan analisis &
rekomendasi dari saham-saham pilihan berdasarkan laporan keuangan perusahaan di
Kuartal III 2014 sudah terbit hari ini. Dan anda bisa memperolehnya
disini.
Komentar
PT Soechi Lines, perusahaan yang bergerak di bidang pelayaran akan memperoleh dana sebesar Rp 1.4 Triliun dari penawaran umum perdana saham (IPO). PT Soechi akan melepas sebanyak 2.57 miliar (30%) saham. Harga IPO dipatok sebesar Rp 550 persaham. Perolehan dana turun 32% dari target awal Rp 2 Triliun. Sebelumnya, PT Soechi Lines menawarkan harga perdana saham perseroan pada kisaran Rp 600-Rp 800 per saham. Dana yang diperoleh dari hasil IPO akan digunakan untuk ekspansi armada dan pembayaran sebagian hutang. Masa penawaran awal berlangsung pada 29 Oktober-10 November 2014 dengan perkiraan mendapat pernyataan efektif pada 20 November. Masa penawaran umum berlangsung pada 24-26 November dan listing pada 2 Desember 2014. Mandiri Sekuritas dan RHB OSK Securities bertindak penjamin emisi.
Sya penasaran tentang ipo soechi ini. Dalam ulasan bapak, disebutkan book value nya 1,5x pada harga 600. Nah, setelah nilai ipo disepakati 550, otomastis ekuitasnya turun. Apakah book valuenya menjadi berubah? Sya mencoba hitung kok tetap 1,5x ya?? Apa benar? Terima kasih sebelumnya atas responnya.
Jakarta - PT Soechi Lines Tbk (SOCI) berencana menerbitkan surat utang (notes).Perseroan berniat mengeruk dana sebesar-besarnya US$ 200 juta.
Belum berselang setengah tahun SOCI melakukan IPO di pasar saham, emiten berkode saham SOCI telah menggunakan 99,8% dana hasil IPO setara dengan Rp547,75 miliar hingga akhir kuartal I/2015. Dana hasil IPO yang digelar pada 3 Desember 2014 tersebut mayoritas digunakan untuk pembelian kapal & pembayaran hutang.
Beberapa analis keuangan mengatakan manajemen SOCI melakukan tindakan ambisius beresiko tinggi yang membahayakan entitas perusahaan tersebut. Sekalipun manajemen beralasan penerbitan notes ini sebagai langkah diversifikasi sumber pendanaan SOCI selain dari pasar modal dan fasilitas pinjaman bank.
Analis keuangan menganggap kinerja perusahaan SOCI sangat rendah mengingat harga saham semenjak IPO Desember lalu mengalami kemerosotan yang tajam. Secara year-to-date harga saham SOCI telah turun 13,6 persen.
Belum lagi beberapa insiden yang terjadi menyangkut perusahaan seperti kapal Arenza XXVII milik SOCI sempat ditangkap oleh otoritas Singapura pada bulan Februari lalu. Hal itu sempat menggoncang harga saham SOCI.
Harga saham perdana SOCI tertinggi sempat mencapai sebesar Rp. 700 per lembar saham saat ini turun menjadi Rp. 530 per lembar saham (awal Mei 2015).
Ironisnya rasio utang SOCI sebesar 72 kali di akhir Desember 2014. Dengan pengeluaran surat utang sebesar US$ 200 juta yang baru akan dilaksanakan setelah para pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) awal Juni mendatang, menyetujui aksi ini.
Karena total nilainya lebih besar dibandingkan total ekuitas perusahaan yang sebesar $237 juta. Jika berhasil diterbitkan, maka rasio utang SOCI akan melonjak menjadi 1,56 kali. Seakan-akan rasio utang mengecil padahal mereka membuat hutang baru yang lebih besar.
"Publik menilai bahwa SOCI hanya menggalang dana demi mengeruk uang dari masyarakat, namun tidak disertai dengan kinerja ROI (Return on investment) perusahaan yang tinggi", demikian kata analis keuangan tersebut.
Pak teguh,
Terimakasih atas infonya mengenai perusahaan di bidang perkapalan, mungkin bisa dibantu pak mengenai perusahaan Samudera/SMDR, saya ingin tahu insight dari bapak atas perusahaan tersebut.
Semoga postingan ini terbaca dan bisa dibuatkan artikel.
Salam//santi