Kedawung Setia Industrial
Kalau anda ketik kata ‘Kedawung Setia
Industrial’ di Google, maka anda akan menemukan fakta menarik bahwa perusahaan
ini, meski hanya merupakan perusahaan kecil dengan volume transaksi saham yang
juga tidak likuid, namun sudah cukup sering dibahas oleh analis/investor dari
sisi fundamentalnya, dan terutama: Dari sisi valuasinya yang sangat rendah. Dan
memang, dengan PBV yang hanya 0.4 kali pada harga Rp369 per saham, sementara
kinerja perusahaannya juga tidak bisa dikatakan buruk, saham PT Kedawung Setia
Industrial, Tbk (KDSI) sangat menarik bagi para bargain hunter. Lalu
sebenarnya perusahaan apa sih, KDSI ini?
KDSI adalah satu dari sedikit perusahaan terdaftar di BEI yang tidak
berkantor pusat di Jakarta, melainkan di Surabaya (dan mungkin karena itu pula
sahamnya tidak ter-cover oleh analis sekuritas atau fund manager reksadana
besar, karena mereka harus keluar kota kalau mau ketemu jajaran direksinya).
Perusahaan bergerak di bidang pembuatan alat-alat dapur yang terbuat dari (panci,
rantang, dll) yang dilapisi enamel, yakni semacam cat khusus yang membuat peralatan dapur
tersebut menjadi warna-warni sehingga lebih enak dilihat dan berkesan ‘mahal’.
Yap, KDSI tidak memproduksi peralatan dapur biasa, melainkan peralatan dapur
kelas atas yang bisa anda beli di supermarket-supermarket besar.
Meski bukan perusahaan yang terlalu terkenal, namun KDSI praktis merupakan
salah satu perusahaan terbesar di Indonesia di bidang manufaktur peralatan dapur, yang sudah beroperasi sejak cukup
lama (dari tahun 1970-an), dan sudah merambah pasar ekspor. Oleh BEI, KDSI diklasifikasikan sebagai
perusahaan houseware atau produsen
alat-alat rumah tangga, atau satu kelompok dengan Kedaung Indah Can (KICI), dan
Langgeng Makmur Industri (LMPI).
Selain membuat panci dan wajan, KDSI juga memiliki satu anak usaha yang bergerak di bidang pembuatan kotak kertas karton alias kardus, wadah telur (yang juga terbuat
dari kertas karton), dan tikar
plastik. Pada
perkembangannya, KDSI pada saat ini justru lebih banyak memproduksi dan menjual
kotak kertas karton ketimbang peralatan dapur. Hingga Kuartal II 2014, dari
pendapatan perusahaan senilai Rp795 milyar, Rp698 milyar diantaranya berasal
dari penjualan kotak kertas karton, dan hanya Rp91 milyar yang berasal dari
penjualan peralatan dapur (nilai penjualan wadah telur dan tikar plastik tercatat Rp7 milyar). Dan
demikian pula di tahun-tahun sebelumnya, mayoritas pendapatan KDSI selalu
berasal dari penjualan kotak kertas karton. Hal ini mungkin menimbulkan sedikit
kebingungan, karena selama ini KDSI jauh lebih dikenal sebagai produsen
alat-alat dapur ketimbang kotak kertas karton. Termasuk di website resmi
perusahaan, www.kedawungsetia.com,
sama sekali tidak disebutkan bahwa perusahaan memproduksi kotak kertas karton,
melainkan hanya panci dan peralatan dapur lainnya. Tapi jika melihat fakta diatas, maka jelas sekali
bahwa KDSI kurang cocok jika disebut sebagai perusahaan produsen peralatan
rumah tangga, melainkan produsen kotak kardus.
Nah, terus terang penulis kurang paham soal bisnis kardus di Indonesia. Namun
mengingat bahwa KDSI memproduksi kardus yang dijual ke perusahaan consumer seperti perusahaan rokok,
makanan dan minuman, dan barang-barang elektronik, maka kita bisa berasumsi
bahwa selama industri consumer maju terus, maka demikian pula kardus yang
dijual KDSI akan selalu ada pembelinya. Dan kabar baiknya, seperti yang kita
ketahui, industri consumer adalah industri yang paling stabil di dunia.
However, KDSI menghadapi beberapa tantangan dalam menjalani bisnisnya.
Untuk segmen peralatan rumah tangga berlapis enamel, misalnya, trend-nya terus
menurun sejak ASEAN – China Free Trade Area (ACFTA) diberlakukan di Indonesia
pada tahun 2009, karena kini produk panci dan rantang milik perusahaan harus
bersaing dengan produk-produk serupa asal Tiongkok yang membanjiri pasar
domestik. Alhasil pada tahun 2013 lalu, KDSI hanya memproduksi 4,050 ton
peralatan rumah tangga berlapis enamel, atau turun 12% dibanding tahun 2012. Tapi
untungnya pemberlakuan ACFTA ini tidak berpengaruh terhadap bisnis kotak kertas
karton yang juga dijalan perusahaan, dimana trend-nya tetap terus naik dalam
lima tahun terakhir.
Dan mungkin karena itu pula, manajemen KDSI pada tahun 2013 lalu memutuskan
untuk lebih fokus mengembangkan bisnis kardus, dimana mereka menginvestasikan
Rp80 milyar untuk mendirikan pabrik kardus baru, yang akan meningkatkan
kapasitas produksi dari 15,000 ton menjadi 29,000 ton kotak kertas karton per
bulan. Pabrik baru tersebut pada saat ini sudah selesai dibangun dan juga sudah
beroperasi, namun sepertinya belum bisa berkontribusi banyak terhadap peningkatan
pendapatan dan laba perusahaan, dimana hingga Kuartal II 2014, laba KDSI hanya
tumbuh 2.8%, meski pendapatannya 15.5%. Faktor penghambatnya kali ini adalah
kenaikan harga bahan baku kertas karton untuk pembuatan kardus.
Berikut ini adalah beberapa poin lainnya yang penulis perhatikan dari KDSI.
- Dengan return
on asset (ROA) yang hanya 3.9%, maka KDSI bukanlah perusahaan yang
menguntungkan. Ketergantungan perusahaan akan bahan baku yang harus
diperoleh dengan cara impor menyebabkan margin laba KDSI menjadi sangat
tipis, yakni hanya sekitar 2 – 3%, meskipun pendapatannya terbilang sangat
besar (lebih besar dari total aset perusahaan). Ini adalah salah satu
kelemahan industri manufaktur di Indonesia, dimana banyak terdapat missing link dalam rantai industri
itu sendiri. Sebagai contoh, Indonesia sebenarnya merupakan salah satu
produsen kertas terbesar di dunia, namun kertas itu harus diekspor dulu keluar
negeri untuk diolah menjadi kertas karton, kemudian baru diimpor lagi oleh
KDSI. Seandainya ada perusahaan lokal yang bisa membuat kertas karton
dalam skala besar (sebenarnya ada juga beberapa perusahaan lokal yang bisa
mengolah limbah kertas menjadi kertas karton, tapi total kapasitas
produksinya kecil sekali), maka KDSI bisa membeli bahan bakunya dengan
harga yang lebih murah (dan tidak terlalu berfluktuasi) dari produsen
lokal, sehingga margin labanya bisa lebih baik. Tapi sayangnya faktanya
tidak demikian.
- Bisnis peralatan rumah tangga yang dijalani
perusahaan selama ini ada kemungkinan bakal ditinggalkan sama sekali,
karena digempur oleh dua masalah sekaligus: 1. ACFTA tadi, dan 2. Seretnya
suplai bahan baku. Selama ini KDSI memperoleh bahan baku logam untuk
membuat panci dari PT Krakatau Steel (KRAS), namun pihak KRAS sendiri
akhir-akhir ini juga sering kehabisan barang, sehingga lagi-lagi KDSI
harus impor.
- Manajemen KDSI bukanlah tipe manajemen yang
terlalu agresif, dimana mereka biasanya hanya mentargetkan kenaikan pendapatan/laba
bersih sebesar 10% saja per tahunnya, yang mungkin itu karena mereka,
dengan mempertimbangkan faktor-faktor kesulitan diatas, lebih memilih
untuk bersikap realistis. Untuk tahun 2014 ini memang ada kemungkinan
kenaikan tersebut bisa lebih besar karena adanya pabrik baru, namun sekali
lagi, lonjakan kenaikan tersebut sejauh ini belum kelihatan.
- Dalam lima tahun terakhir KDSI sukses membukukan kenaikan pendapatan dan laba bersih yang cukup konsisten meski, sekali lagi, persentase kenaikannya sama sekali tidak mengesankan. Pada tahun 2009, pendapatan KDSI tercatat Rp960 milyar, yang menjadi Rp1.4 trilyun pada tahun 2013, atau hanya naik total 44% setelah lima tahun. Hal ini menunjukkan bahwa bisnis yang dijalani perusahaan, terutama bisnis kotak kertas karton, terbilang stabil dalam hal memperoleh pelanggan, namun rate pertumbuhannya hampir nol, karena ada kemungkinan bahwa kenaikan pendapatan tersebut hanya karena didorong oleh faktor inflasi (pendapatan perusahaan bisa naik karena KDSI menaikkan harga produk-produknya seiring inflasi, bukan karena peningkatan volume penjualan/omzet).
Nah, melihat fakta-fakta diatas, maka sulit untuk menyimpulkan bahwa KDSI ini
layak untuk investasi. However, KDSI tetap dibahas di website ini karena alasan
yang sudah disebut diatas: Dengan PER dan PBV yang masing-masing tercatat 4.0
dan 0.4 kali pada harga Rp369 per saham, maka KDSI ini sangatlah murah.
Berdasarkan pengalaman, saham yang murah secara absolut (PBV-nya dibawah 1 kali,
apalagi cuma 0.4 seperti KDSI ini) bisa naik bahkan melompat sewaktu-waktu jika
laporan keuangannya menunjukkan peningkatan ekuitas atau laba bersih yang
signifikan, katakanlah naik sampai 100% (dua kali lipat).
Dan karena KDSI baru saja meningkatkan kapasitas produksi kotak kertas
kartonnya menjadi hampir dua kali lipat pada tahun ini, maka kemungkinan bahwa
laba perusahaan bisa melompat sewaktu-waktu memang terbuka lebar, entah itu di
Kuartal III nanti, atau periode berikutnya lagi. Okay, lompatan tersebut memang
belum terjadi sejauh ini, dan itu sebabnya sahamnya pun belum kemana-mana (dan
juga tidak likuid). Namun karena disisi lain saham KDSI ini juga sudah tidak
bisa turun lebih rendah lagi bahkan jika nanti IHSG terkoreksi dalam (karena
sudah kelewat murah, sementara perusahaannya sendiri, meski bukan perusahaan
yang terlalu bagus, namun juga tidak pernah terkena masalah apapun), maka saham
ini cocok bagi anda yang bersedia untuk menunggu untuk bisa memperoleh jackpot suatu waktu nanti, tanpa perlu
khawatir bakal nyangkut. Meski memang, karena masalah likuiditasnya, saham ini
kurang cocok bagi anda dengan dana besar, kecuali jika anda mau membelinya
secara menyicil (lalu kemudian menunggu).
So, wanna test your patience? Sekedar informasi yang mungkin sebagian dari
anda juga sudah tahu, Pak Haiyanto (value
investor kawakan yang seangkatan dengan Om Lo Kheng Hong) juga memegang saham
KDSI sejak cukup lama, yakni sejak tahun 2011 atau mungkin lebih lama lagi,
dalam jumlah yang cukup besar, yakni hampir mencapai 210 ribu lot (per 30 Juni 2014) atau setara Rp7.7 milyar berdasarkan harga Rp369 per saham. Menariknya, jumlah
kepemilikan Pak Haiyanto ini kadang naik dan kadang turun, dimana kalau
sewaktu-waktu saham KDSI naik (sekitar satu setengah tahun lalu KDSI sempat
naik sampai 700-an), maka kepemilikan tersebut akan berkurang, dan kalau saham
KDSI lagi turun seperti sekarang, maka kepemilikan tersebut akan bertambah. Got
the point? Intinya, Pak Haiyanto ini sebenarnya trading juga, hanya saja menggunakan metode value investing dan dengan
jangka waktu yang relatif panjang (ketika beliau ambil saham KDSI, jualnya bisa
satu tahun kemudian). Dan kalau melihat fakta bahwa setiap kali KDSI ini naik
maka kenaikannya selalu lebih tinggi dari sekedar 5 – 10%, maka tampak jelas
bahwa ‘trading’ ala Pak Haiyanto ini, meski membutuhkan kesabaran ekstra dan
juga sedikit repot (karena belinya gak bisa sekaligus, melainkan harus nyicil),
namun senantiasa menghasilkan keuntungan yang tidak sedikit, sementara disisi
lain risikonya nyaris nol!
And that’s what we call, ‘the beauty of value investing’.
PT. Kedawung Setia Industrial, Tbk
Rating Kinerja pada Q2 2014: BBB
Rating Saham pada 369: AA
Pengumuman: Jadwal seminar investasi
saham oleh Teguh Hidayat adalah sebagai berikut: Makassar (20 September 2014),
Jakarta (27 September), dan Semarang (4 Oktober). Keterangan lebih lanjut bacadisini.
Komentar
KDSI akan susah juga terbang jika pak haryanto mau lepas sahamnya saat itu saham berusaha naik :D
Managementnya jg bagus, dari perusahaan Korea
Terimakasih
Dalam Kasus KDSI ini likuidasinya hanya kira" Rp 50 juta.
Jika kita lihat perusahaan KDSI ini cukup konsisten utk menumbuhkan Laba bersihnya dan untuk NIM terus meningkat jika kita pantau dari tahun 2008 dari 1.57% meningkat ke 2.6% di 2013. Dengan TAT 1.6x. Dengan Harga PBV 0.4 yang hampir setara dengan Retained Earningnya, saya setuju dengan Pak Teguh betapa menariknya saham KDSI ini.
Terima Kasih Pak Teguh karena telah berbagi ilmu ke kita. Di tunggu buat video lain nya Pak.