Chitose International

Apa yang terlintas di kepala anda ketika mendengar kata ‘Chitose’? Kalau penulis sih, saya langsung teringat dengan kursi-kursi lipat yang suka ada di acara-acara kondangan. Dan Chitose International (CINT) adalah memang merupakan perusahaan produsen kursi lipat (folding chair) paling terkemuka di Indonesia. Namun pada saat ini CINT tidak hanya membuat kursi lipat saja, melainkan membuat berbagai produk furniture umum untuk dijual ke perusahaan event organizer (untuk mereka sewakan ke acara pernikahan dll), gedung-gedung kantor, residensial, hotel, restoran, sekolah, hingga rumah sakit. Untuk kedepannya perusahaan masih memiliki sejumlah rencana pengembangan usaha, dimana kebutuhan dananya diperoleh dari IPO-nya pada bulan Juni 2014 kemarin.

Sejarah perusahaan dimulai pada tahun 1980, dimana Chitose Manufacturing Japan, sebuah perusahaan kursi lipat asal Jepang, membuka pabrik pertamanya di Indonesia (tepatnya di Cimahi) dibawah bendera PT Chitose Indonesia. Dua puluh tahun kemudian yakni pada tahun 2000, terjadi perubahan kepemilikan perusahaan dimana PT Chitose Indonesia diakuisisi oleh PT Tritirta Inti Mandiri, sebuah perusahaan lokal yang juga merupakan pemilik dari PT Trisula International (TRIS, perusahaan garment asal Bandung), sehingga Chitose berubah status dari perusahaan Jepang menjadi perusahaan lokal, namun nama Chitose tetap dipertahankan sebagai nama perusahaan. Pada tahun-tahun berikutnya, perusahaan terus menjalin hubungan kerja dengan perusahaan-perusahaan Jepang untuk membuat kursi dan meja lipat serta untuk mengekspor produk-produk furniture ke Jepang.


Pada tahun 2012, Chitose mengakuisisi lima perusahaan distributor yang tersebar di Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, dan Denpasar, sehingga perusahaan kini memiliki unit distributor sendiri (sebelumnya Chitose selalu mendistribusikan produk-produknya melalui pihak ketiga). Pada tahun 2013, PT Chitose Indonesia berubah nama menjadi PT Chitose International, dan sukses go public setahun kemudian dengan CINT sebagai kode sahamnya.

Ada beberapa hal yang membuat CINT sangat bisa dipertimbangkan untuk investasi. Pertama, CINT merupakan pemimpin pasar di seluruh jenis produk furniture-nya tanpa terkecuali, selain karena merk ‘Chitose’ merupakan merk kursi lipat paling populer di Indonesia. Berdasarkan data dari lembaga riset Markplus, per tahun 2014, CINT memegang pangsa pasar antara 24 – 38% (terbesar diantara semua kompetitornya) untuk produk-produk kursi dan meja, baik yang bisa dilipat maupun tidak, yang biasa digunakan oleh hotel, restoran, foodcourt, kantor, dan sekolah.

Kedua, CINT mencatatkan track record pertumbuhan yang meyakinkan dalam tiga belas tahun terakhir. Pada tahun 2001, atau setahun ketika manajemen yang baru mengambil alih perusahaan, CINT hanya memproduksi 13 varian kursi dan meja. Tapi sekarang? CINT sudah memiliki lebih dari 300 varian produk! Dan kesemuanya sukses menjadi pemimpin di pasarnya masing-masing. Kesuksesan ini terutama karena perusahaan mampu menjalin hubungan baik dengan perusahaan-perusahaan Jepang dalam hal transfer teknologi (untuk pembuatan kursi) dan juga memiliki pelanggan tetap di Jepang sana. CINT juga sukses dalam hal memasarkan produk-produknya hingga ke pelosok nusantara, dimana pada saat ini perusahaan memiliki kantor-kantor pemasaran yang tersebar di 22 kota besar di Indonesia, dari Medan sampai Jayapura. Jika itu belum cukup, maka sejak beberapa tahun terakhir CINT juga memasarkan produk-produknya secara online, dalam hal ini dengan bekerja sama dengan salah satu toko online termuka di Indonesia, Rakuten (www.rakuten.co.id).

Nah, kalau dibandingkan dengan perusahaan furniture yang satunya lagi, yakni Gema Grahasarana (GEMA), maka CINT memiliki keunggulan dalam hal produk-produknya bisa dibeli secara online. Sementara kalau anda mau beli furniture merk Vivere (merk furniture milik GEMA), maka anda harus datang ke gerai-nya. Harga dari furniture yang dijual CINT juga lebih murah, sehingga pangsa pasarnya otomatis lebih luas dan perputaran barangnya lebih cepat. Pada tahun 2013, CINT mencatatkan inventory turnover sebesar 7.2 kali, yang itu artinya perusahaan bisa memutar persediaan produknya hingga lebih dari tujuh kali dalam setahun. Dan untuk ukuran perusahaan manufaktur, jujur saja, itu adalah angka turnover yang sangat baik.

Dan yang ketiga, jika selama ini perusahaan hanya mengandalkan pabrik satu-satunya yang berlokasi di Cimahi, maka kedepannya perusahaan akan mendirikan satu lagi pabrik baru (masih di Cimahi) untuk menambah kapasitas produksi, dimana kebutuhan dananya diperoleh dari IPO-nya kemarin. Dari IPO-nya tersebut, CINT memperoleh dana sekitar Rp99 milyar, dimana itu sudah cukup untuk memenuhi semua kebutuhan pendirian pabrik baru, mulai dari membeli lahan, konstruksi pabrik serta gudang, pembelian mesin-mesin dan alat-alat berat, dan modal kerja.

Yang menarik disini adalah, jika anda perhatikan, Rp99 milyar bukanlah dana yang terlalu besar untuk ukuran perusahaan yang terdaftar di bursa saham Indonesia. Jadi penulis pribadi cukup terkesan bahwa ‘hanya’ dengan dana segitu perusahaan bisa mendirikan pabrik baru (jadi gak perlu ngutang, sehingga neraca perusahaan praktis menjadi sehat), dan bahkan masih ada sisanya untuk mendirikan ruang-ruang pamer (showroom) dengan konsep flagship shop (toko khusus Chitose, dengan plang nama Chitose yang buessaaaar dan kelihatan dari pinggir jalan) di kantor-kantor pemasaran milik perusahaan di Jabodetabek dan Jawa Timur. Flagship shop ini tentunya diharapkan akan semakin meningkatkan volume penjualan dari produk-produk yang dibuat perusahaan.

Sudah tentu, pabrik baru serta flagship shop tadi baru akan beroperasi nanti, dalam hal ini tahun 2016, karena proses pembangunannya membutuhkan waktu. Namun tanpa mengharapkan pabrik baru tersebut sekalipun, track record pertumbuhan kinerja CINT dalam lima tahun terakhir cukup mengesankan. Berikut datanya, angka dalam milyaran Rupiah. Perhatikan nilai pendapatan CINT yang setiap tahunnya selalu jauh lebih besar dibanding nilai ekuitas perusahaan:

Tahun
2009
2010
2011
2012
2013
Ekuitas
40
45
58
71
185
Pendapatan
210
224
239
254
288
Laba Bersih
13
18
20
23
42

Yang perlu dicatat disini adalah, laba CINT senantiasa meningkat dalam lima tahun terakhir ketika volume produksi kursi dan mejanya sama sekali tidak bertambah. Pada tahun 2008, CINT memproduksi 1.22 juta unit furniture berbagai jenis. Dan lima tahun kemudian yakni pada tahun 2013, volume produksi tersebut malah turun sedikit menjadi 1.18 juta unit. Hal ini karena satu-satunya pabrik milik perusahaan hanya memiliki kapasitas produksi maksimal 1.3 juta unit per tahun.

Jadi menarik untuk melihat nanti ketika CINT memperoleh tambahan kapasitas produksi dari pabriknya yang baru, dimana jika ketika itu pasar furniture masih bagus seperti saat ini, maka pendapatan serta laba perusahaan seharusnya akan melonjak signifikan. Margin laba perusahaan juga menjadi lebih baik sejak tahun 2012, setelah CINT memiliki distributornya sendiri.

Okay, lalu bagaimana dengan sahamnya?

Pasca IPO, nilai ekuitas CINT akan menjadi kurang lebih Rp280 milyar. Dengan market cap Rp348 milyar pada harga Rp348 per lembar saham (jumlah saham beredar perusahaan adalah persis 1 milyar lembar) maka CINT mencatat PBV-nya adalah 1.2 kali. Actually, ini harga yang sangat murah untuk perusahaan yang punya nama besar, memiliki perputaran bisnis yang cepat (jadi gampang jualannya), dan memiliki rasio keuntungan yang sangat besar (rata-rata ROE-nya diatas 25%). Penulis tidak tahu kenapa kok CINT ini nggak terbang dan hanya naik sedikit setelah dia IPO-nya, tapi yang jelas ini menjadi kesempatan bagi kita sebagai bargain hunter.

Satu-satunya risiko yang mungkin anda tanggung kalau anda invest di CINT ini adalah ketergantungan perusahaan terhadap baja jenis stainless steel untuk bahan baku pembuatan kursi dan meja. Dan harus diakui, perusahaan mencatatkan peningkatan keuntungan yang signifikan dalam dua tahun terakhir karena harga baja itu sendiri sedang turun. Selain itu kalau anda perhatikan saham GEMA sebagai sesama perusahaan furniture, maka GEMA juga relatif murah tapi toh nggak naik-naik juga, selain sahamnya sendiri tidak likuid (CINT juga kemungkinan tidak akan likuid).

However, undervalue is undervalue. Seperti halnya GEMA yang, meski belum naik, tapi juga sulit untuk turun karena sudah murah, maka demikian pula halnya dengan CINT. Dan jika laporan keuangan terbaru CINT nanti masih mencatatkan kinerja yang sama baiknya seperti periode sebelumnya, maka sahamnya pun tidak akan butuh waktu lama untuk take off. We’ll see.

PT Chitose International, Tbk
Rating Kinerja pada 2013: AAA
Rating Saham pada 348: A

NB: Anda bisa men-download prospektus lengkap CINT disini.

Komentar

Yanto Bway mengatakan…
Wah, baru dibahas, pagi ini harganya sudah lari....
Sayang kemarin masih banyak pertimbangan.
Saya nantikan analisa fundamental emiten lainnya.
Terima kasih Pak Teguh
Reksa mengatakan…
Kalau untuk valuasinya sendiri, berapa harga wajar CINT, mas Teguh?
Anonim mengatakan…
PAK Teguh,terima kasih atas pembahasan-pembahasan Fundamental yang begitu menarik dan enak dibaca.,bisa dibahas mengenai perusahaan PT.Radiant Utama Interinsco ( RUIS )..?

Terima Kasih.
Anonim mengatakan…
Indospring dong pak Teguh. Thx
silverant mengatakan…
Hebat pengaruh Pak Teguh terhadap harga saham ya... :)

Sukses buat Pak Teguh :)
Unknown mengatakan…
Trims utk bahasan Saham chitose yg jelas&akurat
Yudi mengatakan…

pak teguh menurut saya alasan mengapa CINT tidak terbang setelah ipo, pertama2 kita perhatikan data2 dibawah ini

1. Dari pak teguh pendapatan dari tahun 2009-2012 kenaikan pendapatan hanya sekitar 6,2-6,6%. Dengan pertumbuhan pendapatan 6,6% tidak mencerminkan perusahaan yang sedang tumbuh dan butuh dana untuk expansi. Pertumbuhan pendapatan 6,6% lebih mirip perusahaan yang sdh mature. Pertumbuhan pendapatan 6,6% ini lebih rendah dari inflasi sehingga bisa disimpulkan kenaikan pendapatan disebabkan kenaikan harga jual produk, bukan disebabkan karena meningkatnya volume penjualan.

2. Saat harga jual produk dinaikan pendapatan naik, kemudian CINT menekan beban usaha dari thn 2010-2012 , pertumbuhan beban usaha nyaris 0 %. Net income pun naik signifikan begitupun dengan ROEnya dari 2009-2012 selalu diatas 30% . Bisnis dengan menekan pertumbuhan beban usaha sampai ke level 0% tidak akan bertahan lama, ada batas dimana beban pokok penjulan tidak bisa ditekan terus menerus akibatnya utk thn 2012-2013 beban usaha naik 43%. Mesikpun penjualan naik 13,8% labanya hanya naik 1 miliar atau 5,1%.

3.laba bersih tahun 2013 :42 seperti yang tertulis di blog pak teguh itu didukung laba akuisisi. Jika kita melihat laba dari aktivitas operasi makan labanya hanya 24. Ekuitas 2012:71 ke 2013 :185 meningkat 160% sudah jelas kenaikan ini bukan di sebabkan laba 2012 dijadikan modal 2013. Melainkan disebabkan oleh pendapatan komprehensif (pendapatan yang tidak diakui dalam penjabaran lap laba rugi misal surplus revaluasi aset)yang dijadikan ekuitas untuk 2013.. Karena ekuitas naik 160% sementara penjulan tumbuh secuil, beban usaha tumbuh drastis sekitar 43% sehingga epsnya tumbuh secuil juga yaitu 24 maka ROEnya hanya 12,9%.

4. Thn 2014 perusahaan IPO maka ekuitasnya naik lagi dari 185 menjadi 290. Pendapatan kuartal ke 2 2014 lagi2 hanya naik 6%. Kali ini CINT tidak lagi menekan beban usaha tapi melainkan beban pokok penjualan yang ditekan CINT sampai minus 2,9%. Labapun menjadi 15,8 m naik sekitar 16,1% dari kuatal 2 thn 2013. Jika kita setahunkan laba ini maka labanya 31,6 m : 290 maka ROEnya hanya 10,8%.

Kesimpulan : Wajar saja setelah ipo harga CINT tidak langsung terbang dikarena
1. kinerja penjulan tidak bagus, labanya didapat dengan menekan beban tanpa didukung peningkatan volume penjulan .
2. Perlu waktu untuk mengubah dana IPO untuk menghasilkan laba. Contoh samapai sekarang dana IPO smbr masih dalam bentuk deposito , entah kapan dana itu baru digunakan untuk membangun pabrik .
3. Dengan harga saham 350 pbv 1,2 ROE 10,8%. PER 11%. Sepertinya sudah mahal untuk saat ini meningat kinerja penjualan ditahun2 sebelumnya tidak bagus. Jika CINT membangun pabrik baru , produksi meningkat tapi kalau volume menjualan tidak meningkat akan percuma saja. Jika pendapatan komprehensif dimasukan ke laporan keungan tahun2 sebelumnya makan ROE CINT tahun2 sebelumnya sudah tidak diatas 30% lg jadi kinerja CINT dari sisi roe beberapa tahun ini juga tidak bisa dibilang bagus..
Disiapkan mengatakan…
CINT bagus ni laporan keuangannya, tp harga saham nya roler koster :D
Unknown mengatakan…
artikel yg bagus sekali
Unknown mengatakan…
punya LKT atau Annal Report dari CINT untuk tahun 2013 nggak ?
aluzia_store mengatakan…
Maaf saya mau bertanya mengenai siapa pendiri pertama CHITOSE asal muasal nama nya.. ????

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?