Bukit Asam (PTBA)
Pada hari ini, Jumat tanggal 25 Juli 2014, mulai terdapat banyak emiten yang
merilis laporan keuangannya untuk periode Kuartal II 2014, baik itu melalui
website BEI maupun koran. Sayangnya sebagian besar diantara mereka mencatat
kinerja yang mengecewakan, jika ukurannya adalah laba bersihnya yang tumbuh
negatif alias turun. Meski demikian ada satu emiten yang mencuri perhatian
karena kenaikan labanya yang menonjol, yakni lebih dari 30%, dan emiten itu
adalah PT Bukit Asam (PTBA).
Perusahaan batubara ini mungkin mewakili kinerja sektor batubara secara
keseluruhan yang memang mulai menggeliat kembali pada tahun 2014 ini, setelah
dua tahun sebelumnya cenderung lesu. Prospek kedepan?
PTBA mungkin boleh dikatakan sebagai perusahaan tambang batubara tertua di
Indonesia. Sejarah perusahaan sudah dimulai sejak tahun 1876 (138 tahun yang
lalu) ketika Pemerintah Hindia Belanda membuka tambang batubara, mungkin yang
pertama di Indonesia, di Ombilin, Sumatera Barat. Pada tahun 1919 Pemerintah
Hindia Belanda membuka tambang batubara keduanya di Tanjung Enim, Sumatera
Selatan. Hingga berpuluh-puluh tahun kemudian, termasuk setelah Indonesia
merdeka, kegiatan usaha tambang tersebut dilakukan tanpa payung hukum
perusahaan. Namun akhirnya pada tahun 1981, PTBA resmi berdiri sebagai
perusahaan milik pemerintah (BUMN) di bidang tambang batubara. Pada tahun 1990,
satu lagi perusahaan BUMN milik pemerintah, yakni PU Tambang Batubara, dimerger
dengan PTBA, sehingga PTBA kemudian menjadi satu-satunya BUMN di bidang
batubara, hingga saat ini.
PTBA go public sejak tahun 2002, dan sejak saat itu perusahaan terus tumbuh
berkembang hingga memiliki beberapa unit usaha sebagai berikut:
- Tambang batubara, yang tersebar di empat
lokasi yakni Peranap, Ombilin, Tanjung Enim (semuanya di Sumatera), dan
Samarinda (Kalimantan Timur). Total cadangan batubara yang dimiliki
perusahaan adalah hampir 2 milyar
ton (dan masih bisa meningkat seiring dengan dilanjutkannya pekerjaan
eksplorasi), menjadikan PTBA sebagai perusahaan tambang batubara terbesar
kedua di Indonesia dari sisi volume cadangan batubara, setelah Bumi
Resources (BUMI). Mayoritas cadangan batubara tersebut terkonsentrasi di
Tanjung Enim.
- Perdagangan batubara
- Pembangkit listrik, yang berlokasi di tambang
batubara di Tanjung Enim
- Logistik, dalam hal ini jaringan rel kereta
api milik sendiri yang menghubungkan lokasi tambang batubara Tanjung Enim
dengan pelabuhan di Lampung dan Palembang, dan
- Tambang gas metana (coal bed methane). Yang disebut terakhir ini boleh dibilang, kalau di Indonesia, cuma perusahaan yang punya.
PTBA adalah salah satu perusahaan batubara dengan posisi keuangan paling
sehat di BEI, dimana perusahaan hampir tidak memiliki utang kecuali utang
usaha, dan ekuitasnya pun senantiasa bertumbuh dari tahun ke tahun, padahal
perusahaan cenderung royal dalam membagikan dividen, yakni sekitar 50 – 60%
dari perolehan laba bersih perusahaan setiap tahunnya. Boleh dibilang
perusahaan diuntungkan karena sejak awal sudah menempati lokasi tambang
batubara paling ‘berisi’ di Sumatera (atau bahkan di dunia), yakni Tanjung
Enim, sehingga biaya yang perlu dikeluarkan perusahaan hanyalah untuk
eksplorasi saja. Hal ini berbeda dengan banyak perusahaan batubara swasta yang
harus mengeluarkan biaya yang mahal jika mereka hendak memperoleh ‘spot’
tambang yang bagus. Ketika perusahaan menambah portofolio tambangnya dengan
mengakuisisi tambang batubara di Peranap dan Samarinda (tambang Ombilin juga
sudah dipegang sejak awal), maka itu karena perusahaan punya surplus dari hasil
operasional Tanjung Enim. Actually, hanya dengan memegang Tanjung Enim saja,
PTBA sudah merupakan salah satu perusahaan batubara terbesar di Indonesia,
bahkan dunia.
Karena itulah, mayoritas pengembangan usaha yang dikerjakan perusahaan
selama ini difokuskan di tambang Tanjung Enim. PTBA adalah satu dari sedikit
perusahaan batubara di Indonesia yang punya jaringan rel kereta api milik
sendiri (dengan bekerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia), dan juga memiliki fasilitas coal
bed methane (dan juga pembangkit listrik, tapi kalau pembangkit listrik sih
perusahaan batubara yang lain juga banyak yang punya). Kadang-kadang penulis
berpikir bahwa perusahaan seharusnya bisa memanfaatkan posisinya sebagai
pemilik salah satu tambang batubara terbesar untuk berbuat lebih banyak,
katakanlah menjadi salah satu pengendali harga batubara di pasar internasional
sehingga kinerja PTBA tidak lagi tergantung pada fluktuasi harga batubara.
However, manajemen PTBA tidak sehebat itu, dimana mereka lebih suka
menghabiskan laba bersih untuk membayar dividen ke pemegang saham ketimbang
menggunakannya untuk membangun proyek pengembangan usaha tertentu (PTBA terus
membangun pembangkit listrik baru dan meningkatkan kapasitas jaringan kereta
apinya, tapi ya selama beberapa tahun terakhir ini hanya itu saja yang mereka
lakukan). Meski demikian jika dibandingkan dengan beberapa perusahaan batubara
raksasa lainnya di tanah air, maka PTBA ini sangat layak investasi karena
perusahaannya bebas hutang dan bermain di ‘lahan basah’, yakni Tanjung Enim
tadi. Jika nanti harga batubara kembali tembus US$ 100 per ton, maka PTBA juga
akan dengan mudah mencatat kinerja super lagi.
Sedikit informasi, meski perusahaan merupakan pemilik dari salah satu
cadangan batubara terbesar di dunia, namun volume produksi PTBA sejauh ini
hanya sekitar 12 juta ton per tahun, jauh lebih rendah dibanding Adaro Energy
(ADRO) sebesar 53 juta ton, dan Bumi Resources (BUMI) 80 juta ton. PTBA
sebenarnya mentargetkan untuk bisa memproduksi batubara hingga 50 juta ton per
tahun sejak beberapa tahun lalu, namun sampai sekarang hal itu belum
terealisasi (tapi mungkin juga sengaja ditahan dulu, karena harga batubara kan
lagi murah-murahnya sepanjang tahun 2012 – 2013 lalu, jadi ngapain juga gali
banyak-banyak?). Jika melihat fakta bahwa PTBA merupakan perusahaan batubara
dengan margin laba terbaik di BEI (margin laba bersih terhadap pendapatan
mencapai 17%, sementara perusahaan batubara lain paling tinggi hanya 10 – 11%),
ditambah dengan kemungkinan bahwa volume produksi batubaranya bisa ‘melompat’
sewaktu-waktu jika nanti harga batubara pulih, maka ya.. mau bilang apa lagi?
Perusahaan ini sangat menarik untuk investasi.
Kemudian bagaimana dengan sahamnya?
PTBA adalah salah satu saham berfundamental terbaik di bursa, sehingga
selama ini valuasinya tidak pernah benar-benar murah, melainkan hampir selalu
premium. Pada tahun 2011 lalu dimana industri batubara sedang jaya-jayanya, PBV
PTBA sempat mencapai lebih dari 7.0 kali. Sementara pada harga sahamnya saat
ini yakni 11,450, PBV tersebut tercatat 3.5 kali, dengan PER 10.8 kali (sebagai
perusahaan mature dan mapan, valuasi
PTBA juga bisa dilihat dari PER-nya). Penulis terus terang masih agak ragu
dalam menanggapi apakah PBV 3.5 kali ini masih layak buy atau tidak, karena
angka tersebut tentu saja tidak bisa dikatakan rendah, tapi dimasa lalu PBV
PTBA hampir selalu terjaga di level 4 – 4.5 kali. Dan dengan perkembangan
kinerja terbaru yang boleh dibilang paling menonjol bahkan diantara sesama
perusahaan batubara itu sendiri, plus secara teknikal dia juga tampak mulai
uptrend, maka praktis PTBA ini menjadi satu-satunya pilihan bagi investor
penyuka saham-saham batubara. Jika anda sudah memegangnya sejak awal maka
disarankan untuk hold.
Kalau ada hal yang mungkin bisa membuat PTBA ini turun adalah jika IHSG
turun. Seperti yang sudah disebut diatas, kinerja para emiten di Kuartal II
2014 tidak begitu bagus, sehingga posisi IHSG pada saat ini kurang didukung oleh
faktor fundamental kecuali hanya karena asing terus masuk setelah Jokowi menang
Pilpres. Namun jika nanti indeks turun, maka PTBA ini juga mungkin akan turun
sampai 9,500 – 10,000, dimana pada harga itulah PTBA terbilang sangat ideal
untuk dibeli untuk kemudian biarkan saja sampai akhir tahun. Well, kita lihat
nanti bagaimana perkembangannya.
PT Bukit Asam (Persero), Tbk.
Rating Kinerja pada Semester I 2014: AAA
Rating Saham pada 11,450: A
NB: Penulis membuat buku yang berisi kumpulan analisis dan rekomendasi
saham-saham pilihan berdasarkan kinerja perusahaan di kuartal II 2014. Anda
bisa memperolehnya disini.
Komentar
Untuk masalah logistik,PTBA masih belum punya rel kereta api sendiri melainkan menggunakan infrastruktur KAI.Rencananya Bukit Asam Transpacific Railway yang masih dalam tahap akuisisi lahan akan menambah kapasitas angkut produksi PTBA.
Untuk masalah mengendalikan harga batu bara,PTBA tidak seperti TINS yang mendominasi produksi. Penghasil batu bara di Indonesia dan dunia cukup banyak. Namun PTBA sudah berusaha mengatasinya dengan memasukkan produknya di pasar berjangka sehingga harga jualnya berdasarkan harga pasar di pasar berjangka Indonesia.Minimal hal ini akan menguatkan posisi PTBA sebagai market leader di pasar batu bara.
Saya pernah berdiskusi dengan Pak Sukrisno (mantan dirut PTBA) dan Pak Milawarma (dirut PTBA saat ini),untuk kapasitas angkut memang diutamakan KAI dulu yang selesai karena infrastruktur awalnya sudah ada jadi lebih mudah. Untuk BATR akan terus dikembangkan namun tidak mau cepat2 karena harga batu bara yang masih murah.Selain itu di saat batu bara tertekan,yang paling diutamakan adalah efisiensi biaya. Beberapa diantaranya adalah menghilangkan biaya penambahan lahan baru,memproduksi sparepart di bengkel PTBA sendiri, dan PLTU internal. Berkat tindakan2 tersebut,PTBA bisa menjadi perusahaan batubara dengan NPM paling bagus di antara perusahaan batu bara lainnya.
Selain itu,menurut saya PTBA adalah perusahaan yang sudah sangat bagus dan saking bagusnya,manajemen ongkang2 kaki tetap saja untung. Karakter perusahaan seperti ini yang disukai oleh Warren Buffet,yaitu perusahaan yang sedemikian bagusnya sehingga jika pimpinan perusahaan melakukan kesalahan yang fatal,perusahaan masih bisa menghasilkan keuntungan. Namun saya percaya bahwa manajemen PTBA berusaha sebaik mungkin memberikan yang terbaik untuk pemegang sahamnya,terbukti dengan laba semester ini yang naik cukup banyak dan NPM yang paling bagus dibandingkan pesaing lainnya.
@Anonim:harga PTBA lama saya 2050 dan sudah lunas dari dividennya.Lalu untuk PTBA saya yang baru saja beli rata-rata di harga 12 ribu dan belum lunas.
Bro' Tatsuya/Bung Teguh, seberapa besar potensi laba dari Pembangkit listrik?
saya pernah baca, katanya cost/modal lebih besar dari laba?
Untuk NPM tertinggi, saya setuju, tapi untuk 'gairah' ekspansi mungkin lebih luwes perusahaan swasta
kalo tentang HRUM energy bagaimana Pak? ada saran/ masukan untuk emiten ini?
Break new low terus..
Salam,
AS
mohon inputnya
thanks