Jokowi - JK: Confirmed!
Salah satu isu terpenting setelah majunya Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden adalah tentang siapa
tokoh yang akan dipilih sebagai calon wakil presidennya. Dan setelah
berkali-kali ditunda, hari ini akhirnya diumumkan bahwa tokoh tersebut adalah Jusuf Kalla atau JK. Kebetulan, jika melihat track recordnya yang sangat baik selama
menjadi wakil presiden RI pada periode 2004 – 2009, JK adalah tokoh yang memang
diinginkan oleh pasar. Alhasil sejak jumat kemarin dan juga berlanjut pada hari
ini, IHSG melompat naik dan sekarang sudah berada di level 5,000-an kembali.
Pertanyaannya tentu saja, what’s next?
Pada artikel berjudul Jokowi,
ARB, atau Prabowo?, penulis mengatakan bahwa dari tiga calon presiden yang
ada, hanya Jokowi yang kemungkinan akan membawa dampak positif bagi pasar saham
termasuk IHSG andaikata ia yang terpilih sebagai Presiden. However, perolehan
suara PDI-P di Pemilu Legislatif yang tidak sampai 20% menyebabkan Jokowi harus
berkoalisi dengan partai-partai lain, yang itu berarti Jokowi tidak bisa memilih
wakil presidennya sendiri, seperti yang dilakukan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono ketika memilih Boediono sebagai wakil presiden di tahun 2009.
Masalahnya tentu, bagaimana jika wakil presiden itu merupakan figur yang tidak
disukai pasar? Termasuk, beberapa waktu lalu sempat mencuat isu bahwa wakil
presiden tersebut adalah Puan Maharani, atau bahkan Aburizal Bakrie (yang
setelah menyadari bahwa elektabilitasnya rendah, ARB kini tidak keberatan kalau
hanya jadi cawapres).
Tapi untunglah, akhirnya tetap JK yang terpilih, meski itu artinya yang
bersangkutan harus keluar dari Golkar karena ARB sebagai Ketua Umum Golkar secara
jelas menyatakan bahwa Partai Golkar hanya boleh mendukung dirinya entah
sebagai capres ataupun cawapres.
Sekilas, pasangan Jokowi-JK ini akan menang mudah bahkan meski tidak
memperoleh dukungan dari partai besar yang satunya lagi, yakni Golkar. Namun
ancaman terbesar tentu datang dari pasangan capres-cawapres yang satunya lagi: Prabowo – Hatta. Kalau anda perhatikan,
terlepas dari Hatta Radjasa yang tampaknya bukan siapa-siapa, elektabilitas Prabowo
terus meningkat dalam beberapa waktu terakhir ini, dan itu bukan tanpa alasan. Salah
satu masalah pada kubu Jokowi adalah fakta bahwa berbeda dengan Prabowo yang
merupakan orang nomor satu di Partainya, Jokowi hanyalah seorang kader partai di
PDI-P, dimana posisinya jauh dibawah pimpinan partai, yakni Megawati.
Dan bisakah anda bayangkan, Indonesia dipimpin oleh seorang Presiden yang
masih punya pimpinan lagi diatasnya? Setelah keluar dari Golkar, JK otomatis
bukan lagi bawahan dari ARB atau siapapun, sehingga ia merupakan pihak yang
independen. Sementara Jokowi? Well, beliau adalah, suka atau tidak, merupakan
bawahan dari Megawati. Penulis pribadi tidak begitu peduli soal ini, namun bagi
beberapa orang, ini adalah masalah yang tidak bisa diabaikan. Ada banyak
pendukung Jokowi yang kemudian pindah mendukung Prabowo setelah Megawati
sendiri menegaskan bahwa Jokowi hanyalah seorang ‘petugas partai.’
Sementara Prabowo, dari berbagai kampanyenya jelas menunjukkan bahwa ia adalah
calon Presiden yang kuat, berwibawa, dan tidak bisa diatur-atur oleh siapapun.
Dan bagi sebagian orang ini adalah kriteria pemimpin yang ideal, yang justru
tidak ada pada diri Jokowi.
Intinya sih, hasil Pilpres pada Juli (jadinya Juli, bukan September) nanti sama
sekali tidak bisa diprediksi dimana Prabowo jelas masih memiliki peluang,
tinggal bagaimana ia dan timnya mampu memanfaatkan sisa waktu yang ada untuk
kampanye dll. Pasangan capres-cawapres yang satunya lagi, yakni ARB – Pramono Edhie (jika memang jadi
dimajukan), mungkin saja bisa menjadi faktor penentu dimana jika Pilpres-nya
berlangsung dua putaran, maka peluang Jokowi akan menjadi lebih kecil lagi jika
ARB kemudian bergabung dengan kubu Prabowo (dan kemungkinannya memang demikian,
sebab jika dilihat dari sejarahnya, Golkar sulit sekali berkoalisi dengan PDI-P,
sementara Prabowo dulunya adalah kader Golkar).
Lalu bagaimana dengan IHSG?
Setelah JK resmi menjadi cawapres bagi Jokowi, asing kembali berebut masuk
ke bursa, sehingga jumlah dana asing yang masuk ke BEI pada saat ini sudah
menembus Rp40 trilyun, atau terbesar sepanjang sejarah mengingat
jumlah dana asing terbesar yang masuk ke pasar saham Indonesia adalah Rp32.6
trilyun pada tahun 2007, dan faktanya sekarang baru bulan Mei. Hal ini tentu
menimbulkan sedikit kekhawatiran karena kalau asing ini keluar separuhnya saja,
maka IHSG dalam jangka pendek akan langsung turun. IHSG sendiri sejauh ini
sudah naik 18% dihitung sejak awal tahun 2014, atau tertinggi sejak kenaikan
46.1% pada tahun 2010. Jadi yap, pada saat ini pasar memang sedang dalam
kondisi yang optimis dalam menyambut calon pemimpin baru.
Tapi bagaimana kedepannya? Atau paling tidak hingga akhir tahun 2014 ini? Diluar
faktor euforia Pilpres, yang mungkin bisa kita cermati adalah bahwa pada
Kuartal I 2014 kemarin, perusahaan-perusahaan papan atas di BEI (saham-saham
bluechip) mencatatkan kinerja yang terbilang baik meski pada tahun 2013 lalu
Indonesia dihantui oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi. Sementara dua sektor
yang menjadi primadona pasar di masa lalu namun justru menjadi penghambat
kenaikan IHSG dalam dua tahun terakhir, yakni sektor tambang batubara dan
perkebunan kelapa sawit, pada tahun 2014 ini mulai menunjukkan perbaikan, dan
saham-saham batubara sejauh ini juga mulai bergerak naik menyusul saham-saham
perkebunan kelapa sawit yang sudah naik sebelumnya. Kemudian sektor properti,
meski kinerjanya banyak yang turun pada awal tahun 2014 ini, namun karena sejak
awal saham-saham di sektor ini rata-rata masih murah, maka hal ini tidak
menyebabkan saham-saham properti menjadi turun (sektor properti sejak awal
tahun 2014 sudah naik 32.3%, tertinggi dibanding sektor-sektor lainnya). Dan
sektor konstruksi, kinerjanya pada tahun 2014 ini relatif masih baik, dan
ditambah dengan outlook jangka panjangnya yang juga masih baik seiring dengan
banyaknya proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia, maka alhasil
saham-saham di sektor ini juga langsung naik lagi (tapi mereka jadinya mahal
lagi).
Kesimpulannya, terlepas dari euforia Pilpres yang lagi ramai belakangan
ini, kinerja para emiten memang mendukung IHSG untuk naik tinggi, dan memang
IHSG, seperti sudah disebut diatas, sejauh ini sudah naik 18% sejak awal tahun.
Untuk naik lebih tinggi lagi sebenarnya mungkin saja, mengingat euforia Pilpres
yang terjadi pada saat ini kemungkinan akan bertahan hingga Pilpres-nya itu
sendiri digelar pada Juli nanti, apalagi jika Jokowi akhirnya benar-benar
terpilih sebagai Presiden.
Namun secara historis, IHSG selalu mengalami koreksi minimal setahun sekali
dimana bulan Mei dan seterusnya merupakan periode yang rawan terjadi koreksi
tersebut. Kalau pada tahun 2010 dan 2012 koreksi IHSG terjadi pada bulan Mei,
maka pada tahun 2011 koreksi tersebut terjadi pada bulan Agustus, dan pada
tahun 2013 terjadi pada bulan Juni. Tahun 2014 ini mungkin akan jadi
pengecualian dimana cerita ‘Sell in May and Go Away’ ternyata tidak terjadi, tapi
itu berarti pertanyaan selanjutnya adalah, kapan koreksi tersebut akan terjadi?
Tapi kapanpun koreksi itu akan terjadi, atau malah tidak terjadi sama
sekali, namun itu seharusnya tidak jadi masalah karena toh pada akhirnya indeks
akan terus naik dalam jangka panjang. Namun satu hal yang mungkin perlu dicatat
disini adalah, disadari atau tidak, Pemerintahan Presiden SBY sepanjang 10
tahun terakhir (2004 – 2014) telah sukses membawa IHSG untuk naik hingga lima kali lipat, dari 1,000-an pada
awal tahun 2004 menjadi sekarang sudah tembus 5,000-an, dimana kenaikan
tersebut memang sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional, dan itu bahkan sudah
termasuk periode krisis tahun 2008. Dan penulis kira akan sulit bagi Presiden
berikutnya nanti, entah itu Jokowi ataupun Prabowo, untuk bisa mencatatkan
prestasi yang serupa dengan membawa IHSG naik hingga 400% dalam sepuluh tahun. Jangan
salah, berbagai kinerja cemerlang yang dicapai oleh Astra International dkk,
itu semua tidak akan terealisasi jika kondisi perekonomian nasional itu sendiri
morat marit bukan?
Nah, sebenarnya untuk minggu ini penulis hendak menulis analisis saham atau
materi edukasi investasi seperti biasa, namun cerita soal Pilpres ini memang
terlalu menarik untuk tidak dibicarakan termasuk oleh kita semua sebagai
investor saham. So, dengan ini penulis hendak melakukan survei kecil, dimana
anda bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
- Menurut anda siapa yang akan memenangkan
Pilpres nanti? Apakah Jokowi atau Prabowo? Atau malah ARB?
- Kemudian, bagaimana kira-kira reaksi pasar
terhadap kemenangan Jokowi/Prabowo?
- Dan dalam jangka panjang, let say lima tahun kedepan, bagaimana kira-kira kinerja presiden baru kita nanti terhadap perekonomian nasional?
Update: Di saat-saat terakhir, Golkar resmi merapat ke Gerindra! Dengan demikian Pilpres mendatang bisa dipastikan akan menjadi pertarungan antara Jokowi vs Prabowo saja, dan kali ini kekuatan kedua kubu cenderung imbang, bahkan Prabowo sedikit lebih unggul karena didukung oleh enam parpol, sementara Jokowi hanya empat. Well, semakin seru saudara-saudara!
Komentar
2. Reaksi pasar akan pasti euforia seperti sekarang cuma akan ditakutkan naik cepet turun pasti cepet, berharap pasar tidak terlalu gegabah dengan euforia karena efek sampingnya yang tidak bisa kita perkirakan.
3. Untuk kelima tahun kedepan saya optimis perekonomian indonesia akan membaik dan akan memecahkan rekor sebelumnya. Saya percaya kabinet yang ditentukan Presiden bukan bagi-bagi kursi seperti dulu.
1. Berharap yg terbaik - Jokowi. Meski ada banyak faktor yg tidak menguntungkan beliau, apapun itu, misalnya hanya kader partai, dana kampanye , dll. RAKYAT harus fokus ke jati diri Jokowi yang jujur, baik, dan pro-ekonomi dan rakyat! Apakah Indonesia masih ingin dikuasai dan diperintah oleh pemimpin yg diktator dan korupt selamanya??
2. Sperti yang telah banyak di ulasan2 sebelumnya, market euphoria akan kembali lagi
3. Trend market akan mulai lebih stabil dan naik sejalan dengan perkembangan kemajuan pemerintahan. Indonesia kaya akan segalanya, tapi hanya akan maju dan kaya bila hanya dipimpin orang yg benar!
Dan wb.
Klo ihsg turun, kita pungutin
Klo ihsg naik sampai bubble kita lepas.
Fear and greed ratio.
Siapapun presidennya ga masalah. Efek apapun yang ditimbulkan, gak masalah.
Klo cuma tebak2. Saya tebak jokowi menang 50-60%