Jokowi, ARB, atau Prabowo?

Setelah menunggu sekian lama, tanggal 9 April kemarin rakyat Indonesia akhirnya melaksanakan Pemilu legislatif, dan seperti biasa hasil dari Pemilu tersebut bisa langsung diketahui tak lama kemudian. Berdasarkan data dari quick count, terdapat tiga partai pemenang untuk Pemilu kali ini, yakni PDI-P, Golkar, dan Gerindra. Para kader dari partai yang kalah sudah tentu akan mengatakan bahwa ini baru merupakan hasil dari quick count, dan bahwa kita masih harus menunggu perhitungan resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun berdasarkan pengalaman dari pemilu-pemilu sebelumnya (termasuk juga pilkada), hasil quick count ini tidak akan berbeda jauh dengan hasil perhitungan resmi, dimana posisi tiga besar diatas kemungkinan tidak akan berubah.

Bagi investor di pasar saham, partai manapun yang menang mungkin nggak ngaruh. Namun dari hasil Pemilu ini kita kemudian bisa mengira-ngira, siapa yang akan jadi Presiden Republik Indonesia, dimana berdasarkan peraturan dari Mahkamah Konstitusi, sebuah partai hanya bisa mengajukan calon presiden jika memperoleh suara minimal 25% dalam Pemilu Legislatif, dan/atau 20% kursi di DPR. Jika syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi, maka partai tersebut harus berkoalisi dengan partai lain agar jumlah suaranya menjadi genap 25%, atau jumlah kursinya di DPR menjadi 20%.

Kemudian berdasarkan hasil quick count versi Lingkaran Survei Indonesia (LSI), posisi tiga besar partai pemenang Pemilu ditempati oleh PDI-P dengan 19.7% suara, Golkar dengan 15.0% suara, dan Gerindra dengan 11.8% suara. Ini artinya, meski ketiga partai diatas harus mencari dukungan dari partai lain untuk menggenapkan jumlah suara agar bisa mengikuti piplres, namun pilpres mendatang hampir pasti akan diikuti oleh tiga orang peserta calon presiden, yakni Joko Widodo, Aburizal Bakrie, dan Prabowo Subianto.

Nah, pertanyaannya sekarang, bagaimana kira-kira reaksi pasar saham jika salah satu dari Jokowi, ARB, atau Prabowo yang menjadi presiden? Untuk membahas hal tersebut, mungkin kita bisa memulainya dari profil dari tiap-tiap capres, tentunya dilihat poin-poin yang ada hubungannya dengan perkembangan pasar modal.

Joko Widodo (Jokowi)

Jokowi bukanlah orang pasar modal, melainkan hanya seorang pengusaha meubel yang biasa-biasa saja, sebelum kemudian terjun ke dunia politik pada tahun 2005 sebagai Walikota Solo/Surakarta. Sebagai walikota, Jokowi sukses membawa Kota Solo menjadi kota yang tertib dan bahkan menarik perhatian dunia internasional, karena ia adalah satu-satunya Walikota di Indonesia yang bisa menertibkan pedagang kaki lima tanpa kekerasan, belum termasuk prestasi-prestasi lainnya. Berkat pencapaiannya tersebut, pada tahun 2010 Jokowi kembali terpilih sebagai Walikota Solo dengan persentase suara yang mencapai 90.1%, yang menjadi rekor perolehan suara tertinggi hingga saat ini.

Di periode keduanya sebagai Walikota Solo, Jokowi kembali melanjutkan pekerjaannya sebagai walikota dengan sama baiknya, dan namanya pun mulai populer di tingkat nasional (bahkan internasional). Pada tahun 2012, ia dicalonkan sebagai Gubernur DKI Jakarta, dan meski sempat diragukan namun ia sukses menyingkirkan Gubernur sebelumnya, Fauzi Bowo. Lalu hanya dalam waktu satu setengah tahun sebagai gubernur, Jokowi sekali lagi sukses membawa perubahan positif bagi Kota Jakarta, dan popularitasnya menjadi tidak terbendung lagi. Pada awal tahun 2014, tepatnya bulan Maret, Jokowi dicalonkan sebagai Presiden Republik Indonesia, dan saat ini praktis menjadi calon terkuat diantara capres-capres lainnya.

Dibanding dengan dua capres lainnya, Jokowi sangat populer di mata masyarakat banyak, dan itu bukan karena beliau memiliki prestasi yang nyata di bidang pemerintahan (dalam kapasitasnya sebagai walikota dan gubernur), melainkan karena karena ia menggambarkan sosok pemimpin yang jujur dan sederhana di tengah-tengah segerombolan politisi yang korup. Media asing pun langsung melihat Jokowi sebagai ‘Tokoh pemimpin Indonesia yang sebenarnya’, mungkin sama seperi Aung San Suu Kyi di Myanmar, Nelson Mandela di Afrika Selatan, atau Mahatma Gandhi di India. Dan Indonesia hanya akan bisa maju baik secara perekonomian maupun lainnya, hanya kalau pemimpinnya bisa dipercaya bukan?

Selain berpenampilan sederhana, Jokowi juga sangat cepat dalam mengeksekusi pembangunan infrastruktur di Jakarta, termasuk pembangunan mass rapid transit (MRT) di Jakarta yang selama ini hanya merupakan wacana, langsung dikerjakan begitu Jokowi yang jadi ‘mandor’nya, dan hal ini tentu saja ditanggapi secara positif oleh investor-investor baik lokal maupun asing yang berniat untuk menanamkan modalnya di dalam negeri, karena selama ini masalah terbesar Indonesia memang terletak di infrastruktur. Ada harapan yang besar bahwa jika Jokowi menjadi Presiden, maka pembangunan infrastruktur di seluruh Indonesia akan dikerjakan dengan lebih cepat, termasuk yang pada saat ini masih sebatas wacana. Dan jika itu terealisasi, maka artinya Indonesia akan mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik lagi. Termasuk IHSG, yang memang sudah berlari cukup kencang sepanjang masa Pemerintahan Presiden SBY (2004 – 2014), juga akan naik lebih tinggi lagi.

Intinya, jika Jokowi terpilih menjadi Presiden, maka dampaknya terhadap pasar akan positif, karena Jokowi menawarkan dua hal sekaligus, yakni integritas, yang tercermin dalam bentuk kejujuran dan kesederhanaan, dan komitmen dalam membangun negeri, yang tercermin dalam kerja kerasnya membangun infrastruktur. Anda tahu, di Indonesia mencari pejabat negara yang bersih alias nggak korup saja susahnya bukan main, apalagi mau bekerja keras secara nyata untuk rakyatnya?

Aburizal Bakrie (ARB)

Berbeda dengan Jokowi, ARB adalah seorang pengusaha kelas kakap yang pastinya akrab dengan dunia pasar saham, dimana beliau adalah pemilik dari salah satu grup konglomerasi terbesar di Indonesia: Grup Bakrie. Sayangnya, track record prestasinya di Pemerintahan, terutama sejak beliau masuk politik pada tahun 2004, terbilang tidak ada, atau mungkin ada namun tidak kelihatan. Dalam setiap kampanyenya pun tidak jelas apa yang ia tawarkan kepada rakyat seandainya beliau terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia, kecuali hal-hal yang sifatnya normatif dan itu-itu saja, seperti lapangan pekerjaan, pemberian modal untuk usaha kecil, pendidikan dan kesehatan, dll.

Aburizal Bakrie. Sumber: icalbakrie.com

Tapi disisi lain, track record ARB sebagai seorag pengusaha terbilang sangat buruk. Dengan tidak mengabaikan keberadaan orang-orang lain di Grup Bakrie, beliau adalah orang yang paling bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh para investor yang memegang saham-saham Grup Bakrie. Pada tahun 2008, ARB juga ‘menendang’ salah seorang yang paling disukai oleh semua investor saham, Sri Mulyani (yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Keuangan), hanya karena Ibu Sri mencabut suspend saham Bumi Resources (BUMI) yang ketika itu sedang anjlok. Dan berbagai kasus seperti Lapindo, pajak, hingga Bakrie Life, turut melengkapi ‘prestasi’ tersebut.

Intinya kalau ARB sukses terpilih menjadi presiden, maka kemungkinan besar pasar akan menanggapinya secara negatif dimana IHSG akan jatuh berantakan. Atau, mungkin tidak sedramatis itu juga, namun yang jelas reaksi pasar tidak akan positif.

Prabowo Subianto

Prabowo adalah satu-satunya capres yang memiliki latar belakang militer, namun beliau juga merupakan seorang pengusaha. Dibanding Jokowi, beliau belum memiliki prestasi yang jelas di Pemerintahan, namun dibanding ARB, maka beliau menawarkan sesuatu yang lebih nyata bagi rakyat Indonesia jika terpilih sebagai Presiden, yakni: Indonesia sebagai Macan Asia, dengan program-program pembangunan yang cukup detail dan memiliki visi jangka panjang untuk mengembalikan Indonesia ke masa jayanya, sama seperti jaman Pak Harto dulu. Yap, meski tidak sepenuhnya berhasil, namun Prabowo telah meyakinkan masyarakat bahwa ia adalah sosok capres yang paling mirip dengan Pak Harto, yang notabene merupakan mertuanya, baik dalam hal ketegasan maupun integritasnya.

Sayangnya meski sebagian warga Indonesia cukup menyukai beliau, namun investor asing kurang menyukai mantan pimpinan Kopassus ini, karena dikhawatirkan akan membawa Indonesia kembali ke jaman ‘diktator’ dimana keberadaan asing di Indonesia akan dipersulit. Media-media terkemuka seperti NYTimes sempat beberapa kali menulis artikel bernada negatif untuk Prabowo, dan beberapa negara adidaya seperti Amerika Serikat juga jelas tidak menyukai beliau. Ini artinya jika Prabowo sukses menjadi Presiden, maka investor asing mungkin akan segera berhamburan keluar dari Indonesia, termasuk dari pasar saham.

Secara terbuka, dalam salah satu orasi kampanyenya, Prabowo juga sempat mengkritik Pemerintah yang lebih mengutamakan harga saham di pasar ketimbang harga kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan dan pendidikan. Soal bahwa kebutuhan dasar masyarakat lebih penting ketimbang harga saham, hal itu tentu saja tidak keliru. Namun ucapan Prabowo tersebut cukup menegaskan bahwa jika nanti beliau terpilih sebagai Presiden, dan IHSG jatuh sampai ke posisi 2,500 sekalipun, maka ia mungkin tidak akan mengambil tindakan apapun. Sebab harus diakui bahwa selama ini Presiden SBY cukup perhatian terhadap pasar saham, dimana menteri keuangan dan pejabat lain yang terkait langsung bergerak cepat setiap kali indeks anjlok, termasuk ketika terjadi krisis 2008 dulu. Tapi di jaman Prabowo nanti, maka pasar saham mungkin tidak akan diistimewakan lagi.

Kesimpulannya, jika nanti Prabowo terpilih menjadi presiden maka pasar kemungkinan akan menanggapinya secara negatif, meski mungkin akan sedikit lebih baik jika ARB yang jadi presiden, karena beliau paling tidak nggak pernah kedengaran menggoreng saham.

Penutup

Berdasarkan uraian diatas, maka anda sebagai investor saham mungkin berharap bahwa Jokowi akan memenangkan Pilpres pada September mendatang, karena hanya beliau yang menawarkan sesuatu yang positif bagi pasar. ARB mungkin akan disukai oleh pasar andaikata posisi BUMI saat ini berada di level 8,000-an, tapi sayangnya saham keramat ini justru sedang terancam anjlok ke gocap. Tapi untungnya jika dibandingkan dengan dua capres lainnya, Jokowi memang merupakan kandidat terkuat, selain karena partainya yakni PDI-P, juga sukses memenangkan Pemilu Legislatif tanggal 9 april kemarin.

However, tidak ada jaminan sama sekali bahwa Jokowi akan menang, karena ARB dan Prabowo juga bukan tanpa peluang. Jokowi juga kemungkinan harus memilih calon wakil presiden dari partai lain (diluar PDI-P), karena suara yang diperoleh PDI-P tidak sampai 20%. Masalahnya jika ternyata cawapres tersebut merupakan figur yang tidak disukai masyarakat, maka hal itu juga akan menurunkan elektabilitas Jokowi. Situasinya akan berbeda jika PDI-P sukses meraih suara signifikan, dimana Jokowi bebas menentukan cawapres-nya sendiri, termasuk ia bisa saja menggandeng tokoh populer seperti Sri Mulyani, Anies Baswedan, atau Dahlan Iskan. Tapi sayangnya itu hampir tidak mungkin akan terjadi karena PDI-P harus berkoalisi dengan partai lain.

Dan mungkin hal itu juga yang menyebabkan pasar ‘kecewa’, dimana IHSG anjlok hingga 3% pada hari ini. Sebab, apa jadinya kalau Jokowi menggandeng Rhoma Irama, misalnya? Jangan salah, profesor dangdut ini juga berpeluang lho! Mengingat partainya, yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), sukses menempati posisi kelima di Pemilu kemarin.

Intinya sekali lagi, Jokowi belum pasti akan menang di Pilpres nanti, dan karena itulah pasar juga bisa bergerak sangat fluktuatif hingga September mendatang, dimana setiap peristiwa politik yang memperkuat posisi Jokowi akan direspon positif oleh investor, dan sebaliknya, peristiwa politik yang merugikan Jokowi akan direspon negatif. Hari ini pasar boleh saja anjlok, tapi jika nanti ada kabar tertentu yang terdengar positif bagi pencalonan Jokowi sebagai Presiden, maka investor akan berebut masuk lagi, dan IHSG pun akan terbang sekali lagi. Tapi jika yang terjadi sebaliknya maka ya, IHSG akan anjlok sekali lagi. We never know. Jadi daripada berusaha mengira-ngira apakah Jokowi akan menang atau kalah di Pilpres nanti, maka sebaiknya fokus pada value dari indeks itu sendiri. At the end, posisi IHSG pada saat ini memang agak mahal kok.

Okay, that’s all from me. So what do you think? Atau lebih tepatnya, seberapa besar peluang Jokowi di Pilpres nanti?

NB: Penulis membuat terjemahan dari buku berjudul 'Superinvestor' karya Warren Buffett, dan anda bisa memperolehnya disini.

Komentar

Anonim mengatakan…
Dari hasil pemilu, maka akan ada beberapa kemungkinan, antara lain:
Yg pertama, terdapat empat calon Presiden, dimana:
1. Jokowi = PDIP + Nasdem
2. ARB = Golkar + Hanura
3. Prabowo = Gerindra + Demokrat
4. Anonim = PKB + PPP + PAN + PKS

Alternatif kedua adalah hanya ada 3 calon presiden, dimana:
1. Jokowi = PDIP + PKB + Nasdem
2. ARB = Golkar + Hanura
3. Prabowo = Gerindra + Demokrat + PPP + PAN
PKS tidak di perhitungkan karena ada kemungkinan PKS akan menjadi oposisi pada 5 tahun kedepan.

Dari kedua alternatif di atas, maka pilihan capres/cawapres dapat berupa:
1. Jokowi-Jusuf Kalla (Dream Team)
2. Jokowi-Rhoma Irama (Pasangan mematikan yg di takutkan semua pihak, dan menyebabkan IHSG minus 3%)
3. Jokowi-Muhaimin Iskandar
4. Prabowo-Hatta Rajadsa
5. Prabowo-Suryadharma Ali
6. ARB-Wiranto

Mgkn ada yg bertanya mana capres demokrat? Maaf bagi pendukung partai mobil jerman satu ini, ketua umum anda telat mengumumkan siapa capres hasil konvensi. Lantas dgn suara 10% masih tetap lanjutkankan konvensi mengusung capres? Jika dilihat, maka grassroot Demokrat mendukung Dahlan Iskan, namun entah apa yang terjadi dgn pak beye, sampai saat ini tetap tidak mengumumkan siapa capres nya. Tapi jika kita lihat dari gerakan jubir keluarga SBY (Mr. Ruhut Sitompoel), maka sangat nyata bahwa keluarga pak beye lebih memilih iparnya Pramono Edhie Wibowo. Jika bgtu, maka akan menghasilkan lagi 2 kemungkinan yaitu:
1. Prabowo-Dahlan Iskan
2. Prabowo-Pramono Edhie Wibowo (Jika memang pasangan ini, maka kita jadi negara militer karena presiden dan wapres nya sama" latar belakang militer)

Demikian sedikit analisa dari saya, tentu ga 100% tepat. Politik sangat dinamis, segala kemungkinan bisa terjadi.

ThomasLIGA
Unknown mengatakan…
sungguh artikel yang sangat mencerahkan, terima kasih om teguh
Unknown mengatakan…
Yes!
Jokowi + JK = Dream Team! JK pasti bisa mengangkat nama PDIP seperti dulu saat JK mengantar SBY ke masa keemasan Demokrat (sebelum dihancurkan Budiyono)
Unknown mengatakan…
Pak Teguh, fair value IHSG saat ini berapa ya? Saya pernah baca artikel bapak beberapa waktu yang kalau tidak salah 4400an..apakah masih berlaku dengan LK baru? Terima kasih sebelumnya...
dimas mengatakan…
om Teguh, agak menyimpang dikit nih, rencana penerapan PPnBM 20% ke handphone/smartphone bakal berpengaruh banyak ngga ke perusahaan2 seperti TRIO, ERAA, TELE dan kawan2?
Anonim mengatakan…
@Anonymous.ada yg lupa..Jokowi-Mahfud MD--= dreamteam..VS Prabowo-Hatta..dua2nya menjanjikan..
atau Jokowi-dahlan iskan..VS. Prabowo -Akbar T.. gimana..???
Anonim mengatakan…
Bagaimana jalannya indek.. bila ada penantang.dari.MahfudMD- Hatta...
dg dukungan PKB"PAN'PKS'PPP'PBB...seru ndak..?
Mr. Gopal mengatakan…
Menurut saya dream team nya jokowi+Ahok.. mudah2an direstui gerindra ahok maju ke cawapres.

Anonim mengatakan…
kalau saya ingin saham BISI naik...siapapun presidennya..

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?