Menghitung Risiko Kerugian dalam Investasi Saham

Risiko mengalami kerugian dalam berinvestasi saham adalah bagian yang tidak terpisahkan dari investasi saham itu sendiri. Kebanyakan investor, baik yang masih baru maupun yang sudah berpengalaman, biasanya sudah sadar akan adanya risiko tersebut, namun jarang diantara mereka yang mau menaruh perhatian khusus terhadapnya. Setiap kali penulis bertemu dengan kawan-kawan sesama investor, biasanya mereka hanya suka membicarakan tentang seberapa besar potensi keuntungan yang bisa diraih, tanpa mau sedikitpun menyinggung tentang risiko kerugian yang bisa saja diderita. Intinya, ketika seorang investor mulai berinvestasi di saham, maka yang terbayang di benaknya adalah keuntungan sebesar sekian, tapi tidak terbayang sama sekali tentang berapa besar kerugian yang mungkin diderita, atau mungkin lebih tepatnya tidak mau membayangkan tentang hal tersebut. Dan itu wajar-wajar saja, memangnya siapa yang mau rugi?

Padahal salah satu kunci penting agar sukses dalam berinvestasi di pasar saham adalah kemampuan dalam mengukur kemungkinan atau risiko terjadinya kerugian. Kemampuan ini diperlukan, agar anda kemudian bisa mengambil langkah-langkah untuk meminimalisir risiko terjadinya kerugian tersebut.

Sebab jika anda terus fokus pada upaya untuk mencetak keuntungan sebesar-besarnya, maka berdasarkan pengalaman, hasilnya justru malah akan buruk. Ibarat bermain bola, jika strategi anda hanya fokus pada upaya untuk mencetak gol sebanyak-banyaknya ke gawang lawan, tanpa pernah mengukur seberapa besar kekuatan lawan dalam mencetak gol ke gawang anda sendiri, atau dengan kata lain melupakan pertahanan, maka hasilnya tim anda justru akan kalah. Sebab, percuma saja kan kalau anda bisa mencetak dua gol, jika lawan mampu mencetak tiga gol. Sama seperti halnya dalam investasi saham: Kalau anda cuan dari dua saham, namun tiga lainnya mengalami kerugian, maka hasilnya secara keseluruhan tetap rugi bukan?

Dan pasar (baca: IHSG) adalah lawan yang tidak pernah bisa diprediksi. Kalau dia lagi baik (baca: naik terus), maka terserah anda mau beli saham apa, biasanya hasilnya akan baik pula. Tapi kalau dia sedang menggila, maka para investor yang melupakan strategi ‘pertahanan’ inilah, yang biasanya akan babak belur.

Nah, kalau penulis sendiri, dalam prakteknya, penulis selalu mempetimbangkan faktor kemungkinan terjadinya kerugian ini dalam setiap keputusan untuk membeli saham tertentu, atau dengan kata lain sebelum saya membeli saham, maka saya selalu memperhitungkan seberapa besar nilai kerugian yang mungkin diderita. However, hingga ketika artikel ini ditulis, penulis agak kesulitan untuk menjelaskan metode menghitung risiko kerugian tersebut dengan bahasa yang mudah. Tapi untungnya kemarin penulis melihat iklan sebuah produk asuransi, yang mungkin bisa digunakan sebagai acuan untuk ‘menakar’ seberapa besar tingkat kerugian yang bisa diderita oleh seorang investor saham.

Jadi begini. Agustus 2013 kemarin adalah kali kesekian penulis ‘diserang balik’ oleh pasar, dimana portofolio langsung membara tanpa ampun. Ketika itulah penulis mulai berpikir bahwa kalau saja saya punya perusahaan asuransi (sebab Mr. Buffett juga punya banyak perusahaan asuransi), maka saya akan meluncurkan produk perlindungan terhadap risiko kerugian dalam berinvestasi di saham. Sebab seperti halnya anda bisa saja mengalami kecelakaan ketika mengendarai mobil atau sepeda motor, maka di pasar modal, tak peduli sehebat apapun anda dalam berinvestasi, anda tetap saja bisa mengalami kerugian setiap saat. Benar bukan?

Logo GEICO, salah satu perusahaan investasi yang dipegang Berkshire Hathaway

Tapi kemudian penulis berpikir lagi, akan seperti apa produk asuransi yang ditawarkan? Mengingat:

  1. Risiko dalam berinvestasi di saham jauh lebih besar dibanding risiko mengalami kecelakaan ketika mengendarai kendaraan bermotor. Anda bisa saja mengendarai mobil yang sama selama bertahun-tahun tanpa mengalami tabrakan sama sekali, namun anda hampir pasti akan mengalami kerugian (diluar keuntungan yang juga diperoleh) dalam investasi anda di saham, entah itu di tahun pertama, kedua, atau seterusnya, selain karena pasar saham itu sendiri selalu mengalami periode bullish dan bearish secara bergantian setiap tahunnya.
  2. Risiko tersebut akan lebih besar jika anda bukan investor profesional. Yang dimaksud investor profesional adalah mereka yang memang menjadikan kegiatan investasi saham sebagai pekerjaannya, seperti para fund manager, atau investor individual yang full time (seperti pak Lo Kheng Hong). Investor profesional biasanya mengerti benar tentang apa yang ia lakukan, entah itu ketika membeli, hold, atau menjual saham, karena itu memang pekerjaannya, dan karena ia punya waktu untuk secara fokus mempelajari fundamental dari saham-saham yang ia pegang. Sayangnya mayoritas investor ritel di pasar modal tidak termasuk investor profesional ini, melainkan hanya menjadikan investasi saham sebagai kegiatan sampingan diluar dia punya pekerjaan.
Intinya, yang namanya produk asuransi itu kan harus juga menguntungkan bagi perusahaan asuransi yang bersangkutan, karena dari situlah perusahaan memperoleh pendapatan. Jadi kalau saya sebagai pemilik perusahaan asuransi harus menanggung risiko terjadinya kerugian yang mungkin anda derita, sementara risiko itu sendiri sangat besar kemungkinannya untuk terjadi, maka jadinya mungkin malah saya yang rugi dong?

Tapi rupanya ada satu perusahaan asuransi yang mampu menangkap peluang ini, dan juga mampu mendesain satu produk asuransi yang disatu sisi akan melindungi nasabah dari risiko kerugian dalam berinvestasi saham, tapi disisi lain akan tetap memberikan keuntungan bagi perusahaan asuransi itu sendiri. Penulis tidak akan menyebutkan nama perusahaan asuransi tersebut, serta apa nama produknya, namun penjelasan dari produk yang ditawarkan adalah sebagai berikut:

Pertama. Investasi saham yang dilindungi adalah investasi saham melalui unit-link, yakni anda membeli saham melalui perusahaan asuransi. Biasanya oleh perusahaan asuransi, dana anda akan ditempatkan di reksadana, dimana barulah oleh perusahaan reksadana tersebut dana anda akan dipakai untuk belanja saham. Dengan demikian, dana anda akan dikelola oleh dua investor profesional sekaligus, yakni perusahaan asuransi itu sendiri, dan fund manager di perusahaan reksadana yang ditunjuk. Dengan cara inilah, risiko terjadinya kerugian karena ketidak profesionalan secara otomatis terhapuskan, karena dana anda dikelola oleh profesional, bukan oleh anda sendiri.

Karena investasi anda kini dikelola oleh profesional, maka risiko terbesarnya relatif terbatas pada fluktuasi pasar alias IHSG. Jika IHSG turun, maka biasanya nilai aktiva bersih (NAB) dari unit link anda juga akan turun.

Kedua. Nilai jaminan yang diberikan adalah sebesar 80% dari nilai NAB tertinggi yang pernah dicapai. Artinya jika anda membeli produk asuransi ini, maka ketika pasar anjlok 30% dari posisi puncaknya, dan NAB unit link anda juga ikut jebol sebesar 30% tersebut, maka anda memiliki opsi untuk mencairkan nilai jaminan anda, dimana penurunan yang anda derita bukan 30%, melainkan hanya 20% (100% dikurangi 80%).

Sebagai contoh, anda membeli unit link pada harga Rp2,250 per unit, ketika IHSG berada di level 4,500. Beberapa waktu kemudian, IHSG naik sampai 5,000, dan unit link anda kini bernilai Rp2,500, alias mencetak keuntungan 11.1%.

Namun beberapa waktu berikutnya, IHSG berbalik turun dari 5,000 hingga 3,800, alias turun 24.0%, dan NAB unit link anda juga turun dengan persentase yang sama, yakni turun dari 2,500 ke 1,900. Nah, ketika terjadi situasi seperti inilah, anda akan memiliki opsi untuk menjual unit link anda pada harga senilai 80% dibanding posisi NAB tertinggi yang pernah dicapai, alias 2,500 x 80% = Rp2,000.

Dengan demikian, meski sejatinya anda tetap saja rugi, namun kerugian yang anda derita tidak sebesar yang semestinya, karena anda bisa keluar dari unit link yang anda pegang pada harga 2,000, dan bukannya 1,900. Selisih harga sebesar Rp100 itulah yang kemudian ditanggung oleh perusahaan asuransi, sebagai bentuk tanggung jawab perlindungan atas premi yang sudah anda bayarkan sebelumnya.

Kesimpulan

Penulis hanya membutuhkan waktu beberapa detik ketika membaca penjelasan mengenai produk asuransi diatas, untuk bisa langsung mengambil kesimpulan bahwa produk asuransi inilah yang menjawab pertanyaan penulis sebelumnya, yakni tentang produk asuransi yang disatu sisi bisa memberikan perlindungan terhadap investor, namun disisi lain tetap memberikan keuntungan yang substansial bagi perusahaan asuransi yang bersangkutan.

Sebab, ingat bahwa meski IHSG bisa naik dan turun setiap saat, namun untuk bisa turun hingga lebih dari 20% dari puncaknya, maka itu terbilang jarang terjadi, paling sering hanya setahun sekali yakni pada periode bear market. Memang ada juga kasus dimana IHSG turun secara ekstrim seperti tahun 2008 dan 1998, tapi itu lebih jarang lagi terjadi, mungkin hanya 10 hingga 15 tahun sekali.

Karena itulah, ketika risiko dalam berinvestasi di saham bisa dibatasi hanya pada risiko pasar (dengan cara membeli saham melalui unit link), sementara nilai pertanggungannya juga hanya 80% dari nilai aset yang ditanggung (bukan 100%), maka praktis risiko yang dihadapi perusahaan asuransi menjadi jauh lebih terbatas, bahkan jika dibanding ketika mereka menjual produk asuransi konvensional. Kalau anda mengasuransikan mobil anda untuk perlindungan terhadap kasus kehilangan, dan mobil itu harganya Rp200 juta, maka ketika mobil itu benar-benar hilang, kerugian yang diderita pihak asuransi adalah juga Rp200 juta.

Sementara dalam asuransi untuk investasi saham (sekali lagi, investasi melalui unit-link), ketika NAB unit link anda turun dari Rp2,500 menjadi Rp1,900 per unit (seperti contoh diatas), maka nilai kerugian yang ditanggung pihak asuransi cuma Rp100, alias kecil sekali! Selain itu ingat pula bahwa tidak semua investor akan langsung mencairkan unit-linknya ketika NAB unit link itu sendiri anjlok, melainkan banyak pula diantara mereka yang memilih untuk hold saja, karena mereka tahu bahwa toh pada akhirnya nanti NAB tersebut akan naik lagi, yakni ketika IHSG pulih kembali.

Jadi jika si nasabah tidak mencairkan unit link-nya, maka pihak asuransi juga tidak perlu membayar Rp100 tadi bukan? Penulis yakin 100% bahwa perusahaan asuransi yang bersangkutan pasti sudah mendidik para agennya untuk membujuk para nasabah agar tidak mencairkan unit link-nya ketika pasar lagi anjlok, biasanya dengan kalimat maut berikut: ‘Tenang aja pak/bu, nanti juga akan naik lagi kok!’

Jadi anda bisa bayangkan betapa besarnya keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan asuransi ketika mereka sukses menjual produk asuransi proteksi investasi melalui unit-link ini, karena nilai pertanggungan mereka nyaris nol! Sudah tentu, mereka juga pada akhirnya bisa saja harus menanggung kerugian yang amat-sangat besar jika terjadi krisis seperti tahun 2008 atau 1998, dimana kata-kata ‘Nanti juga akan naik lagi!’ tidak mungkin lagi didengar oleh para nasabah yang sudah terlanjur panik. Tapi yah, seberapa sering sih pasar kita mengalami crash seperti itu?

Kaitannya dengan Investasi Kita di Saham

Contoh diatas mengilustrasikan seberapa besar risiko kerugian yang harus dihadapi perusahaan asuransi, ketika mereka harus berhadapan dengan ‘ketidak pastian dalam investasi saham’. Yap, memang tidak ada yang pasti dalam pasar saham, termasuk anda juga tidak akan tahu kapan IHSG akan naik atau turun, sehingga disitulah kemudian terdapat risiko terjadinya kerugian. Namun ternyata kalau bagi perusahaan asuransi, setelah melalui beberapa strategi, risiko tersebut kemudian bisa ditekan hingga serendah-rendahnya.

Tapi berdasarkan ilustrasi ‘manajemen risiko’ seperti yang sudah dibahas diatas, anda kemudian juga bisa memperkirakan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi pada portofolio saham anda, dan penulis akan menjelaskannya disini:

Satu. Sudah menjadi pakem umum bahwa indeks saham, entah itu IHSG atau lainnya, bisa dikatakan sedang mengalami periode koreksi, bear market, atau apapun istilahnya, jika dia turun sekitar 20% dari posisi puncaknya, dan itu secara rutin terjadi setiap satu atau dua tahun. Jika penurunan tersebut mencapai 30% atau lebih, maka itu baru bisa dikatakan krisis, namun IHSG mungkin hanya akan jatuh hingga sedalam itu setiap sepuluh hingga lima belas tahun sekali. Pada puncak bear market di tahun 2013 kemarin, penurunan IHSG tidak sampai 30% (dari posisi puncaknya yakni 5,251), melainkan hanya sekitar 25 – 27%.

Ini artinya jika anda membeli saham-saham yang bergerak sesuai dengan pergerakan indeks, yakni (biasanya, meski nggak selalu) saham-saham blue chip dengan fundamental bagus, maka separah-parahnya kerugian yang bisa anda derita adalah sekitar 20%, jika anda kebetulan masuk pasar pas posisi IHSG sedang di puncaknya.

Dan itu berarti, jika modal awal anda adalah Rp100 juta, misalnya, maka selama anda tidak menggunakan margin dan anda hanya memilih saham-saham yang pergerakannya mengikuti indeks, anda jangan bayangkan bahwa uang Rp100 juta tersebut akan habis seluruhnya. Paling parah, kerugian yang anda derita cuma sekitar Rp20 juta, sehingga sisanya masih cukup besar, yakni Rp80 juta.

Dan dalam berinvestasi, itu adalah tingkat risiko yang masih bisa diterima, sehingga sebenarnya tidak ada alasan bagi anda untuk panik ketika saham anda turun, karena uang anda tidak habis seluruhnya, melainkan hanya sekitar 20% tadi, itupun kalau pasar lagi anjlok (kecuali tentu, kalau anda main saham gorengan, gocapan, dan semacamnya).

Kedua, perusahaan asuransi yang kita bahas diatas tahu persis bahwa sedalam apapun koreksi yang terjadi pada pasar, namun toh pada akhirnya IHSG akan naik kembali. That means, ketika anda mengalami bad luck karena masuk pasar pas ketika IHSG lagi tinggi-tingginya, maka meskipun portofolio anda menjadi merah karena terseret oleh koreksi pasar yang terjadi kemudian, namun pada akhirnya harga dari saham-saham yang anda pegang akan naik kembali ketika pasar pulih kembali. Pada situasi inilah anda dituntut untuk bisa melihat penurunan pasar sebagai kesempatan untuk beli lagi di harga bawah, atau paling tidak hold, dan bukannya malah panik kemudian cut loss! Jika anda sudah bisa bertahan ketika pasar dilanda ‘hujan badai’, maka praktis risiko kerugian yang mungkin anda derita menjadi berkurang secara sangat signifikan.

However, ingat bahwa risiko diatas belum memperhitungkan:

  1. Faktor ketidak tahuan. Sebagian besar investor di tanah air tidak mengetahui sama sekali tentang saham yang mereka beli, melainkan biasanya hanya karena ikut-ikutan, dan
  2. Faktor greed and fear. Sebagian besar investor mudah mengalami euforia (sehingga membeli lebih banyak) ketika pasar bullish, dan sebaliknya, mengalami panik (sehingga malah jualan) ketika pasar bearish.
Selain itu ingat pula bahwa risiko yang dibahas diatas hanyalah merupakan risiko pasar, tapi belum termasuk memperhitungkan risiko korporat. Yang dimaksud dengan risiko pasar adalah risiko terjadinya kerugian karena penurunan IHSG, atau penurunan dari harga saham yang anda pegang karena beredarnya sentimen negatif atau semacamnya. Sementara risiko korporat adalah risiko terjadinya kerugian karena adanya perubahan fundamental dari saham yang anda pegang. Misalnya anda pegang saham A karena fundamentalnya bagus, dimana kinerja perusahaannya mencatatkan laba bersih yang besar, dll. Namun seiring dengan berjalannya waktu, perusahaan A ini ternyata mengalami penurunan laba, atau bahkan kerugian. Nah, dalam situasi itulah anda akan mengalami kerugian ketika harga saham A terjun bebas.

Untuk risiko terjadinya kerugian karena faktor ketidak tahuan, itu bisa diminimalisir dengan satu tips berikut: Jangan pernah membeli saham tanpa terlebih dahulu mempelajari perusahaannya secara mendalam. Jangan pernah, sekali lagi jangan pernah! Membeli saham hanya berdasarkan info bahwa hari ini dia akan dikerek oleh bandar atau semacamnya.

Dan untuk risiko karena faktor greed and fear, itu hanya bisa diminimalisir dengan memperbanyak pengalaman. Intinya, kalau anda masih baru di pasar dan masih sering mengalami panas dingin ketika IHSG anjlok, maka itu wajar. Namun jika anda sudah bertahun-tahun di pasar tapi masih sering mengalami hal yang sama, maka anda bisa pertimbangkan untuk membuka reksadana.

Sementara untuk risiko terjadinya kerugian karena risiko korporat seperti yang sudah dibahas diatas, satu-satunya cara untuk meminimalisirnya adalah dengan menerapkan metode value investing, yakni dengan hanya membeli saham pada harga yang secara signifikan lebih rendah dibanding nilai wajar atau nilai intrinsiknya. Penjelasan mengenai hal ini tentu saja membutuhkan tulisan yang lebih panjang lagi, namun anda bisa membaca artikel-artikel lain yang disajikan di blog ini, sudah sering saya bahas kok.

Pada akhirnya, risiko terjadinya kerugian sudah merupakan ‘makanan sehari-hari’ bagi seorang investor saham. Tak peduli semahir apapun anda dalam menganalisis, sejeli apapun anda dalam memilih saham, namun tetap saja pada akhirnya anda akan mengalami kerugian dari saham-saham tertentu. Poinnya disini adalah, anda tidak perlu berkecil hati ketika pada waktu tertentu anda mengalami kerugian, terutama bagi anda yang masih baru. Karena yang penting adalah bahwa setelah jangka waktu yang cukup lama, akumulasi keuntungan yang anda peroleh lebih besar ketimbang akumulasi kerugian yang anda derita. It’s okay kalau dari sepuluh saham berbeda yang anda beli, ternyata ada satu atau dua saham yang ternyata keliru dan menyebabkan kerugian. Hanya memang, jika dari sepuluh saham yang anda beli, sembilan diantaranya ternyata menyebabkan kerugian, maka barulah anda perlu mengevaluasi cara berinvestasi anda selama ini.

Tapi yang paling penting, seperti yang sudah dibahas diatas, anda kini sudah memiliki gambaran tentang seberapa besar kerugian yang mungkin anda derita, yakni hanya sekitar 20%, itupun jika pasar mengalami koreksi. Sekali lagi, bahkan meski anda masih benar-benar awam soal investasi, namun jangan pernah membayangkan bahwa dana anda akan habis seluruhnya.

Sementara disisi lain, potensi keuntungan yang bisa anda peroleh jauh lebih besar, yakni bisa mencapai ratusan persen atau berkali-kali lipat! Meski tentunya keuntungan tersebut tidak akan bisa anda peroleh dalam waktu yang sekejap. Jika anda tidak percaya maka coba cek berapa persen kenaikan saham-saham berfundamental baik seperti ASII, BBRI, BMRI, CPIN, SMGR, dan seterusnya, dalam lima tahun terakhir ini?

So, masih takut untuk ikut berinvestasi di saham?

NB: Buletin analisis & rekomendasi saham bulanan edisi April 2014 akan terbit tanggal 1 April mendatang. Anda bisa memperolehnya disini.

Instagram

Komentar

ALFONSUS AGUSTA mengatakan…
ulasan yang bagus sekali bung teguh,seperti biasanya menambah pengetahuan saya.namun saya memiliki pertanyaan (maklum investor pemula) apakah ada resiko yang muncul ketika membeli IPO? jika ya bagaimana meminimalisirnya (Pra IPO dan pasca IPO),
thx sharing ilmunya
triometi mengatakan…
very inspireing Mr Teguh, terima kasih atas tulisannya yg sangat berguna bagi saya investor saham yg masih awam ini
investasi mengatakan…
Thanks infonya

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Saham BBRI Anjlok Lagi! Waktunya Buy? or Bye?