Energi Mega Persada
Beberapa hari terakhir ini, salah satu saham Grup Bakrie, Energi Mega
Persada (ENRG), kembali menjadi buah bibir para pelaku pasar setelah sahamnya
naik dari 70 hingga sempat menembus 100, atau naik 35% hanya dalam waktu kurang
dari sebulan. Penulis pribadi sebenarnya tidak peduli mau saham ini naik sampai
1,000 sekalipun, karena sejak tahun 2009 lalu penulis sudah memutuskan untuk
mem-blacklist seluruh saham-saham
Bakrie, termasuk juga ENRG, dan sampai sekarang keputusan tersebut belum
berubah. However, mengingat ENRG mencatatkan laba US$ 214 juta di Kuartal III
2013 lalu, atau naik sekitar 10 kali lipat dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya, maka mungkin anda termasuk yang menganggap bahwa saham ini mulai
menarik dari sisi fundamental karena disisi lain, PBV-nya pun cuma 0.4 kali
alias murah sekali. Tapi benarkah demikian?
Dibanding perusahaan-perusahaan lain di sektor yang sama di Indonesia, ENRG
termasuk perusahaan anyar yang baru berdiri pada tahun 2001 lalu, dimana ketika
itu Keluarga Bakrie memutuskan untuk masuk ke sektor energi, dalam hal ini
minyak dan gas alias migas (diluar batubara melalui Bumi Resources/BUMI). Berbekal
kemampuan sang pemilik dalam hal mengakuisisi aset, pada tahun 2003 ENRG
memperoleh aset pertamanya yakni RHI Corporation, yang secara tidak langsung
memiliki 34.5% kepemilikan di Blok Minyak Selat Malaka, yang kemudian
ditingkatkan menjadi 60.5%. Tahun 2004, ENRG kembali menambah portofolio blok
minyak-nya, kali ini Lapindo Brantas Inc, yang memegang 50% Blok Migas Brantas,
Sidoarjo. Pada tahun 2004 ini pula, ENRG untuk pertama kalinya terdaftar di
bursa alias IPO.
Di tahun-tahun berikutnya, akuisisi-akuisisi tersebut terus berlanjut,
termasuk juga melepas beberapa aset yang dipegang sebelumnya. Alhasil, per
akhir tahun 2013, ENRG memiliki sembilan blok minyak yang tersebar dari Aceh
hingga Kalimantan Timur, belum termasuk dua blok minyak lainnya yang masih
dalam tahap eksplorasi (belum ketahuan apakah mengandung minyak atau tidak).
Beberapa dari blok minyak tersebut dikelola oleh ENRG sendiri (ENRG yang
menjadi operatornya), namun beberapa lainnya dikelola oleh Pertamina, dan ini
menunjukkan hubungan kuat antara ENRG dengan BUMN minyak tersebut.
Nah, seperti yang pernah penulis bahas di artikel berjudul Heart
is Only for Lovers, Bro!, kita tahu bahwa Grup Bakrie adalah spesialis
akuisisi aset, dimana mereka sepertinya gampang saja akuisisi blok minyak ini
dan itu, untuk kemudian diletakkan dibawah ENRG (termasuk akuisisi kebon sawit
untuk UNSP, atau akuisisi tambang batubara untuk BUMI, dan seterusnya). Tapi
yah, kemampuan mereka hanya sebatas itu: Mengambil alih aset. Soal itu aset mau
diapakan, itu urusan belakangan!
Dan seringkali Grup Bakrie sebagai pemilik ENRG pada akhirnya hanya
berfokus pada urusan jual beli aset tersebut, dimana mereka mengakuisisi Blok
Minyak anu, hanya untuk dijual kembali ke perusahaan lain dengan harga yang
lebih tinggi (mirip trading saham ya?). Okay, mereka tentu saja mengebor minyak
juga, lalu menjual hasil minyaknya, dan kemudian dapet duit dari situ. Dan pada
tahun 2012 lalu, setelah sebelumnya sibuk akuisisi kesana kemari, hasil
penjualan minyak tersebut akhirnya melonjak juga, yakni dari US$ 138 juta di
tahun 2010 menjadi US$ 655 juta di tahun 2012. Kemudian pada tahun 2013, atau
setidaknya hingga Kuartal III, pencapaian tersebut terus berlanjut dimana
pendapatan perusahaan kembali naik menjadi US$ 577 juta, berbanding US$ 435
juta di periode yang sama tahun sebelumnya, seiring meningkatnya produksi
minyak di tiap-tiap blok yang dipegang perusahaan.
Namun bagaimana dengan laba bersihnya? Nah, penulis kira tidak sulit bagi
siapapun untuk langsung menemukan fakta bahwa laba bersih sebesar US$ 214 juta
yang diraup ENRG di Q3 2013, salah satunya adalah berkat penjualan salah satu
aset perusahaan yakni Blok Masela, ke dua perusahaan minyak asing yakni Shell
dan Inpex Corp. Nilai penjualannya tercatat US$ 313 juta, yang setelah
dikurangi biaya ini dan itu termasuk pajak, keuntungan bersihnya bagi
perusahaan tercatat US$ 164 juta. Jika tidak ada penjualan Blok Masela ini,
maka laba bersih ENRG sejatinya cuma sekitar US$ 50 juta, dan ini sekali lagi
menunjukkan bahwa bisnis minyak di Indonesia memang hanya menawarkan margin
keuntungan yang kecil, biasanya karena mahalnya biaya eksplorasi plus, kalau
dalam kasus ENRG, karena adanya biaya bunga bank/obligasi, mengingat ENRG
memperoleh sebagian besar aset-aset blok minyaknya dengan cara berhutang. Pada
saat ini saja, jumlah total kewajiban ENRG tercatat US$ 1.3 milyar, atau masih
lebih besar dibanding total ekuitasnya yakni US$ 929 juta.
Anyway, penulis menemukan fakta menarik ketika mencoba mengestimasi berapa
laba yang akan diperoleh ENRG kedepannya, jika perusahaan mampu memaksimalkan
sisa cadangan dari blok-blok minyak yang masih dipegang. Sebelumnya, berikut ini
adalah data volume produksi minyak, plus sisa cadangan minyak terbukti (proven reserve) di tiap-tiap blok yang
dimiliki perusahaan, data per Kuartal III 2013:
Block
|
2013 Production
|
Proven Reserve
|
Kangean
|
5,891
|
60,081
|
Offshore North West Java
|
6,905
|
31,880
|
Bentu
|
1,151
|
26,420
|
Malacca Strait
|
1,034
|
9,461
|
Tonga
|
67
|
1,501
|
Sungai Gelam
|
207
|
821
|
Gebang
|
22
|
205
|
Korinci Baru
|
1
|
155
|
Semberah
|
286
|
82
|
Total
|
15,564
|
130,605
|
Catatan:
- Angka diatas adalah dalam ribuan barel.
- Angka diatas sudah disesuaikan dengan
persentase kepemilikan ENRG atas tiap-tiap blok. Misalnya, volume produksi
minyak Blok Kangean secara keseluruhan adalah 11,781 ribu barel. Namun
karena ENRG hanya memegang 50% kepemilikan atas Blok Kangean, maka bagian
produksi milik ENRG adalah 50% dari 11,781 ribu barel tersebut, alias
5,891 ribu barel.
- 2013 Production adalah data produksi antara
tanggal 1 Januari hingga 30 September 2013.
- Provern Reserve adalah data cadangan minyak (terbukti)
per tanggal 30 September 2013.
Okay, perhatikan. Berdasarkan data diatas kita tahu bahwa ENRG telah
memproduksi minyak dan gas (dan juga beberapa hasil sampingan) sebanyak total
15.6 juta barel, sudah termasuk hasil sampingan tadi. Dan berapa pendapatan
ENRG dari produksinya tersebut? Well, kita sebut saja US$ 577 juta karena
itulah nilai pendapatan ENRG hingga Kuartal III 2013. Sebelumnya catat bahwa
pendapatan ini belum tentu mencerminkan produksi tersebut karena bisa saja ada
minyak hasil produksi yang belum terjual, atau adanya pendapatan yang belum terbukukan.
Meski demikian, untuk alasan kepraktisan (sekaligus konservatif), kita
anggap saja bahwa pendapatan ENRG dari produksi minyaknya adalah US$ 577 juta
tadi. Nah, berhubung bagian sisa cadangan di dalam blok-blok minyak yang
dipegang perusahaan adalah 130.6 juta barel, maka berapa potensi pendapatan
yang bisa diraup perusahaan kedepannya? Ya tinggal dihitung saja, yakni US$ 577
juta dibagi 15.6 juta barel, kemudian dikali 130.6 juta barel. Dan hasilnya
adalah US$ 4.8 milyar. Kita ambil
margin laba bersih sebesar 10% saja (sudah termasuk dikurangi beban bunga
pinjaman), maka labanya adalah US$ 483 juta, atau sekitar Rp5.5 trilyun berdasarkan kurs saat ini yakni Rp11,500 per Dollar.
Dan berapa nilai saham ENRG saat ini? Well, cuma Rp4.2 trilyun pada harga saham 95. Murah bukan? Ingat bahwa
perhitungan total laba bersih tadi adalah dengan memperhitungkan cadangan
minyak yang memang sudah ada, namun belum menghitung potensi cadangan minyak
yang akan ditemukan kemudian, plus kemungkinan naiknya harga minyak dimasa
depan. Sebagai ilustrasi, blok minyak tertua yang dimiliki oleh perusahaan,
yakni Blok Selat Malaka (malacca strait),
ketika pertama kali dieksplorasi pada tahun 1970 hanyalah merupakan blok minyak
kecil dengan cadangan beberapa ratus ribu barel saja, dan ketika itu harga
minyak juga cuma sekitar US$ 15 per barel. Namun setelah serangkaian kegiatan
eksplorasi dan produksi selama berpuluh-puluh tahun, hingga saat ini blok
tersebut telah menghasilkan minyak sebanyak total 234 juta barel, tapi bahkan
masih ada sisa 16 juta barel lagi! Jadi dalam hal penulis berpendapat bahwa meski
beberapa blok minyak milik ENRG seperti blok Gebang, Korinci Baru, dan Semberah
hanya memiliki cadangan minyak yang kecil, namun itu karena eksplorasinya masih
belum tuntas saja. Dan jangan lupa pula bahwa ENRG masih punya dua blok minyak
lagi yang sepenuhnya masih dalam tahap eksplorasi (jadi belum ketahuan berapa
jumlah cadangan minyaknya).
But When We Talk About Bakrie, That
Means..
Namun terus terang, poin diatas tetap saja tidak menjadikan ENRG ini cukup
menarik untuk dikoleksi, apalagi untuk investasi jangka panjang, karena beberapa
alasan. Pertama, jika kita membandingkan harga saham ENRG pada saat ini dengan
nilai dari aset-aset yang dimiliki perusahaan, maka saham ini memang tampak
menarik karena relatif undervalue. Tapi kalau seperti itu analisisnya, maka
sebenarnya nggak cuma ENRG yang pada saat ini berstatus undervalue, melainkan Bakrie
Sumatera Plantations (UNSP), Bakrieland Development (ELTY), dan Bumi Resources
(BUMI) juga undervalue, karena ketiga perusahaan tersebut juga memiliki banyak
sekali aset di bidangnya masing-masing, dimana nilai jual serta potensi laba
bersih yang bisa dihasilkan dari aset-aset tersebut, jika diakumulasikan, juga
lebih besar dibanding harga saham mereka masing-masing.
Tapi apa dengan itu anda kemudian berani beli UNSP dan ELTY di harga gocap?
Kalau anda beli BUMI kemudian saham itu turun, maka anda masih bisa cut loss,
tapi kalau dua saham tadi? Ingat bahwa seperti yang sudah dibahas diatas, Grup Bakrie lebih ahli dalam jual beli aset yang dimiliki oleh tiap-tiap perusahaannya, ketimbang memberdayakan aset tersebut untuk menghasilkan laba. Contohnya untuk ENRG, mereka lebih suka meraup keuntungan instan dari menjual aset blok minyak yang mereka miliki pada harga yang lebih tinggi dibanding harga belinya, ketimbang capek-capek mengebor selama bertahun-tahun untuk mengambil minyak yang terkandung di dalam blok tersebut.
Kedua, kalau kita melihat Grup Bakrie-nya, maka tanpa perlu melakukan
analisis apapun, anda bisa langsung menyimpulkan bahwa ENRG dan juga
saham-saham Bakrie lainnya, mereka semua tidak layak koleksi! Grup Astra
menjadi salah satu grup paling menonjol di bursa, termasuk saham Astra International (ASII) menjadi saham blue chip nomor wahid di BEI, itu adalah
karena kualitas manajemennya yang mumpuni, dimana mereka mampu untuk tetap
bertumbuh dan mencatatkan kinerja yang konsisten dalam kondisi ekonomi yang
kondusif maupun krisis.
Sementara Bakrie? They are the worst management ever, with absolutely
terrible track records. Tidak ada satupun perusahaan milik Grup ini yang
memiliki catatan kinerja yang konsisten di masa lalu, termasuk ketika terjadi krisis
pada tahun 2008 kemarin, langsung mereka semua mencatatkan kerugian yang gila-gilaan,
termasuk ENRG dengan rugi Rp1.7 trilyun di tahun 2009. I mean, di ulasan diatas
kita memang sudah menyebutkan bahwa ENRG mungkin akan meraup laba bersih paling tidak Rp5.5
trilyun dalam beberapa tahun kedepan, tapi bagaimana jika terjadi krisis lagi
seperti tahun 2008? Atau harga minyak turun? Contoh mudah saja, saudara kandung
ENRG yaitu BUMI, sudah dua tahun terakhir ini mengalami kerugian hanya
gara-gara harga batubara turun, padahal perusahaan batubara yang lain rata-rata hanya mengalami penurunan laba. Lalu bagaimana kalau nanti ENRG juga mengalami
masalah yang sama?
Karena itulah, ENRG mungkin tidak semurah kelihatannya, karena terdapat banyak asumsi yang harus dipenuhi agar proyeksi laba Rp5.5 trilyun tadi tercapai. Dalam hal ini juga penulis mungkin perlu juga mengingatkan anda bahwa hanya karena sebuah perusahaan mencatatkan kinerja terbaru yang bagus, maka itu bukan berarti kita bisa langsung menyimpulkan bahwa sahamnya layak koleksi, karena belum tentu dia akan mencatatkan kinerja yang sama bagusnya di masa mendatang, dan langkah pertama yang bisa anda lakukan untuk menganalisis hal tersebut (tentang bagaimana kinerja perusahaan kedepannya) adalah dengan mengecek track record kinerja perusahaan di tahun-tahun sebelumnya.
Dan ketiga, sekaligus yang paling penting, tidak ada satupun saham Bakrie yang
aman dari praktek bandar-bandaran, alias semuanya gorengan! Dan mereka bisa
menjadi gorengan begitu karena sulit sekali bagi para investor fundamentalis untuk
mengestimasi berapa kira-kira nilai riil perusahaan (sehingga nilai riilnya
boleh dikatakan tidak ada), karena memang mereka memiliki fundamental yang
buruk, yang secara otomatis menyebabkan tidak adanya gambaran sama sekali
tentang bagaimana kinerja mereka kedepannya, selain karena banyaknya akun-akun ‘siluman’
dalam laporan laba rugi mereka yang bisa menyebabkan mereka mencatatkan untung
atau rugi setiap saat (tinggal di-setting saja).
Dalam hal ini meski anda mengasumsikan bahwa Grup Bakrie mungkin dengan
sengaja membuat laporan keuangan perusahaannya tampak buruk entah karena alasan
apa, padahal mungkin mereka sebenarnya masih untung besar, namun itu tetap saja
tidak menjadikan sahamnya layak beli, karena dengan demikian Grup Bakrie tidak
memiliki corporate governance yang
baik, padahal salah satu syarat mutlak sebuah saham layak dikoleksi adalah bahwa
perusahaannya dikelola oleh manajemen yang jujur dan bisa dipercaya. Termasuk
untuk ENRG, penulis sering menyaksikan bahwa perusahaan ini mencatatkan laba
bersih yang cukup besar di kuartal tertentu, namun langsung menjadi kerugian di
kuartal berikutnya, masih di tahun yang sama! Bagaimana ceritanya kok bisa
begitu?
Kalau boleh jujur, penulis agak kaget ketika kemarin menerima banyak sekali
pertanyaan mengenai ENRG ini, hanya karena sahamnya (entah karena apa)
tiba-tiba naik sampai 30% hanya dalam waktu sebulan, dan itu menunjukkan bahwa
saham-saham Bakrie ternyata memang masih memiliki pesona bagi para pelaku pasar
tertentu. Jika besok-besok ENRG ini melanjutkan kenaikannya
sampai katakanlah 200 atau 300, maka orang-orang akan semakin penasaran untuk
membeli sahamnya, dan sekali lagi skema
ponzi dalam trading saham akan dimulai, dimana investor hanya akan memperoleh
keuntungan dari ENRG ini dari uang investor yang masuk belakangan, dan bukan
dari peningkatan nilai perusahaan. Skema ini pada akhirnya akan runtuh ketika tidak
ada lagi investor yang mau membeli sahamnya di harga yang tinggi, dan investor
yang masuk belakangan tadi akan menderita kerugian yang biasanya sangat besar. Tahukah
anda bahwa beberapa tahun yang lalu, saham ENRG ini pernah berada di level
Rp1,000 per saham? Dan entah gimana ceritanya saham ENRG ini ketika itu bisa naik setinggi itu.
Saat ini mayoritas investor di BEI masih mengecap saham-saham Bakrie sebagai
saham sampah, tapi itu karena BUMI dkk lagi pada anjlok saja. Sementara kalau
nanti BUMI naik lagi ke 1,000, maka berani taruhan orang-orang pasti akan kembali
memperebutkan saham laknat ini. Bukti paling sahih bisa dilihat dari kasus ENRG
ini, yang mendadak populer justru setelah naik ke 100-an, sementara ketika dia
masih di 70 justru nggak ada yang melirik.
Aand yep, pasar memang aneh dan tidak rasional, dan selamanya akan selalu begitu. Namun jika anda adalah seorang value investor, maka anda akan mengerti bahwa sebuah saham menjadi layak dibeli bukan karena dia naik banyak sebelumnya, atau sebaliknya karena dia turun banyak sebelumnya, melainkan karena saham tersebut menawarkan nilai yang secara signifikan lebih tinggi dibanding biaya yang kita keluarkan untuk memperolehnya. It’s that simple and.. oh, a quality and trusted management, please?
Aand yep, pasar memang aneh dan tidak rasional, dan selamanya akan selalu begitu. Namun jika anda adalah seorang value investor, maka anda akan mengerti bahwa sebuah saham menjadi layak dibeli bukan karena dia naik banyak sebelumnya, atau sebaliknya karena dia turun banyak sebelumnya, melainkan karena saham tersebut menawarkan nilai yang secara signifikan lebih tinggi dibanding biaya yang kita keluarkan untuk memperolehnya. It’s that simple and.. oh, a quality and trusted management, please?
Komentar
11 paragaraf pertama: Analisis Fundamental.
Sisa paragraf selanjutnya: Analisis Sentimental.
Anak muda. Bagus.. bagus...
Hanya konfirmasi,
1. 2013 Production itu apakah produksi 1 jan - sept 2013 atau akumulasi produksi sampai 2013? Takutnya miss leading Kangen artinya berproduksi per hari 11,781,000/(30 hari * 9 bulan) = 43 ribu bopd.
2. Blok Semberah, bagaimana bisa produksi 2013 > proven reserve nya?
terima kasih.
-Budi
Semoga investor tdk..galau../ tergoda oleh saham bakery ini...
HSA
Anyway, teruskan menulis pak!
Hahahaha.. sy ngakak baca kalimat ini, bung Teguh bisaan aja.. btw thanks buat tulisannya
btw menarik juga ulasannya pak soal ENRG, ... hehehe IMO ...apapun itu klo memang layak untuk spekulasi (invest) seperti kata Lo Kheng Hong...saya juga dgn senang hati entry ke emiten itu hehehe...
like Buffet & Graham always said (CMIIW) great business always running even though with bad management in charge ....
august
Saya juga berencana untuk menjadi value investor hanya karena satu hal. Lebih senang melihat performa perusahaan dari dalam ketimbang analisa chart.
Dan ENRG ini, luar biasa, mungkin terkesan sentimentil. Tapi itulah fakta nya..bravo pak!
" Sementara kalau
nanti BUMI naik lagi ke 1,000, maka berani taruhan orang-orang pasti akan kembali memperebutkan SAHAM LAKNAT ini."
Heheheheheh....
mantap tulisannya
NKRI saja punya hutang bukan?
Banyak tokoh penting mulai dari mentri esdm, bank dunia, hingga mentri energi arab saudi yang mengatakan minyak sudah bottom dan sudah beranjak pergi dari titik rendahnya. Itu semua sudah diatur demi kebaikan ekonomi semua negara melalui perjanjian OPEC.
Sebentar lagi mungkin akan perang dunia ke 3 jika Hillary menang jadi Presiden Amerika, bagi yang senang dengan ramalan, Baba Vanga pernah meramal Presiden Amerika ke 44 adalah pria kulit hitam yang sekaligus Presiden Amerika terakhir, saya menyimpulkan secara pribadi Obama adalah Presiden pria terakhir, lalu kedepannya mungkin diduduki oleh kaum wanita dst bergantian gender. Ditambah lagi para petinggi Negara di Dunia seperti Prancis Rusia Korut dll mengatakan jika Hillary menang artinya perang, perang yang terburuk dalam sejarah karena perangnya perang Nuklir.
Kalau Perang Dunia ke 3 pecah, maka bisa dibayangkan harga minyak dengan mudahnya bisa tembus 100. Bukankah ini menarik untuk ENRG jika terjadi? tapi ya saya pribadi melihat ini sebuah peluang besar bagi para bargain hunter. Minimal tahun 2017 adalah siklus kebangkitan dari sektor komoditas.
Banyak saya jumpai para pembicara di acara saham, ada yang bilang fundamental itu bagus, ada yang bilang lebih bagus teknikal, lalu ada yang bilang bagus kombinasikan antara FA dengan TA.
Saat saya mengajukan pertanyaan kepada pembicara yang ahli fundamental soal perhitungan kenaikan harga saham INAF dan PPRO saya tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan.
Lalu saat saya bertanya ke pembicara ahli teknikal mengapa ihsg naik terus terusan padahal oversold, saya juga tidak mendapatkan jawaban memuaskan.
Kalau semua jawaban ujung ujungnya bandar gorengan, ya memang begitu realitanya bukan? para fundamental juga pasti frustasi menghitung ulang bagaimana saham INAF PPRO NIKL dll banyak sudah tidak masuk akal, bahkan para TA juga sudah takut masuk melihat indikator yang oversold.
Pada akhirnya saya menyimpulkan bahwa yang punya uang besar ini tau bagaimana siklus sektor saham ini berputar atau di rolling. Dan saya melihat tahun 2017 adalah sektor KOMODITAS akan bangkit.
Salam B7 lovers. Huge to you ALL !!!
Bagaimana pendapat Pak Teguh untuk 2018? Apa upaya manajemen masih belum "menyentuh hati"?