Energi Mega Persada

Beberapa hari terakhir ini, salah satu saham Grup Bakrie, Energi Mega Persada (ENRG), kembali menjadi buah bibir para pelaku pasar setelah sahamnya naik dari 70 hingga sempat menembus 100, atau naik 35% hanya dalam waktu kurang dari sebulan. Penulis pribadi sebenarnya tidak peduli mau saham ini naik sampai 1,000 sekalipun, karena sejak tahun 2009 lalu penulis sudah memutuskan untuk mem-blacklist seluruh saham-saham Bakrie, termasuk juga ENRG, dan sampai sekarang keputusan tersebut belum berubah. However, mengingat ENRG mencatatkan laba US$ 214 juta di Kuartal III 2013 lalu, atau naik sekitar 10 kali lipat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, maka mungkin anda termasuk yang menganggap bahwa saham ini mulai menarik dari sisi fundamental karena disisi lain, PBV-nya pun cuma 0.4 kali alias murah sekali. Tapi benarkah demikian?

Dibanding perusahaan-perusahaan lain di sektor yang sama di Indonesia, ENRG termasuk perusahaan anyar yang baru berdiri pada tahun 2001 lalu, dimana ketika itu Keluarga Bakrie memutuskan untuk masuk ke sektor energi, dalam hal ini minyak dan gas alias migas (diluar batubara melalui Bumi Resources/BUMI). Berbekal kemampuan sang pemilik dalam hal mengakuisisi aset, pada tahun 2003 ENRG memperoleh aset pertamanya yakni RHI Corporation, yang secara tidak langsung memiliki 34.5% kepemilikan di Blok Minyak Selat Malaka, yang kemudian ditingkatkan menjadi 60.5%. Tahun 2004, ENRG kembali menambah portofolio blok minyak-nya, kali ini Lapindo Brantas Inc, yang memegang 50% Blok Migas Brantas, Sidoarjo. Pada tahun 2004 ini pula, ENRG untuk pertama kalinya terdaftar di bursa alias IPO.


Di tahun-tahun berikutnya, akuisisi-akuisisi tersebut terus berlanjut, termasuk juga melepas beberapa aset yang dipegang sebelumnya. Alhasil, per akhir tahun 2013, ENRG memiliki sembilan blok minyak yang tersebar dari Aceh hingga Kalimantan Timur, belum termasuk dua blok minyak lainnya yang masih dalam tahap eksplorasi (belum ketahuan apakah mengandung minyak atau tidak). Beberapa dari blok minyak tersebut dikelola oleh ENRG sendiri (ENRG yang menjadi operatornya), namun beberapa lainnya dikelola oleh Pertamina, dan ini menunjukkan hubungan kuat antara ENRG dengan BUMN minyak tersebut.

Nah, seperti yang pernah penulis bahas di artikel berjudul Heart is Only for Lovers, Bro!, kita tahu bahwa Grup Bakrie adalah spesialis akuisisi aset, dimana mereka sepertinya gampang saja akuisisi blok minyak ini dan itu, untuk kemudian diletakkan dibawah ENRG (termasuk akuisisi kebon sawit untuk UNSP, atau akuisisi tambang batubara untuk BUMI, dan seterusnya). Tapi yah, kemampuan mereka hanya sebatas itu: Mengambil alih aset. Soal itu aset mau diapakan, itu urusan belakangan!

Dan seringkali Grup Bakrie sebagai pemilik ENRG pada akhirnya hanya berfokus pada urusan jual beli aset tersebut, dimana mereka mengakuisisi Blok Minyak anu, hanya untuk dijual kembali ke perusahaan lain dengan harga yang lebih tinggi (mirip trading saham ya?). Okay, mereka tentu saja mengebor minyak juga, lalu menjual hasil minyaknya, dan kemudian dapet duit dari situ. Dan pada tahun 2012 lalu, setelah sebelumnya sibuk akuisisi kesana kemari, hasil penjualan minyak tersebut akhirnya melonjak juga, yakni dari US$ 138 juta di tahun 2010 menjadi US$ 655 juta di tahun 2012. Kemudian pada tahun 2013, atau setidaknya hingga Kuartal III, pencapaian tersebut terus berlanjut dimana pendapatan perusahaan kembali naik menjadi US$ 577 juta, berbanding US$ 435 juta di periode yang sama tahun sebelumnya, seiring meningkatnya produksi minyak di tiap-tiap blok yang dipegang perusahaan.

Namun bagaimana dengan laba bersihnya? Nah, penulis kira tidak sulit bagi siapapun untuk langsung menemukan fakta bahwa laba bersih sebesar US$ 214 juta yang diraup ENRG di Q3 2013, salah satunya adalah berkat penjualan salah satu aset perusahaan yakni Blok Masela, ke dua perusahaan minyak asing yakni Shell dan Inpex Corp. Nilai penjualannya tercatat US$ 313 juta, yang setelah dikurangi biaya ini dan itu termasuk pajak, keuntungan bersihnya bagi perusahaan tercatat US$ 164 juta. Jika tidak ada penjualan Blok Masela ini, maka laba bersih ENRG sejatinya cuma sekitar US$ 50 juta, dan ini sekali lagi menunjukkan bahwa bisnis minyak di Indonesia memang hanya menawarkan margin keuntungan yang kecil, biasanya karena mahalnya biaya eksplorasi plus, kalau dalam kasus ENRG, karena adanya biaya bunga bank/obligasi, mengingat ENRG memperoleh sebagian besar aset-aset blok minyaknya dengan cara berhutang. Pada saat ini saja, jumlah total kewajiban ENRG tercatat US$ 1.3 milyar, atau masih lebih besar dibanding total ekuitasnya yakni US$ 929 juta.

Anyway, penulis menemukan fakta menarik ketika mencoba mengestimasi berapa laba yang akan diperoleh ENRG kedepannya, jika perusahaan mampu memaksimalkan sisa cadangan dari blok-blok minyak yang masih dipegang. Sebelumnya, berikut ini adalah data volume produksi minyak, plus sisa cadangan minyak terbukti (proven reserve) di tiap-tiap blok yang dimiliki perusahaan, data per Kuartal III 2013:

Block
2013 Production
Proven Reserve
Kangean
5,891
60,081
Offshore North West Java
6,905
31,880
Bentu
1,151
26,420
Malacca Strait
1,034
9,461
Tonga
67
1,501
Sungai Gelam
207
821
Gebang
22
205
Korinci Baru
1
155
Semberah
286
82
Total
15,564
130,605

Catatan:
  1. Angka diatas adalah dalam ribuan barel.
  2. Angka diatas sudah disesuaikan dengan persentase kepemilikan ENRG atas tiap-tiap blok. Misalnya, volume produksi minyak Blok Kangean secara keseluruhan adalah 11,781 ribu barel. Namun karena ENRG hanya memegang 50% kepemilikan atas Blok Kangean, maka bagian produksi milik ENRG adalah 50% dari 11,781 ribu barel tersebut, alias 5,891 ribu barel.
  3. 2013 Production adalah data produksi antara tanggal 1 Januari hingga 30 September 2013.
  4. Provern Reserve adalah data cadangan minyak (terbukti) per tanggal 30 September 2013.

Okay, perhatikan. Berdasarkan data diatas kita tahu bahwa ENRG telah memproduksi minyak dan gas (dan juga beberapa hasil sampingan) sebanyak total 15.6 juta barel, sudah termasuk hasil sampingan tadi. Dan berapa pendapatan ENRG dari produksinya tersebut? Well, kita sebut saja US$ 577 juta karena itulah nilai pendapatan ENRG hingga Kuartal III 2013. Sebelumnya catat bahwa pendapatan ini belum tentu mencerminkan produksi tersebut karena bisa saja ada minyak hasil produksi yang belum terjual, atau adanya pendapatan yang belum terbukukan.

Meski demikian, untuk alasan kepraktisan (sekaligus konservatif), kita anggap saja bahwa pendapatan ENRG dari produksi minyaknya adalah US$ 577 juta tadi. Nah, berhubung bagian sisa cadangan di dalam blok-blok minyak yang dipegang perusahaan adalah 130.6 juta barel, maka berapa potensi pendapatan yang bisa diraup perusahaan kedepannya? Ya tinggal dihitung saja, yakni US$ 577 juta dibagi 15.6 juta barel, kemudian dikali 130.6 juta barel. Dan hasilnya adalah US$ 4.8 milyar. Kita ambil margin laba bersih sebesar 10% saja (sudah termasuk dikurangi beban bunga pinjaman), maka labanya adalah US$ 483 juta, atau sekitar Rp5.5 trilyun berdasarkan kurs saat ini yakni Rp11,500 per Dollar.

Dan berapa nilai saham ENRG saat ini? Well, cuma Rp4.2 trilyun pada harga saham 95. Murah bukan? Ingat bahwa perhitungan total laba bersih tadi adalah dengan memperhitungkan cadangan minyak yang memang sudah ada, namun belum menghitung potensi cadangan minyak yang akan ditemukan kemudian, plus kemungkinan naiknya harga minyak dimasa depan. Sebagai ilustrasi, blok minyak tertua yang dimiliki oleh perusahaan, yakni Blok Selat Malaka (malacca strait), ketika pertama kali dieksplorasi pada tahun 1970 hanyalah merupakan blok minyak kecil dengan cadangan beberapa ratus ribu barel saja, dan ketika itu harga minyak juga cuma sekitar US$ 15 per barel. Namun setelah serangkaian kegiatan eksplorasi dan produksi selama berpuluh-puluh tahun, hingga saat ini blok tersebut telah menghasilkan minyak sebanyak total 234 juta barel, tapi bahkan masih ada sisa 16 juta barel lagi! Jadi dalam hal penulis berpendapat bahwa meski beberapa blok minyak milik ENRG seperti blok Gebang, Korinci Baru, dan Semberah hanya memiliki cadangan minyak yang kecil, namun itu karena eksplorasinya masih belum tuntas saja. Dan jangan lupa pula bahwa ENRG masih punya dua blok minyak lagi yang sepenuhnya masih dalam tahap eksplorasi (jadi belum ketahuan berapa jumlah cadangan minyaknya).

But When We Talk About Bakrie, That Means..

Namun terus terang, poin diatas tetap saja tidak menjadikan ENRG ini cukup menarik untuk dikoleksi, apalagi untuk investasi jangka panjang, karena beberapa alasan. Pertama, jika kita membandingkan harga saham ENRG pada saat ini dengan nilai dari aset-aset yang dimiliki perusahaan, maka saham ini memang tampak menarik karena relatif undervalue. Tapi kalau seperti itu analisisnya, maka sebenarnya nggak cuma ENRG yang pada saat ini berstatus undervalue, melainkan Bakrie Sumatera Plantations (UNSP), Bakrieland Development (ELTY), dan Bumi Resources (BUMI) juga undervalue, karena ketiga perusahaan tersebut juga memiliki banyak sekali aset di bidangnya masing-masing, dimana nilai jual serta potensi laba bersih yang bisa dihasilkan dari aset-aset tersebut, jika diakumulasikan, juga lebih besar dibanding harga saham mereka masing-masing.

Tapi apa dengan itu anda kemudian berani beli UNSP dan ELTY di harga gocap? Kalau anda beli BUMI kemudian saham itu turun, maka anda masih bisa cut loss, tapi kalau dua saham tadi? Ingat bahwa seperti yang sudah dibahas diatas, Grup Bakrie lebih ahli dalam jual beli aset yang dimiliki oleh tiap-tiap perusahaannya, ketimbang memberdayakan aset tersebut untuk menghasilkan laba. Contohnya untuk ENRG, mereka lebih suka meraup keuntungan instan dari menjual aset blok minyak yang mereka miliki pada harga yang lebih tinggi dibanding harga belinya, ketimbang capek-capek mengebor selama bertahun-tahun untuk mengambil minyak yang terkandung di dalam blok tersebut.

Kedua, kalau kita melihat Grup Bakrie-nya, maka tanpa perlu melakukan analisis apapun, anda bisa langsung menyimpulkan bahwa ENRG dan juga saham-saham Bakrie lainnya, mereka semua tidak layak koleksi! Grup Astra menjadi salah satu grup paling menonjol di bursa, termasuk saham Astra International (ASII) menjadi saham blue chip nomor wahid di BEI, itu adalah karena kualitas manajemennya yang mumpuni, dimana mereka mampu untuk tetap bertumbuh dan mencatatkan kinerja yang konsisten dalam kondisi ekonomi yang kondusif maupun krisis.

Sementara Bakrie? They are the worst management ever, with absolutely terrible track records. Tidak ada satupun perusahaan milik Grup ini yang memiliki catatan kinerja yang konsisten di masa lalu, termasuk ketika terjadi krisis pada tahun 2008 kemarin, langsung mereka semua mencatatkan kerugian yang gila-gilaan, termasuk ENRG dengan rugi Rp1.7 trilyun di tahun 2009. I mean, di ulasan diatas kita memang sudah menyebutkan bahwa ENRG mungkin akan meraup laba bersih paling tidak Rp5.5 trilyun dalam beberapa tahun kedepan, tapi bagaimana jika terjadi krisis lagi seperti tahun 2008? Atau harga minyak turun? Contoh mudah saja, saudara kandung ENRG yaitu BUMI, sudah dua tahun terakhir ini mengalami kerugian hanya gara-gara harga batubara turun, padahal perusahaan batubara yang lain rata-rata hanya mengalami penurunan laba. Lalu bagaimana kalau nanti ENRG juga mengalami masalah yang sama?

Karena itulah, ENRG mungkin tidak semurah kelihatannya, karena terdapat banyak asumsi yang harus dipenuhi agar proyeksi laba Rp5.5 trilyun tadi tercapai. Dalam hal ini juga penulis mungkin perlu juga mengingatkan anda bahwa hanya karena sebuah perusahaan mencatatkan kinerja terbaru yang bagus, maka itu bukan berarti kita bisa langsung menyimpulkan bahwa sahamnya layak koleksi, karena belum tentu dia akan mencatatkan kinerja yang sama bagusnya di masa mendatang, dan langkah pertama yang bisa anda lakukan untuk menganalisis hal tersebut (tentang bagaimana kinerja perusahaan kedepannya) adalah dengan mengecek track record kinerja perusahaan di tahun-tahun sebelumnya.

Dan ketiga, sekaligus yang paling penting, tidak ada satupun saham Bakrie yang aman dari praktek bandar-bandaran, alias semuanya gorengan! Dan mereka bisa menjadi gorengan begitu karena sulit sekali bagi para investor fundamentalis untuk mengestimasi berapa kira-kira nilai riil perusahaan (sehingga nilai riilnya boleh dikatakan tidak ada), karena memang mereka memiliki fundamental yang buruk, yang secara otomatis menyebabkan tidak adanya gambaran sama sekali tentang bagaimana kinerja mereka kedepannya, selain karena banyaknya akun-akun ‘siluman’ dalam laporan laba rugi mereka yang bisa menyebabkan mereka mencatatkan untung atau rugi setiap saat (tinggal di-setting saja).

Dalam hal ini meski anda mengasumsikan bahwa Grup Bakrie mungkin dengan sengaja membuat laporan keuangan perusahaannya tampak buruk entah karena alasan apa, padahal mungkin mereka sebenarnya masih untung besar, namun itu tetap saja tidak menjadikan sahamnya layak beli, karena dengan demikian Grup Bakrie tidak memiliki corporate governance yang baik, padahal salah satu syarat mutlak sebuah saham layak dikoleksi adalah bahwa perusahaannya dikelola oleh manajemen yang jujur dan bisa dipercaya. Termasuk untuk ENRG, penulis sering menyaksikan bahwa perusahaan ini mencatatkan laba bersih yang cukup besar di kuartal tertentu, namun langsung menjadi kerugian di kuartal berikutnya, masih di tahun yang sama! Bagaimana ceritanya kok bisa begitu?

Kalau boleh jujur, penulis agak kaget ketika kemarin menerima banyak sekali pertanyaan mengenai ENRG ini, hanya karena sahamnya (entah karena apa) tiba-tiba naik sampai 30% hanya dalam waktu sebulan, dan itu menunjukkan bahwa saham-saham Bakrie ternyata memang masih memiliki pesona bagi para pelaku pasar tertentu. Jika besok-besok ENRG ini melanjutkan kenaikannya sampai katakanlah 200 atau 300, maka orang-orang akan semakin penasaran untuk membeli sahamnya, dan sekali lagi skema ponzi dalam trading saham akan dimulai, dimana investor hanya akan memperoleh keuntungan dari ENRG ini dari uang investor yang masuk belakangan, dan bukan dari peningkatan nilai perusahaan. Skema ini pada akhirnya akan runtuh ketika tidak ada lagi investor yang mau membeli sahamnya di harga yang tinggi, dan investor yang masuk belakangan tadi akan menderita kerugian yang biasanya sangat besar. Tahukah anda bahwa beberapa tahun yang lalu, saham ENRG ini pernah berada di level Rp1,000 per saham? Dan entah gimana ceritanya saham ENRG ini ketika itu bisa naik setinggi itu.

Saat ini mayoritas investor di BEI masih mengecap saham-saham Bakrie sebagai saham sampah, tapi itu karena BUMI dkk lagi pada anjlok saja. Sementara kalau nanti BUMI naik lagi ke 1,000, maka berani taruhan orang-orang pasti akan kembali memperebutkan saham laknat ini. Bukti paling sahih bisa dilihat dari kasus ENRG ini, yang mendadak populer justru setelah naik ke 100-an, sementara ketika dia masih di 70 justru nggak ada yang melirik.

Aand yep, pasar memang aneh dan tidak rasional, dan selamanya akan selalu begitu. Namun jika anda adalah seorang value investor, maka anda akan mengerti bahwa sebuah saham menjadi layak dibeli bukan karena dia naik banyak sebelumnya, atau sebaliknya karena dia turun banyak sebelumnya, melainkan karena saham tersebut menawarkan nilai yang secara signifikan lebih tinggi dibanding biaya yang kita keluarkan untuk memperolehnya. It’s that simple and.. oh, a quality and trusted management, please?

Komentar

Anonim mengatakan…
Hebat Pak Teguh. Analisis komprehensif. Investor jadi benar2 tahu jeroan ENRG.
Eugene Sitepu mengatakan…

11 paragaraf pertama: Analisis Fundamental.
Sisa paragraf selanjutnya: Analisis Sentimental.

Anak muda. Bagus.. bagus...
Gear KHK mengatakan…
infonya bagus, nice post
Trian Hendro A. mengatakan…
Pak Teguh,

Hanya konfirmasi,
1. 2013 Production itu apakah produksi 1 jan - sept 2013 atau akumulasi produksi sampai 2013? Takutnya miss leading Kangen artinya berproduksi per hari 11,781,000/(30 hari * 9 bulan) = 43 ribu bopd.

2. Blok Semberah, bagaimana bisa produksi 2013 > proven reserve nya?

terima kasih.
Anonim mengatakan…
Hahah om teguh kayaknya nggak seneng banget sama Bakrie

-Budi
Anonim mengatakan…
Terima kasih atas analisanya..sy jg sdh 2 tahun ini melepas semua saham bakery..
Semoga investor tdk..galau../ tergoda oleh saham bakery ini...
Unknown mengatakan…
Salute untuk analisanya pak Teguh, kalau cashnya kuat seperti Pak Haiyanto yang masi hold UNSP sampai harganya drop ke 50, apakah itu termasuk kesangkut...???
HSA
Anonim mengatakan…
Wow, sebuah blog yg menarik. Semua tulisan berkualitas dan obyektif. Sayang sekali kurang promosi sehingga tak banyak yang tahu :(

Anyway, teruskan menulis pak!
Yosa mengatakan…
Mengutip kalimat diatas:" Sementara kalau nanti BUMI naik lagi ke 1,000, maka berani taruhan orang-orang pasti akan kembali memperebutkan saham laknat ini.

Hahahaha.. sy ngakak baca kalimat ini, bung Teguh bisaan aja.. btw thanks buat tulisannya
Anonim mengatakan…
Ketika pasar bergerak maka benar bahwa pasar memang aneh dan tidak rasional, jadi pasar tetap akan tidak perduli dgn masa lalu yg sempat sangat menghawatirkan, bukankah kita ini bangsa pelupa..?
Anonim mengatakan…
thanks bro teguh artikelnya,good job! hampir aja ane mau masuk ke enrg buat trading..karena sempat diulas jg sama bpk lo kheng hong waktu sy ikut seminarnya tgl 22 feb kemarin bahwa ini saham trmasuk murah,tp serem jg dipikir2 setelah baca ulasannya.. dan apakah pak lo kheng hong itu membeli saham cm berdasarkan murah saja tanpa memperhatikan manajemennya sprti bumi contohnya.. karena pak lo kheng hong bilang beliau suka baca buku2 dari warren buffet,yang buffet sndiri mengatakan kinerja masa lalu itu penting, 5 - 10 tahun ke belkang bagus biasanya ke depannya jg bagus.. kmren smpat ingin brtanya tp engga dapat :(
artha mengatakan…
Menarik pak Teguh, terima kasih analisisnya. Tapi setahu saya porsi saham grup bakrie kecil saja sekarang ini di enrg, saya ngga tau yang dari samuel, tapi pemegang saham mayoritas kelihatannya dari jepang. Dan sebenanrya enrg punya tambang emasnya yaitu di fpso terang sirasun batur, yang kebetulan saya kenal beberapa pentolan yang menjalankan operasi dan produksi di lapangan, maklum saya kerja di bidang migas juga jadi sedikit banyak tau info dari sisi teknisnya.
Anonim mengatakan…
Om Teguh, CMIIW produksi blok2 minyak & gas diatas dah mencakup production buat nat gas juga..??

btw menarik juga ulasannya pak soal ENRG, ... hehehe IMO ...apapun itu klo memang layak untuk spekulasi (invest) seperti kata Lo Kheng Hong...saya juga dgn senang hati entry ke emiten itu hehehe...

like Buffet & Graham always said (CMIIW) great business always running even though with bad management in charge ....

august
Anonim mengatakan…
Om, saham Group Bakrie sejak dulu dikenal apa yang dinamakan saham sejuta umat, dalam arti kata hampir sebagian orang banyak memiliki saham berkaitan bakrie. Mengingat saham Bakrie sudah dipegang banyak orang, bisa saja semacam "pengalihan Aset" bahkan sampai dijual murah kepada siapa, mominee barangkali, sehingga per lahan perusahaan inti atau holding menjadi minus. Disitu mungkin nanti orang pada cut loss.
Ryo Kusumo mengatakan…
Terima kasih ak Teguh, ulasan anda sangat jeli, detail dan to the point.
Saya juga berencana untuk menjadi value investor hanya karena satu hal. Lebih senang melihat performa perusahaan dari dalam ketimbang analisa chart.

Dan ENRG ini, luar biasa, mungkin terkesan sentimentil. Tapi itulah fakta nya..bravo pak!
Anonim mengatakan…
Gua paling suka dengan tulisan diatas:

" Sementara kalau
nanti BUMI naik lagi ke 1,000, maka berani taruhan orang-orang pasti akan kembali memperebutkan SAHAM LAKNAT ini."

Heheheheheh....
Dana mengatakan…
Mungkin cara paling gampang untuk mengecek adalah melihat kinerja laporan keuangannya dalam lima tahun kebelakang. Jika stabil bagus, barulah layak dikoleksi.
Anonim mengatakan…
kemarin saham bumi naik pak... kira2 dampaknya utk enrg gimana ya?
mantap tulisannya
Monster Trader mengatakan…
Tahun 2017 adalah tahun kebangkitan komoditas, jangan takut hutang karena dana tax amnesty menumpuk sehingga harus disalurkan melalui pinjaman yang bunga nya murah. jangan takut hutang asalkan utang tersebut produktif.
NKRI saja punya hutang bukan?

Banyak tokoh penting mulai dari mentri esdm, bank dunia, hingga mentri energi arab saudi yang mengatakan minyak sudah bottom dan sudah beranjak pergi dari titik rendahnya. Itu semua sudah diatur demi kebaikan ekonomi semua negara melalui perjanjian OPEC.

Sebentar lagi mungkin akan perang dunia ke 3 jika Hillary menang jadi Presiden Amerika, bagi yang senang dengan ramalan, Baba Vanga pernah meramal Presiden Amerika ke 44 adalah pria kulit hitam yang sekaligus Presiden Amerika terakhir, saya menyimpulkan secara pribadi Obama adalah Presiden pria terakhir, lalu kedepannya mungkin diduduki oleh kaum wanita dst bergantian gender. Ditambah lagi para petinggi Negara di Dunia seperti Prancis Rusia Korut dll mengatakan jika Hillary menang artinya perang, perang yang terburuk dalam sejarah karena perangnya perang Nuklir.

Kalau Perang Dunia ke 3 pecah, maka bisa dibayangkan harga minyak dengan mudahnya bisa tembus 100. Bukankah ini menarik untuk ENRG jika terjadi? tapi ya saya pribadi melihat ini sebuah peluang besar bagi para bargain hunter. Minimal tahun 2017 adalah siklus kebangkitan dari sektor komoditas.

Banyak saya jumpai para pembicara di acara saham, ada yang bilang fundamental itu bagus, ada yang bilang lebih bagus teknikal, lalu ada yang bilang bagus kombinasikan antara FA dengan TA.

Saat saya mengajukan pertanyaan kepada pembicara yang ahli fundamental soal perhitungan kenaikan harga saham INAF dan PPRO saya tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan.

Lalu saat saya bertanya ke pembicara ahli teknikal mengapa ihsg naik terus terusan padahal oversold, saya juga tidak mendapatkan jawaban memuaskan.

Kalau semua jawaban ujung ujungnya bandar gorengan, ya memang begitu realitanya bukan? para fundamental juga pasti frustasi menghitung ulang bagaimana saham INAF PPRO NIKL dll banyak sudah tidak masuk akal, bahkan para TA juga sudah takut masuk melihat indikator yang oversold.

Pada akhirnya saya menyimpulkan bahwa yang punya uang besar ini tau bagaimana siklus sektor saham ini berputar atau di rolling. Dan saya melihat tahun 2017 adalah sektor KOMODITAS akan bangkit.

Salam B7 lovers. Huge to you ALL !!!
Anonim mengatakan…
Monster Trader terbukti salah.

Bagaimana pendapat Pak Teguh untuk 2018? Apa upaya manajemen masih belum "menyentuh hati"?

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Prospek PT Adaro Andalan Indonesia (AADI): Better Ikut PUPS, atau Beli Sahamnya di Pasar?

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Pilihan Strategi Untuk Saham ADRO Menjelang IPO PT Adaro Andalan Indonesia (AADI)

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?