Teknik & Strategi Diversifikasi yang Efektif

Salah satu ‘problem alamiah’ dalam berinvestasi adalah tidak adanya kepastian akan masa depan, dimana sebuah perusahaan yang amat sangat mapan sekalipun bukannya tidak bisa tersandung masalah tertentu, mengalami kemunduran kinerja, atau bahkan bangkrut. Itu sebabnya dalam berinvestasi di saham, keputusan untuk memasukkan seluruh dana yang tersedia hanya pada satu saham saja, itu sangat tidak dianjurkan, tak peduli seyakin apapun anda terhadap saham tersebut. Kebijakan untuk menempatkan investasi pada lebih dari satu saham itulah, yang kemudian disebut dengan diversifikasi. Pertanyaannya kemudian, bagaimana sebaiknya teknik atau strategi diversifikasi yang disarankan?

Diversifikasi pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi risiko terjadinya kerugian. Kalau seluruh dana yang anda miliki digunakan untuk membeli satu saham saja, maka ketika pilihan anda tersebut ternyata keliru, entah itu karena adanya perubahan fundamental atau memang keliru sejak awal, maka nilai kerugian yang terjadi bisa sangat besar. Namun jika anda menyebarkan dana anda pada sepuluh saham yang berbeda, maka masa iya sih, sepuluh saham tersebut ternyata keliru semua? Bahkan meski anda masih awam soal investasi sekalipun, minimal selalu ada saja satu atau dua saham yang sukses menghasilkan keuntungan, dan itu tentunya mengurangi risiko kerugian yang mungkin terjadi.

Sementara jika anda merupakan investor yang berpengalaman, maka dari sepuluh saham yang anda pilih, biasanya ada saja satu atau dua diantaranya yang ternyata keliru, namun itu tetap lebih baik ketimbang anda hanya memilih satu saham, kemudian satu saham tersebut ternyata keliru. Warren Buffett pernah mengatakan dalam annual letternya bahwa dari empat saham berbeda yang ia pilih, rata-rata hanya tiga diantaranya yang menghasilkan keuntungan, sementara satunya lagi menghasilkan kerugian. But still, kinerja portofolionya secara keseluruhan tidak menjadi terganggu karenanya.

Okay, lalu bagaimana sebaiknya kita dalam melakukan diversifikasi?

Kalau boleh jujur, tidak ada rumus atau strategi yang baku dalam melakukan diversifikasi. However, kalau berdasarkan pengalaman penulis sendiri, diversifikasi yang anda lakukan bisa dikatakan efektif (terkait fungsinya untuk menekan risiko kerugian), jika tidak ada saham tertentu dalam portofolio anda yang memiliki kontribusi terlalu signifikan terhadap kinerja portofolio secara keseluruhan, sementara disisi lain, juga tidak ada saham yang hampir tidak memiliki pengaruh sama sekali terhadap kinerja portofolio secara keseluruhan.

Sebagai contoh, anda memiliki dana Rp10 juta, dan Rp7 juta diantaranya digunakan untuk membeli hanya satu saham saja, yakni saham A, sementara selebihnya baru disebar ke saham B, C, D, dan seterusnya. Ini adalah diversifikasi yang keliru, karena saham A memiliki bobot yang terlalu besar terhadap portofolio, dimana jika pilihan anda terhadap saham A tersebut ternyata keliru, maka kerugian yang anda derita tetap akan signifikan.

Disisi lain, jika anda memiliki dana Rp10 juta, dan anda membeli saham tertentu sebanyak Rp100,000 saja, maka itu juga strategi diversifikasi yang keliru, karena mau saham tersebut naik 100% atau turun 90% sekalipun, efeknya terhadap portofolio secara keseluruhan hampir tidak akan terasa sama sekali. Anda tidak bisa dengan bangga mengatakan ‘saya beli saham A, dan sekarang dia sudah naik 100%’, kalau anda beli saham A itu cuma sebanyak 1 lot.

But that’s my opinion. Sementara kalau kita mengambil contoh Warren Buffett, ketika ia menyelenggarakan partnership-nya untuk pertama kali pada tahun 1956, ia melakukan kebijakan diversifikasi yang cukup ketat, dimana ia membeli 40-an saham yang berbeda (ketika itu di bursa saham Amerika terdapat sekitar 800-an perusahaan terdaftar/emiten). Alasannya tentu saja karena ia berniat untuk menekan risiko terjadinya kerugian hingga serendah-rendahnya, dimana peraturannya yang terkenal, yakni jangan pernah rugi, itu sudah ia terapkan sejak ia masih sangat muda (sejak ia berusia 26 tahun).

Namun sekitar lima atau enam tahun kemudian, Buffett mengubah kebijakannya, dimana ia menyatakan bahwa dalam satu kondisi tertentu, ia mungkin saja menempatkan 40% dana kelolaan hanya pada satu saham saja, meski pada prakteknya, ia tidak pernah melakukan hal itu. Pada tahun-tahun tertentu, Buffett paling banyak hanya menempatkan sekitar sepertiga alias 30 – 35% dari total dana kelolaan pada hanya satu saham (itupun jarang sekali), tapi nggak pernah sampai 40%, apalagi lebih dari itu.

Kebijakan inilah yang kemudian membuat Buffett dikenal sebagai investor yang anti diversifikasi. Beberapa orang mengira bahwa quote ‘never place all your eggs in one basket’, ini merupakan quote Buffett, padahal bukan.

Namun perhatikan bahwa meski Buffett ini anti diversifikasi, tapi bukan berarti dia benar-benar hanya membeli satu saham saja, melainkan ia tetap memiliki beberapa saham yang berbeda di portofolio-nya, hanya memang jumlahnya lebih sedikit dibanding investor profesional pada umumnya. Pada tahun 1956 hingga awal 1960-an, Buffett memegang 40 saham yang berbeda, namun sejak tahun 1962 hingga pertengahan 1980-an, ia kemudian hanya memegang antara 10 hingga 20 saham saja.

Sementara sejak tahun 1990-an hingga sekarang, Berkshire Hathaway memegang lebih dari 100 saham yang berbeda, entah itu sebagai pemegang saham mayoritas maupun minoritas, namun itu bukan karena Buffett kembali menerapkan strategi diversifikasi seperti ketika ia masih sangat muda dulu, melainkan karena ukuran aset serta dana yang dipegang Berkshire sudah kelewat besar, sehingga tidak mungkin ditempatkan hanya pada sepuluh atau dua puluh perusahaan saja. Tahukah anda berapa nilai total aset Berkshire saat ini? Per Kuartal III 2013, nilainya US$ 458 milyar, atau kalau pake kurs Rp12,000 per Dollar, itu berarti sekitar Rp5,497 trilyun! Bahkan nilai seluruh saham di BEI, jika dijumlahkan, tidak sampai sebesar itu.


Balik lagi ke soal diversifikasi. Pertanyaannya, apa yang membuat Buffett menolak diversifikasi? Ada dua hal. Pertama, berdasarkan pengalaman, ketika Buffett ‘diharuskan’ untuk membeli 40 saham yang berbeda, maka ia akan kesulitan untuk menemukan 40 saham yang layak investasi di Wall Street. Buffett senantiasa menerapkan kriteria investasi yang sangat ketat terhadap saham-saham pilihannya, sehingga ketika ia melakukan screening untuk memilih saham, maka dari ratusan hingga ribuan saham yang terdaftar di NYSE (saat ini di NYSE terdapat sekitar 6,000 emiten), paling-paling ia hanya memperoleh 10 hingga 20 saham saja yang memang layak dibeli, baik dari sisi kualitas fundamental perusahaan maupun valuasi sahamnya.

Jadi ketika Buffett sudah memperoleh katakanlah 20 buah saham yang bagus, lalu ngapain juga ia harus membeli saham ke-21, 22, dan seterusnya, padahal saham-saham nomor 21 dan seterusnya tersebut tidak layak invest?

Kedua, seperti yang kita ketahui, tujuan diversifikasi adalah untuk menekan risiko terjadinya kerugian. Sementara strategi value investing yang dijalani oleh Buffett, itu juga fokus pada upaya untuk menekan risiko terjadinya kerugian. Jadi jika tujuannya adalah untuk ‘jangan sampai rugi’, maka diversifikasi yang lebar (wide diversification) sebenarnya tidak lagi diperlukan, karena dengan catatan si investor yang bersangkutan sudah menerapkan strategi value investing dengan tepat, maka kecil kemungkinan ia akan mengalami kerugian. Lagian jika seorang investor memegang terlalu banyak saham yang berbeda, maka bisa jadi dia malah bakal pusing sendiri, karena harus secara intensif mengamati saham-saham tersebut satu per satu.

Nah, jadi balik lagi ke judul pertanyaan diatas, apakah diversifikasi itu diperlukan? Jawabannya tentu saja perlu, karena ketika anda sudah sangat yakin terhadap value atau prospek dari saham tertentu, namun saham pilihan anda tersebut tetap saja bisa keliru, sehingga anda sebaiknya menempatkan investasi anda pada beberapa saham yang berbeda.

Namun jika pertanyaannya dilanjutkan, diversifikasi seperti apakah yang diperlukan? Maka jawabannya adalah diversifikasi yang wajar, alias tidak berlebihan! Anda disarankan untuk menyebarkan dana anda pada tujuh hingga sepuluh saham yang berbeda, atau maksimal lima belas, dimana dari saham-saham yang dipegang, terdapat tiga hingga lima saham yang menjadi pegangan utama dimana sekitar 40 hingga 60% aset ditempatkan pada saham-saham utama tersebut, sementara selebihnya baru disebar di saham-saham yang lain. Sekali lagi kalau kita pakai contoh Buffett, ia mengatakan bahwa dalam kondisi tertentu ia bisa saja mengalokasikan hingga 40% aset hanya pada satu saham saja. Meskipun pada prakteknya ia tidak pernah melakukannya, namun ini menunjukkan bahwa Buffett selalu memiliki ‘pegangan utama’ dalam portofolionya, entah itu hanya satu saham atau beberapa, dimana ia mengalokasikan lebih banyak dana pada saham-saham utama ini ketimbang saham-saham lainnya di dalam portofolio Berkshire Hathaway.

Dan alasan kenapa Buffett memiliki saham-saham utama didalam portofolionya, adalah karena ia tidak pernah memiliki tingkat keyakinan yang sama untuk saham-saham yang ia pegang. Dan kita semua juga begitu bukan? Sebagai contoh, ketika anda menemukan dua saham yang layak investasi, yakni saham A dan B, maka setelah dianalisis secara mendalam, anda mungkin akan menganggap bahwa saham A memiliki valuasi dan kualitas fundamental yang lebih baik dibanding saham B, namun saham B ini juga terlalu bagus untuk diabaikan. Maka dari dua saham tersebut, saham mana yang kemudian menjadi saham utama dimana anda membelinya lebih banyak? Saham A, tentu saja.

However, untuk mencegah agar ‘pegangan utama’ ini tidak memberikan pengaruh yang terlalu besar terhadap kinerja portofolio secara keseluruhan, maka anda juga jangan hanya memiliki satu pegangan utama saja, melainkan anda sebaiknya mengambil dua, tiga, hingga maksimal lima saham yang kemudian dimasukkan kedalam kelompok ‘saham-saham utama’ ini, akan lebih baik lagi jika saham-saham tersebut berasal dari sektor yang berbeda-beda. Ingat bahwa meski pada tahun-tahun tertentu Buffett terkadang cukup berani untuk mengalokasikan hingga sepertiga aset Berkshire hanya pada satu saham, seperti Coca-Cola di awal tahun 1990-an dulu, namun di tahun-tahun lainnya Buffett sangat jarang 'se-nekad' itu.

Disisi lain, anda juga jangan membeli saham tertentu pada jumlah yang terlalu sedikit, kecuali jika saham tersebut sedang dalam tahap akumulasi (anda sedang mengumpulkannya sedikit demi sedikit). Alhasil, semua saham didalam portofolio anda adalah penting, baik itu merupakan pegangan utama atau bukan. Jika anda tertarik pada satu saham tertentu, namun anda tidak cukup yakin untuk membelinya dalam jumlah yang cukup signifikan, maka mendingan gak usah sama sekali.

Dengan cara inilah, anda akan memiliki portofolio yang tidak ada saham tertentu di dalamnya yang memiliki pengaruh terlalu besar terhadap kinerja investasi anda secara keseluruhan, namun disisi lain juga tidak ada saham ‘remeh-temeh’ yang tidak berpengaruh apapun terhadap portofolio saham anda. Dan ketika anda sampai pada kondisi itulah, maka bisa dikatakan bahwa strategi diversifikasi yang anda lakukan telah berjalan efektif, dan anda tidak perlu lagi khawatir jika salah satu saham pilihan anda ternyata keliru.

Well, that’s all from me about diversification. Now what about you?

Instagram

Komentar

Anonim mengatakan…
Lebih tepat judulnya adalah diversifikasi saham : perlu atau tidak (well , kita tahu memang blog ini adalah mengenai saham, namun bicara diversifikasi yang sempit sama juga menyederhanakan makna dan guna deversifikasi tersebut)

Pada dasarnya diversifikasi adalah berguna untuk melindungi nilai / lindung nilai dari investasi , dengan tidak bergantung pada satu jenis produk , tipe atau kegiatan. Dengan kata lain merubah suatu yang "mono" menjadi "multi".

Diversifikasi sendiri tentu berpulang kembali pada masing-masing pihak , investor seperti apakah saudara ? berapa besar dan kuat keuangan saudara ? bagaimana karakter saudara (suka tantangan atau konservatif), dengan kata lain seperti yang penulis utarakan...tergantung persepsi setiap individu.

Dalam hal diversifikasi saham secara khusus, dalam opini saya lebih berat pada sektoral dibandingkan dengan individu perusahaan , bahwa diversifikasi saham pada satu sektor yang sama , lebih kurang menempatkan beberapa telur di kantung yang berbeda namun kesemuanya ada di dalam keranjang yang sama. Seperti saham-saham perbankan , yang sangat rentan dengan goncangan sistemik keuangan yang satu dengan lainnya bisa saling memiliki/menanggung underlying asset terkait.

Mengenai besaran/weighting sendiri , saya melihat lebih pada pemahaman atau pengetahuan dari setiap individu investor. Bahwa masing-masing orang tentu mempunyai minat juga pengetahuan yang berbeda-beda , dan alangkah bodohnya bila seseorang menanamkan investasi pada sesuatu yang ia tidak atau kurang mengerti sementara mengabaikan apa yang ia pahami cukup mendalam. Dengan kata lain , diversifikasi saham di sektor lain adalah sebagai jaring pengaman bila saham atau sektor yang menjadi andalan mengalami gangguan.

Entah itu sektor apapun , jenis apapun pasti ada peluang...tinggal kita mampu melihatnya atau tidak , benar atau salah..waktu yang akan menjawab.

= MaMba =
Anonim mengatakan…
Saya sangat suka blog Pak Teguh ini karena memberikan analisa fundamental yang mendalam.
Tapi kalau boleh request, saya pengin tahu pendapat Pak Teguh tentang ADMF. Karena menurut saya ADMF ini sekarang relatif murah dengan rata-rata ROE di masa lalu yang luar biasa. Memang sih tidak likuid, tetapi sebagai investor jangka panjang yang siap hold puluhan tahun, bukankah likuiditas transaksi harian itu tidak begitu penting, Pak Teguh?
Terima kasih.
Broker Saham mengatakan…
diversifikasi perlu, karena saham bagus belum pasti harga-nya akan naik.
Teguh Hidayat mengatakan…
@Anonim Request granted, kebetulan saya juga sependapat bahwa ADMF ini memang bagus, jadi nanti akan kita bahas. Ditunggu ya pak, thankzz
Anonim mengatakan…
Kalau menurut saya, analogi diversifikasi adalah seperti pasangan baru menikah yang berencana memiliki anak. Tergantung selera. 

kalau menurut saya, memiliki 1 anak saja kesepian, dan sebagai orangtua cenderung overprotektif, tetapi kalau 10, saya sebagai orangtua akan terlalu repot menjaganya, belum untuk memberiperhatian untuk mereka.

 3 - 4 anak menurut saya adalah the right number untuk jumlah anak maupun jumlah saham yang saya miliki, mengingat saya masih aktif bekerja bukan di bidang finance dan saham adalah hal yang saya telah lakukan di waktu senggang 10 tahun terakhir, Dengan memiliki jumlah ini, saya minimal masih bisa fokus terhadap saham saham tersebut tetapi tetap mengikuti prinsip warren buffet no 1:"never lose money.. " 

Semoga sharing ini dapat bermanfaat yaaa.. 

By
Value Investor
Anonim mengatakan…
as same as Warren "Old Leviathan" Buffet said about diversification ....

"wide diversification is only required when investors do not understand what they are doing"

.........


artemic
Anonim mengatakan…
Pak Teguh, maaf jika OOT.
bagaimana cara mengetahui bobot masing-masing saham yang membentuk ihsg?
infonya bisa ditemukan di mana?
terima kasih sebelumnya..

ARTIKEL PILIHAN

Ebook Investment Planning Q3 2024 - Sudah Terbit!

Live Webinar Value Investing Saham Indonesia, Sabtu 21 Desember 2024

Mengenal Investor Saham Ritel Perorangan Dengan Aset Hampir Rp4 triliun

Penjelasan Lengkap Spin-Off Adaro Energy (ADRO) dan Anak Usahanya, Adaro Andalan Indonesia

Prospek Saham Samudera Indonesia (SMDR): Bisakah Naik Lagi ke 600 - 700?

Saham Telkom Masih Prospek? Dan Apakah Sudah Murah?

Saham BBRI Anjlok Lagi! Waktunya Buy? or Bye?