Tempo Scan Pacific
Dari sisi kualitas fundamental, Tempo Scan Pacific (TSPC) sebenarnya tidak
kalah bagusnya dibanding Kalbe Farma (KLBF), namun saham perusahaan milik Grup
Tempo ini tidak begitu likuid. However, ketidak likuidannya tersebut turut
menyebabkan valuasi TSPC ini menjadi lebih murah dari KLBF, dan saham ini
mungkin menjadi menarik untuk diperhatikan setelah turun terus belakangan ini,
total penurunannya hampir 30% dalam enam bulan terakhir. Meski BEI kini
dipenuhi oleh cukup banyak saham-saham undervalue, namun TSPC mungkin juga
menarik untuk diperhatikan mengingat jenis sektornya yang aman dari sentimen
negatif, dan pergerakan sahamnya juga tidak begitu dipengaruhi oleh fluktuasi
IHSG yang hingga saat ini masih bearish
(beta-nya kurang dari 1).
Kebanyakan orang mengenal TSPC sebagai perusahaan farmasi, dan hal itu
memang benar. TSPC adalah pemilik dari beberapa merk obat ringan/multivitamin
yang cukup terkenal, seperti Bodrex, Contrexyn, Oskadon, Hemaviton, dan Neo
Rheumacyl. Selain obat warung, TSPC juga memproduksi/menjadi prinsipal bagi
obat-obatan yang khusus dijual di apotek, memproduksi obat-obatan yang kemudian
dijual ke perusahaan farmasi lain, termasuk menjadi pemegang lisensi bagi
beberapa merk obat yang diproduksi oleh perusahaan farmasi luar negeri.
Namun TSPC tidak hanya menjual produk-produk farmasi, melainkan juga
memproduksi produk-produk kebutuhan sehari-hari dan kosmetik. Untuk produk
kebutuhan sehari-hari, beberapa merk yang dimiliki perusahaan adalah Nivea,
Zwitsal (keduanya diproduksi untuk Unilever/UNVR), Marina Hand & Body
Lotion, My Baby, pembersih lantai dan pembersih piring SOS, pasta gigi dan obat
kumur Mouthwash Total Care, dan sabun mandi Claudia. Untuk kosmetik? Ada
Marina, Revlon, Estee Lauder, Aramis, hingga DKNY. Pada Kuartal III 2013,
produk-produk kebutuhan sehari-hari dan kosmetik ini menyumbang pendapatan
sebesar Rp1.2 trilyun, atau tidak begitu jauh dibanding pendapatan dari
produk-produk farmasi sebesar Rp1.5 trilyun. Jadi dalam hal ini TSPC memang
agak berbeda dengan KLBF yang fokus pada produksi obat-obatan dan
makanan/minuman bernutrisi, tapi tidak memproduksi sabun mandi atau kosmetik
sama sekali.
Koleksi produk-produk kebutuhan sehari-hari dan kosmetik milik PT. Tempo Scan Pacific, Tbk |
Meski model bisnisnya mirip-mirip UNVR, namun kinerja TSPC dari sisi rasio
profitabilitas jauh dibawah perusahaan asal Belanda tersebut, yang mungkin
karena jumlah konsumen/pengguna dari produk kebutuhan sehari-hari dan kosmetik
milik TSPC tidak sebanyak pengguna produk-produk yang sama milik UNVR. Tapi
dari sisi konsistensi kinerja dalam jangka panjang, serta tingkat kemapanan
perusahaan, maka TSPC sama bagusnya dibanding UNVR maupun KLBF (tingkat
kemapanan TSPC bisa dilihat dari posisi aset lancarnya yang besar, dan jumlah
utang bank/obligasinya yang nyaris nol, jadi kenaikan/penurunan BI Rate tidak
berpengaruh apapun). Jika anda perhatikan, meski sektor consumer goods termasuk
didalamnya industri farmasi menawarkan pertumbuhan yang konsisten dalam jangka
panjang, namun bukan berarti semua perusahaan di sektor ini memiliki kinerja
yang konsisten tersebut. Namun bagi TSPC, kinerjanya dalam lima tahun terakhir telah
tumbuh secara moderat namun pasti, buah dari pengalaman perusahaan merintis
usahanya sejak tahun 1970. Yang terbaru, kalau anda lewat di Jln. Rasuna Said,
Jakarta, anda akan bisa melihat menara Tempo Scan yang berdiri dengan megahnya.
Menara tersebut memang baru selesai dibangun sekitar setahun lalu.
Karena perusahaannya sudah mapan, maka praktis tidak ada yang bisa
diceritakan mengenai rencana pengembangan/ekspansi perusahaan kedepannya,
kecuali secara rutin meluncurkan produk-produk baru atau mengemas produk lama
dengan kemasan baru yang lebih fresh di mata konsumen. Tapi terkait dengan
rencana Pemerintah menyelenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BJPS)
mulai tahun 2014 mendatang, dimana hal itu kemungkinan akan berdampak positif
bagi perusahaan-perusahaan farmasi, maka TSPC sebagai perusahaan yang mapan
berpeluang untuk secara maksimal memanfaatkan momentum BPJS tersebut. Pihak
perusahaan sendiri sudah mulai me-registrasi-kan beberapa jenis produk
farmasinya untuk ikut serta dalam program tersebut.
Lalu bagaimana dengan isu buruh yang terus menerus demo minta naik gaji?
Nah, kalau untuk yang satu ini, TSPC sebagai perusahaan padat karya (mempekerjakan
banyak pegawai blue collar) memang
turut terkena imbasnya, dan hal itu pula yang menyebabkan pendapatannya pada
Kuartal III 2013 hanya naik 3.7%, hasil dari adanya gangguan produksi karena
sebagian pekerjanya ikut-ikutan mogok kerja. Pabrik utama milik TSPC memang
terletak di salah satu Kawasan Industri di Cikarang, Jawa Barat, dimana
disitulah pusat ‘pergerakan’ para kaum buruh tadi. Dan sebenarnya mungkin hal
ini pula yang menyebabkan penurunan saham TSPC belakangan ini, karena kalau
kita menyaksikan di televisi, para buruh itu masih ngotot minta gaji Rp3.7 juta
per bulan, sementara Jokowi hanya menyetujui Rp2.4 juta.
Dan bahkan kalaupun para buruh yang bekerja di TSPC tidak ikut mogok, perusahaan
tetap harus menghadapi kenaikan biaya produksi yang signifikan karena kenaikan
upah buruh menjadi Rp2.4 juta tadi (tahun kemarin hanya Rp2.2 juta).
Anyway, penulis sendiri menganggap bahwa kenaikan upah buruh adalah sesuatu
yang biasa dan wajar, yang secara rutin dihadapi perusahaan manapun setiap
tahunnya. Dan hal itu biasanya bisa dengan mudah diatas dengan cara menaikkan
harga jual produk secara pelan-pelan, terutama jika perusahaan yang
bersangkutan bergerak di industri consumer goods, seperti halnya TSPC ini.
Contohnya, jika sebelumnya harga satu strip Bodrex di warung kelontong adalah
Rp3,000, maka ketika harganya dinaikkan menjadi Rp3,500, saya tidak berpikir
bahwa orang yang sakit kepala menjadi berubah pikiran dan nggak jadi beli Bodrex
ini.
Karena itulah, penurunan harga saham TSPC tetap merupakan sebuah
opportunity. Sekarang, bagaimana valuasinya? Apakah benar-benar sudah murah?
Pada harga saham 3,300, PER TSPC tercatat 19.3 kali, sementara PBV-nya 3.9
kali. Untuk tahun buku 2012 lalu, perusahaan membayar dividen Rp75 per saham,
yang itu berarti dividend yield-nya
2.3%. Bagi para investor tipe bargain
hunter, ini bukan valuasi yang cukup murah. Tapi bagi investor yang
menginginkan jenis investasi dengan risiko rendah, maka valuasi tersebut
relatif sudah cukup masuk akal. You know, jika bicara investasi jangka panjang di
sektor farmasi, maka orang-orang selalu menunjuk KLBF, KLBF, dan KLBF lagi
(KAEF dan INAF ntar dulu deh). Tapi kalau berkaca pada valuasinya yang demikian
tinggi, maka keputusan untuk membeli KLBF pada harganya saat ini adalah seperti
membeli TSPC pada harga 4,500-an, alias terlalu mahal dan terdapat risiko
kerugian yang bukan berasal dari perubahan fundamental atau penurunan kinerja
perusahaan, melainkan dari kemungkinan berubahnya persepsi pasar bahwa valuasi
KLBF memang seharusnya bisa lebih murah.
Dan berdasarkan pengalaman, saham-saham consumer memang seringkali turun
signifikan bukan karena perusahaannya jadi jelek atau bangkrut, tapi memang
karena harganya sebelumnya udah kelewat mahal aja. Contoh paling terbaru adalah
penurunan harga Unilever (UNVR), dan Charoen Pokphand (CPIN), dimana kedua
saham tersebut pada harganya masing-masing di 30,000-an dan 4,500-an memang
mahal dilihat dari sisi manapun. Sementara TSPC? Ya sama juga demikian, dimana
PBV 5.5 kali pada harga saham diatas 4,500 jelas tidak murah untuk ukuran
perusahaan dengan ROE yang hanya 20.3%.
Tapi berhubung sekarang harganya memang sudah di level 3,300-an, maka saham
ini mulai layak koleksi, minimal nyicil dulu lah. Kalau anda benar-benar pengen
dapetin harga murah, maka idealnya tunggu TSPC ini di harga 2,500 – 2,800, yang
mencerminkan PBV 3.0 – 3.3 kali. Ingat sekali lagi bahwa fluktuasi IHSG tidak
begitu berpengaruh terhadap pergerakan saham TSPC ini, sehingga anda bisa
membelinya kapanpun selama harga belinya ideal.
PT. Tempo Scan Pacific, Tbk
Rating Kinerja pada Q3 2013: AA
Rating saham pada 3,300: A
NB: Penulis menyelenggarakan seminar edukasi saham dengan teman ‘Menghitung
Nilai Intrinsik/Harga Wajar Saham’, sebuah tema yang penulis pikir cocok dengan kondisi
pasar saat ini dimana terdapat cukup banyak saham-saham yang dijual murah. Keterangan lebih lanjut baca
disini.
Artikel minggu depan adalah mengenai isu Tapering, another story from the United States.
Artikel minggu depan adalah mengenai isu Tapering, another story from the United States.
Komentar
Mphon dibahas pak Teguh tentang biofuel dan dampaknya bagi emiten perkebunan sawit.
Saya mau koleksi emiten cpo, karena kalau terlambat keduluan harga akan tinggi.
Thanks
Ronald
Apakah karena kinerja LK 2014 yg kurang bagus ? dan seberapa besar pengaruh kenaikan nilai USD terhadap IDR terhadap kinerja keuangan TSPC ? Krn saya pernah dengar dalam industri obat 90% bahan bakunya masih import.
Terima kasih banyak sebelumnya
Br
Ivan