Program Perlindungan Investor
Di Indonesia, jumlah investor di pasar saham masih sangat sedikit, yakni
belum ada 1% dari total populasi penduduk. Hal ini sangat berbeda dengan negara
tetangga seperti Malaysia dan Singapura, dimana 12 dan 36% penduduknya (data
tahun 2011, sekarang mungkin udah naik lagi) sudah mengenal saham. Salah satu
penyebab minimnya partisipasi masyarakat dalam berinvestasi di saham, kalau
menurut banyak pihak, adalah karena masih kurangnya sosialisasi dan edukasi
tentang saham itu sendiri. Sebenarnya diluar sana terdapat banyak orang-orang
yang tertarik untuk masuk ke bursa, namun mereka enggan untuk membuka rekening
karena memang masih belum mengerti.
Tapi mungkin masalahnya bukan sekedar di kurangnya sosialisasi dan edukasi.
Sejak pasar saham Indonesia mulai ramai pada tahun 1990-an, dan semakin ramai
dalam lima belas tahun terakhir ini, selalu ada saja cerita-cerita tentang
investor yang mengalami kerugian yang besar gara-gara ‘main’ saham, dan hal ini
tentu saja menyebabkan turunnya
kepercayaan masyarakat terhadap berinvestasi di pasar saham itu sendiri.
Contohnya, katakanlah anda adalah orang yang masih awam sama sekali dengan
saham, dan anda bermaksud untuk membuka rekening di sekuritas karena tertarik
dengan peluang keuntungan yang mungkin bisa diperoleh. Sudah tentu, yang akan
anda lakukan pertama kali adalah searching di internet tentang seperti apa sih
saham itu? Apakah benar menguntungkan atau malah merugikan? Termasuk juga anda
akan berusaha menghubungi teman/keluarga yang sudah pernah terjun ke dunia
saham sebelumnya. Dan jika ternyata teman anda tersebut justru mengalami
kerugian gara-gara saham, maka apakah anda masih tertarik untuk ikut invest di saham? Contoh simpel saja: Jika sekarang ini adalah bulan Januari 2009, dimana IHSG sudah berada di posisi 1,100-an setelah terus menerus turun dari puncaknya di posisi 2,800-an, maka apakah anda masih berani untuk buka rekening di sekuritas, sementara teman anda yang sudah lebih dulu masuk ke pasar setahun sebelumnya telah mengalami kerugian yang luar biasa?
Disisi lain bukan tidak mungkin pula teman anda tadi sukses untung besar,
sehingga andapun berpikir bahwa ternyata main saham itu mudah. Tapi setelah
satu atau dua bulan, anda ternyata malah rugi! Misalnya dari dana yang tadinya Rp10
juta, sekarang tinggal sisa Rp7 juta. Nah, apakah anda masih mau meneruskan
kegiatan investasi anda? Kalau berdasarkan pengalaman penulis ngobrol sama
teman-teman yang newbie (pemula) atau pernah menjadi newbie, rata-rata mereka
terus maju pantang mundur, dan menganggap bahwa kerugian tersebut adalah
semacam biaya sekolah yang mau tidak mau harus mereka keluarkan untuk belajar.
Tapi tak sedikit pula investor newbie ini yang kemudian kapok dan berhenti
sama sekali, sekaligus memberi cap bahwa berinvestasi di saham merupakan tindakan spekulasi.
Pada banyak kasus, seorang investor bisa mengalami kerugian karena empat hal
yakni: 1. Ketidak tahuan dalam memilih saham (jadi dia membeli saham tanpa
analisis sebelumnya), 2. Masih kurangnya pengalaman (sering mengalami greed dan fear, itu bagian dari kurangnya pengalaman), 3. Faktor risiko kinerja emiten yang tidak sesuai harapan, dan 4. Faktor risiko terjadinya koreksi pasar/IHSG. Pada
batas ini tidak ada yang bisa dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai
otoritas bursa dalam berupaya membangun kepercayaan masyarakat terhadap
investasi di saham, kecuali berusaha sebisa mungkin memberikan layanan edukasi
kepada para calon investor bahwa saham itu aman bla bla bla.
Tapi jika kerugian tersebut terjadi karena adanya saham-saham dengan
reputasi ‘gorengan’ di bursa, yang entah dengan sengaja atau tidak menarik para
investor untuk berspekulasi didalamnya sehingga kemudian para investor ini pada
akhirnya mengalami kerugian, atau karena adanya perusahaan abal-abal yang ikut
listing, maka saya pikir BEI punya tanggung jawab disini. Ibaratnya jika pasar
saham Indonesia adalah tempat parkir, maka adalah wajar BEI sebagai
pengelolanya tidak bisa bertanggung jawab jika ada mobil yang rusak atau dicuri.
Akan tetapi jika BEI tidak menyediakan fasilitas keamanan yang standar termasuk
mensiagakan petugas security, sehingga
maling-maling bisa dengan bebas berkeliaran di dalam gedung parkir tersebut,
maka akan keterlaluan jika mereka tidak mau disalahkan kalau kemudian ada
kejadian mobil hilang atau semacamnya.
Jadi sekali lagi, anda sebagai investor (atau calon investor) memang tidak
bisa menuntut apapun kepada BEI atau pihak otoritas bursa lainnya (KSEI, KPEI,
OJK) jika anda kebetulan mengalami kerugian. Karena jika anda memperoleh
keuntungan pun, orang-orang di BEI tidak akan menuntut bagian. Meski demikian
anda tentu berhak untuk memperoleh perlindungan
dari pihak BEI atau lainnya sebagai penyelenggara pasar, terhadap kegiatan
investasi yang anda lakukan. Minimal ketika anda mengalami entah itu saham anda
disuspensi, atau harganya terus turun sampai posisi dimana mau cut loss pun
sudah nggak bisa, atau bahkan perusahaannya bangkrut, maka anda tahu kemana
harus mengadu, termasuk memperoleh kejelasan tentang nasib dana investasi anda.
Namun sayangnya mekanisme perlindungan terhadap investor, hingga tahun 2013
ini, boleh dibilang masih belum jelas. Kasus terakhir ketika kemarin Dayaindo
Resources (KARK) bangkrut, banyak sekali pemegang sahamnya yang kebingungan harus
melakukan apa, atau melapor kemana, sehingga akhirnya mereka cuma bisa pasrah.
Pihak OJK ataupun BEI pun tidak menyediakan hotline
khusus dimana investor bisa dengan mudah melapor kemudian akan dilayani
dengan baik dengan petugas yang siaga 24 jam, kecuali nomor telepon dan fax
standar kantoran.
Well, apapun itu, yang jelas jika ini terus dibiarkan maka sampai kapanpun
orang-orang akan tetap enggan berinvestasi di pasar saham di tanah air.
Untungnya, belakangan ini pihak otoritas mulai berbenah. Pada tanggal 11
September 2013 kemarin, OJK telah mengeluarkan izin usaha kepada PT Penyelenggara Program Program
Perlindungan Investor Efek Indonesia (PT P3IEI). P3IEI inilah yang nantinya
berwenang untuk menyelenggarakan program perlindungan terhadap investor saham
dan obligasi di Indonesia, meskipun masih belum jelas seperti apa mekanisme
dari program yang dimaksud (lagian nama lembaganya kok susah banget.. P3IEI??).
Namun yang jelas P3IEI ini akan mulai beroperasi pada tahun 2014 mendatang.
Rilis BEI terkait PT P3IEI |
Nah, lalu apakah dengan hadirnya P3IEI ini maka para investor di pasar
saham (dan obligasi) menjadi terlindungi? Kita tentu belum tahu, tapi
setidaknya adanya P3IEI ini lebih baik daripada tidak ada sama sekali. Jika
anda ingin tahu lebih banyak tentang seperti apa ‘perlindungan’ yang nanti akan
diterapkan, maka anda bisa menghubungi sekretaris perusahaan, Rizky Sochmaputra, di nomor telepon 021-5155904. Mohon maaf pin BB atau
semacamnya belum ada, namun saya dengan ini mengusulkan kepada P3IEI ini untuk
juga menyediakan kontak yang lebih mudah seperti pin BB tadi (whatsapp juga
boleh lah). Mekanisme program pelindungan investor ini hanya akan berjalan
dengan baik jika para investor itu sendiri diberi kemudahan untuk melapor atau
mengadu.
Pada akhirnya, penulis mengapresiasi pendirian P3IEI ini. Sejak tahun 2009
sampai sekarang, penulis bisa melihat bahwa terdapat banyak sekali perkembangan
yang positif di bidang per-saham-an ini, dimana para investor kini jauh lebih
cerdas dalam berinvestasi itu sendiri (dulu semua orang cuma mau pake teknikal,
tapi sekarang analisis fundamental juga mulai populer), sementara investor yang
masih baru-baru bersedia meluangkan waktunya untuk belajar. Dan sekarang, pihak
penyelenggara pasar modal juga turut andil dalam berusaha menciptakan ‘suasana
pasar’ yang lebih aman dan nyaman. Jika nanti Prudential, Manulife dan
semacamnya bisa ‘dipaksa’ untuk IPO, maka itu akan lebih bagus lagi.
NB: Penulis membuat buku elektronik (ebook) yang
berisi kumpulan analisis saham berdasarkan kinerja perusahaan di Kuartal III
2013. Anda bisa memperolehnya
disini.
Komentar